Beautiful Disaster 12


Semenjak peristiwa penyematan cincin saat opening toko kue waktu itu, Bastian tak lelah menyakinkan Kinara. Pria itu tampak serius dengan keinginannya. Ketiga rekannya sudah mencium aroma jatuh cinta pada Bastian.

"Emang kalau aku beneran jatuh cinta kenapa?" tanyanya santai.

Sambil terkekeh, Mario berkata, "Tidak ada tiket buatmu! Yang ada tiket buat kita darimu, Bastian!"

Pria berkulit bersih itu bersandar pada punggung kursi. Akan banyak merugi jika dirinya benar-benar jatuh cinta, tapi bersembunyi dari perasaan yang kian menggelora pun ia tak sanggup.

"Jadi gimana? Ingat, Bro! Kita taruhan!" Leo menepuk bahu Bastian.

"Tenang! Aku ingat kok! Kalian tenang aja," tuturnya malas.

Andre yang baru selesai menelepon, terkekeh mendengar ucapan Bastian.

"Dengar, Bro! Langkahmu udah sembilan koma sembilan persen! Tiket sebentar lagi akan digenggam. Cincin sudah melingkar, kan?"

Pria berkemeja merah itu melirik malas. Mendadak ia merasa pria kurang ajar dengan mempermainkan perasaan Kinara.

Tak ada yang salah dari perempuan berkacamata itu. Dia baik, bahkan sangat baik. Kinara tidak banyak bicara dan tentu satu yang membuat Bastian terpesona adalah karena ia memiliki perhatian dan rasa hormat yang sangat besar pada ibunya.

Tentu saja ada hal yang lebih membuat dirinya perlahan jatuh cinta adalah, sikap tak acuhnya. Kinara tidak seperti perempuan lainnya yang dia kenal. Ia harus bekerja keras meyakinkan agar Kinara tetap memakai cincin yang telah ia sematkan.

Setidaknya itu terjadi sesaat setelah acara pembukaan toko kue beberapa hari lalu.

"Kinara, gimana caranya kamu supaya percaya kalau aku sungguh-sungguh?" tanya Bastian saat Kinara bermaksud melepas dan mengembalikan cincin pemberiannya.

"Aku nggak tahu, tapi aku pikir memang harus berterima kasih karena telah membuat ibuku bahagia dan mencegah keributan di acara tadi."

"No, stop! Jangan dilepas! Cincin itu milikmu dari aku!" Bastian cepat meraih tangan kiri perempuan itu agar tidak melepas cincinnya.

"Katakan! Apa aku nggak pantas mencintaimu?" Dengan paras memelas ia menatap perempuan di depannya.

Bastian masih mengingat jelas paras merona yang coba disembunyikan Kinara. Hingga akhirnya Kinara membiarkan cincin itu tetap di jarinya.

"Begitu lebih baik!" ujar Bastian seraya tersenyum lega.

"Melamun lagi? Sepertinya teman kita satu ini benar-benar kena virus!" sindir Andre diiringi tawa yang lainnya.

"Bro! Kamu beneran udah putus sama Sheila? Atau ...."

"Aku nggak tahan sama dia!" ungkapnya meraih soft drink dari tangan Leo.

"Ehm! Nggak tahan atau ... karena ada Kinara?" celetuk Mario.

Bastian melirik Mario dengan tatapan kesal.

"Sori! Aku cuma ingin memastikan aja. Kamu yakin?" ralat pria berlesung pipi itu.

Kembali Bastian diam. Bersama Sheila karirnya semakin gemilang, tapi dia tidak bisa menikmati. Sheila yang keras kepala dan selalu ingin tahu apa yang dia lakukan membuatnya tak nyaman.

"Guys, dengar! Aku nggak peduli lagi soal taruhan itu!" Bastian membuka suara.

Penuturan pria itu membuat ketiga rekannya menatapnya penuh tanya. Meski mereka sudah melihat sorot cinta di mata Bastian untuk Kinara, tapi mereka masih ingin tahu seberapa kuat pria menyelesaikan taruhan ini.

"Maksudmu gimana? Jelaskan ke kita!" timpal Andre yang diamini oleh Mario juga Leo.

Dari bibirnya mengalir cerita tentang awal kekagumannya pada Kinara. Ia bertutur bahwa sebelum taruhan itu dimulai, dia sebenarnya sudah ingin mendekati asisten fotografer itu. Banyak hal yang membuatnya ingin dekat, salah satunya adalah kesederhanaan Kinara juga cerita dari Fahry tentang kecerdasan perempuan itu.

"Lalu?"

"Aku rasa dia perempuan yang aku cari selama ini! Sederhana, cerdas dan sangat mencintai keluarga!" Mata Bastian menerawang.

Mendengar perkataan pria berkemeja merah itu membuat ketiga temannya saling pandang dan bertukar senyum.

"Sori, Bro! Sepertinya kalimat itu sering kamu ucapkan juga!" Leo bertutur dengan menahan tawa.

"Aku serius kali ini, Leo!" tukasnya dengan ekspresi tegang.

"Lalu taruhan itu? Kamu yakin pesona Giethoorn terkalahkan dengan pesona Kinara?" Andre kembali mengingatkan. "Kalau nyerah, kamu tahu resikonya, kan?"

"Aku sangat paham! Aku mundur dari taruhan itu!"

"Ooh! Jadi perempuan itu kalian jadikan bahan taruhan?"  Sheila tiba-tiba muncul. Sontak semua menoleh ke arah suara. Mereka tidak menyangka perempuan yang namanya ada dalam obrolan mereka itu hadir tanpa mereka ketahui.

"Jelaskan padaku, Bastian! Apa hubungannya Giethoorn dan Kinara!" Wajah Sheila sinis, matanya menatap satu persatu rekannya. Perempuan itu meletakkan tas tangan lalu duduk bergabung dengan mereka.

Tidak ada satu pun yang bersuara. Hanya terlihat Bastian mengeratkan rahangnya.

"Nggak ada hubungan apa-apa antara keduanya!" jelasnya mencoba menguasai keadaan.

"Oh ya? Lalu soal taruhan itu ... bagaimana, Andre? Bukannya kamu yang menceritakan kepadaku kemarin?" tutur Sheila sinis.

Mendengar ucapan perempuan itu, Bastian menatap tajam dan penuh selidik pada Andre.

"Sori, Bastian! Aku pikir nggak seperti ini akhirnya," sesalnya.

"Ternyata kamu beneran buaya ya, Bastian! Aku pikir kamu serius deketin perempuan itu. Ternyata cuma ingin jalan ke Giethoorn? Poor, Bastian!" ejek Sheila sembari merapikan rambutnya. "Kamu mau tiket ke Belanda? Berapa orang? Sini aku belikan! Atau kamu mau berdua sama perempuan peliharaanmu itu?"

Bastian yang sejak tadi menahan amarah, tak urung tumpah juga mendengar ejekan Sheila.

"Tutup mulutmu, Sheila! Apa kamu memang terlahir tanpa memiliki sopan-santun!" hardiknya dengan tangan mengepal.

Tersenyum miring, Sheila berkata, "Jangan bicara soal sopan-santun jika kamu juga sama! Siapa di antara kita yang tidak punya sopan-santun? Aku yang kamu khianati, atau kamu yang membohongi ibu dan anaknya sekaligus? Hah!"

Jika saja ketiga rekan Bastian tidak melerai, pasti perdebatan itu akan semakin sengit.

"Sheila ... aku mohon. Ini bisa dibicarakan lagi nanti. Kamu dan Bastian bisa membicarakan hal ini berdua saja," saran Andre yang merasa bersalah karena membocorkan hal soal taruhan itu pada Sheila.

"Bastian, jangan kamu pikir bisa secepat itu bahagia!"  seru Sheila seraya bangkit dari duduk. Matanya terlihat kilat amarah yang teramat dalam.

"Selamat siang!" sambungnya lalu melangkah menjauh.

***

Kinara menekuri laptop di depannya, tapi jelas pikirannya bukan pada layar tujuh belas inci itu. Iabergeming. Sebagai perempuan tentu dirinya tersanjung dengan permohonan pria tampan itu.

Namun, dia juga paham siapa Bastian dan siapa dirinya, meski jika boleh jujur, dia pun mulai merasakan desir berbeda yang semakin kuat memenuhi hati.

Kinara merapikan rambut lalu menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Hati perempuan itu masih bertanya-tanya apakah perasaannya tidak salah, dan apakah Bastian tidak sedang mempermainkan dirinya?

Sambil bersandar di punggung kursi, ia memejamkan mata mencoba mengurai satu persatu peristiwa yang melibatkan Bastian di sana. Sosok tampan pujaan banyak wanita itu hampir selalu ada di saat dia membutuhkan perlindungan. Senyuman memikat, mata yang hangat menatap, bibir yang tak lelah meyakinkan perasaan padanya semua muncul di memorinya.

Mengingat itu seulas senyum tercetak di bibir Kinara.

"Melamun?" Satu suara yang tidak asing terdengar dari pintu membuat senyumnya memudar.

🍁🍁🍁

Kekira ... siapakah yang datang?

Seperti biasa, colek jika typo 😁

Terima kasih masih setia nungguin kisah ini, dukungan teman-teman jadi pemicu semangat akuhhh.

Peluk 🤗🤗💖

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top