Beautiful Disaster 1
Halo, Teman-teman ... aku bawa cerita baru, kali ini aku tergabung dalam projects bareng karospublisher ya. Nah untuk kisah ini insyaallah akan aku posting hingga selesai, tapi ... tentu dengan versi berbeda seperti novelnya karena untuk memuaskan pembaca, di novel harus lebih cetarr -meminjam istilah Mimin Karos 😁-
Yodah, cuss baca, jan lupa selipkan komentar ciamik dan taburan bawang goreng eh taburan bintang yaa, biar akuh semangaddd
Selamat membaca🤩
🍁🍁🍁
Bumi baru saja menghangat ketika seorang perempuan tergesa meninggalkan rumah. Sepatu kets putih, celana denim biru gelap dan kemeja biru muda dengan rambut panjang dikuncir kuda tanpa make up menggambarkan kepribadiannya. Mengendarai motor matic ia melaju ke sebuah tempat kerjanya. Sebuah penerbit majalah mode.
Sudah setahun ia bekerja sebagai asisten fotografer di sana. Meski bekerja dan bergaul dengan banyak model tak merubah penampilan Kinara. Ia tetap perempuan yang tidak pernah tersentuh make up dan fashion yang up to date. Meski begitu, kinerjanya dinilai sangat baik sehingga penampilannya tak dipertanyakan.
"Pagi Yulia! Eh Mas Fahry udah datang?" Ia terengah-engah ketika tiba di kantor.
"Udah, barusan, modelnya juga sudah datang! Kamu dari mana aja sih?" sahut perempuan yang mewarnai rambutnya pirang itu.
"Ban motor aku bocor, Yul."
Yulia hanya menyeringai mendengar jawaban Nara. Ia memberi isyarat agar perempuan itu segera ke ruang pemotretan.
"Pagi, Mas Fahry! Maaf aku telat sebab ...."
"Udah nggak apa-apa. Cepat kamu atur semuanya, sebagian lampu tadi sudah dipasang sama Bobi!"
"Siap, Mas!"
"Oh iya, Kinara! Kamu sudah cari spot yang bagus untuk kita lakukan pemotretan di luar ruangan, 'kan?" tanya Fahry satu dari dua fotografer di kantor itu.
"Sudah, Mas! Ada spot bagus nggak jauh dari sini!" tuturnya seraya mengatur lampu dan reflektor.
"Nggak jauh dari sini? Di mana?"
Senyum Kinara mengembang.
"Di taman ujung jalan itu, pohon tabebuya warna kuning sedang berguguran!" jelasnya antusias.
"Good, Kinara!"
Tak lama pekerjaannya selesai, beberapa model masuk ke ruangan untuk berpose. Ada tiga model hari itu, dua pria dan satu wanita. Satu dari pria itu sudah sangat dikenal. Kemampuan dan daya tariknya luar biasa. Selain memiliki semua kriteria yang diinginkan setiap wanita dia juga mempunyai bakat luar biasa.
Pria itu bernama Bastian. Pembawaannya yang hangat dan mudah bergaul membuat dia semakin populer. Bukan rahasia lagi Bastian sering berganti pacar. Terakhir dia baru saja menjalin hubungan dengan seorang selebritis.
"Nara! Seperti biasa kamu juga ambil spot terbaik menurut kamu ya!" perintah Fahry.
Perempuan itu mengangguk meraih kamera yang tergantung di lehernya dan mulai mencari titik terbaik yang tidak dibaca oleh Fahry.
Memotret model-model tampan sudah menjadi makanan kesehariannya, tapi sampai kini ia belum juga memiliki kekasih atau paling tidak ada salah satu pria yang dekat dengannya.
Bukan tanpa alasan hal itu terjadi, sebab Kinara bukan perempuan pesolek seperti teman-teman lainnya. Ia lebih suka seperti apa adanya, bahkan sekedar memoles lipstik di bibir saja terkadang luput dari ingatannya.
Sudah sering ia dinasihati oleh rekan-rekannya di kantor untuk mengubah penampilan, tapi lagi-lagi Kinara kembali pada habitnya. Polos tanpa make-up.
Perempuan semampai itu mengintip dari balik lensa kamera miliknya. Ia menyorot pria yang sedang digandrungi banyak kaum hawa itu. Mata tajam, alis tebal, hidung mancung dengan senyum memikat membuatnya seolah sejenak berada dalam dimensi lain. Tak biasanya ia kali ini benar-benar terperangkap dalam tatap mata Bastian.
Hampir saja kamera ditangannya terlepas saat Fahry menepuk bahu Kinara.
"Udah dapat angle bagus?"
"Belum, ini lagi nyari," jawabnya gugup.
Fahry mengangguk kemudian menitahkan agar cepat.
"Setelah ini kita ke taman yang kamu bilang tadi!" Pria berambut sebahu itu kembali ke tempatnya.
"Oke, Mas!"
Nara kembali ke kameranya, tanpa sengaja matanya menangkap mata Bastian yang tengah menatapnya. Pria itu menyungging senyum membuat Nara salah tingkah.
***
Kinara membawa tas besar berisi beberapa peralatan. Sigap perempuan itu memasukkan ke mobil. Kemudian ia kembali untuk mengambil tas besar miliknya dan beberapa catatan penting yang lain. Tergesa- gesa mengikuti langkah Fahry hingga menabrak Bastian yang berjalan berlawanan arah dengannya.
"Maaf! Nggak sengaja." Tanpa berani menatap ia mengambil kertas yang berhambur di lantai. Pria berpostur tinggi itu ikut membantu dengan terus menatap Nara yang terlihat salah tingkah.
"Lain kali jangan tergesa-gesa!" Bastian menyerahkan beberapa kertas ke tangannya.
"Terima kasih!"
"Tunggu!"
"Ada apa? Aku ditunggu Mas Fahry!"
"Aku juga! Bukannya kita punya tujuan yang sama?"
"Aku buru-buru!"
"Kamu yang namanya Kinara, 'kan?"
"Iya."
Bastian tersenyum mengulurkan tangan.
"Aku ...."
"Aku tahu kamu Bastian! Aku ke mobil duluan," pamitnya melangkah meninggalkan pria berkemeja abu-abu itu tanpa menyambut uluran tangannya.
Bastian mengulum senyum menatap punggung perempuan berambut panjang itu.
"Kenapa kamu, Tian?" Andre menepuk pundak rekannya.
Bastian memberi isyarat dengan dagu ke arah Nara yang baru saja meninggalkannya.
"Naksir sama dia? Kamu yakin?"
Pria itu terkekeh seraya mengedikkan bahu.
"Dia perempuan paling culun di tempat ini. Kamu tahu itu," papar Andre. "Kamu lihat kan betapa gemetarnya dia berhadapan denganmu tadi?"
"Culun dan kuper, tapi smart! Kata Mas Fahry dia selalu bisa menangkap spot menarik!" Bastian masih menatap lurus ke arah perempuan yang tengah sibuk di mobil.
"Lucu juga kalau kita buat dia taruhan!" usul Andre tertawa kecil.
Mendengar itu Bastian terbahak. Ia, Andre dan dua orang temannya yang lain sering bertaruh untuk mendapatkan seorang perempuan. Tentu dengan hadiah menggiurkan jika berhasil memenangkan taruhan itu. Setidaknya Bastian sudah dua kali menang dari tiga kali taruhan.
"Gimana? Aku serius! Nanti aku hubungi Mario juga Leo!"
"Atur aja! Kita lihat seberapa mahir aku mendekati perempuan!"
"Aku yakin kali ini kamu kesulitan, Bro!"
"Simpan keraguanmu, Andre!"
Bastian menepuk bahu pria berkaus cokelat itu kemudian mengayun langkah keluar.
🍁🍁
Kinara menatap layar tujuh belas inci di depannya. Sesekali ia melihat kalender kemudian mengetikkan sesuatu di sana. Oleh Fahry ia ditugaskan untuk memilih beberapa model untuk acara ulang tahun majalah mereka.
Sudah berulang kali nama Bastian selalu muncul di deretan model yang ia rekomendasikan. Namun, kali ini Kinara mencoret nama Bastian, karena menurutnya pria itu tidak pas dengan karakter dan tema yang akan dibawakan. Selain tentu saja karena nama Bastian kerapkali dihubungkan dengan beberapa selebriti perempuan.
Terakhir ia mendengar desas-desus yang mengatakan bahwa Bastian tengah dekat dengan salah satu putri komisaris besar salah satu stasiun televisi. Konon perempuan itu tengah hamil. Meski kebenarannya masih dipertanyakan, tapi ia merasa harus selektif memilih model. Karena Kinara tak ingin perusahaan tempat ia bekerja terkena imbas atas kelakuan Bastian.
Perempuan itu menarik napas dalam-dalam, seolah teringat sesuatu ia merogoh ponselnya. Ada file foto Bastian tersimpan di sana. Dengan sekali sentuh muncul foto pria itu. Tak dipungkirinya, Bastian memiliki wajah tampan dan tak perlu alasan bagi siapa saja yang mengaguminya termasuk Kinara.
Foto Bastian itu dia ambil saat Fahry memintanya mengambil dari sudut pandang dirinya. Bibir Nara membentuk pisang mengingat tatapan pria itu saat ia tak sengaja menabraknya tempo hari.
"Ngelamun, Nara?" Suara ibunya membuat ia buru-buru meletakkan ponsel.
"Nggak, Bu. Cuma lagi mikir lokasi yang cakep buat foto berikutnya."
Perempuan bertahi lalat di dagu itu tersenyum seraya menyodorkan vitamin padanya.
"Makasih, Bu."
"Kinara, maafkan Ibu, tapi sepertinya kita harus pindah dari rumah ini segera, Nak."
Mata Nara membulat. Ia mengernyitkan dahi meminta jawaban dari sang ibu. Sejak perceraian kedua orang tuanya saat ia masih bersekolah di tingkat menengah pertama, kemudian sang ayah menikah dengan perempuan teman sekolahnya semenjak itu kehidupan Nara dan Hanifa --- ibunya berubah. Mereka harus banting tulang membayar sewa rumah yang seharusnya cuma-cuma mereka tinggali.
"Rumah ini bukan rumah kita, Nara. Rumah ini rumah ayahmu dan ...."
"Perempuan tak tahu diri itu, Bu?"
"Nara! Jaga lisanmu! Walau bagaimanapun dia tetap ayahmu!"
Kinara mendengkus. Ia heran dengan ibunya, meski disakiti oleh ayah tak pernah perempuan itu bertutur buruk tentang pria yang menyebabkan dia terlahir di dunia ini.
"Bu, Ibu juga punya hak dengan rumah ini."
"Anak ayahmu banyak, Nara! Sampai kapan kamu bisa belajar ikhlas?"
Kinara memejamkan mata menahan bulir bening yang berdesakan meminta keluar. Bertahun-tahun ia bertahan menahan diri untuk mengikuti keinginan ibunya agar bersabar, beribu purnama ia hanya bisa diam saat melihat ibunya menangis manakala menatap foto pernikahannya dengan sang ayah yang harus kandas.
Nara teringat bagaimana sang ayah sakit hingga harus pergi menghadap ilahi. Ibunyalah yang merawat ayah di rumah sakit, sedangkan sang istri muda tidak pernah mau merawat suaminya, pun demikian dengan ketiga anaknya.
Mengingat itu, Kinara merasa sudah sampai pada pucuk kesabaran.
''Baik, Bu. Kita pindahan besok!"
"Kamu ada uang, Nak?"
"Ibu jangan khawatir soal itu!"
Kinara mengepalkan tangannya menatap kosong dinding kamar seolah merencanakan sesuatu.
***
Hallo, Readers ... gimana untuk part satu ini? Suka gak?
Btw ini adalah kerja bareng penulis karospublisher ada banyak penulis beken ikutan di project ini. Mau tahu siapa aja mereka? Kepoin akun karospublisher ada banyak spoiler cerita untuk project ini di sana
Eh balik lagi ke aku, kalau suka kisah ini boleh kasi komen dan bintangnya yaa, thank you 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top