Bab 8: Masalah Hidup Darren.

Rambut sewarna perak terlihat berkilauan di bawah terpaan lampu gantung. Darren berdiri membelakangi Colette yang menatapnya dengan sepasang mata bulat sewarna amber. Ia melirik Colette sejenak, melihat bagaimana keadaan gadis kecil yang diadopsi oleh istrinya itu.

Rok gadis itu basah dan kotor, selayaknya sehabis bermain lumpur. Pas sekali, si nona kecil sedang berdiri diatas tumpukan gaun dan pakaian dalam kotor, yang tampaknya milik anak bungsu Viscount Illian.

Gadis nakal, mirip ibunya, batin Darren dalam hati.

"Papa," panggil Colette yang entah mengapa membuat dada Darren berdesir halus.

Pupil pria itu membesar sesaat lalu kembali mengecil. Ia langsung melempar wajahnya kedepan, berhadapan langsung dengan sosok gadis yang mencoba melecehkan putri angkatnya. Daisy berdiri dihadapannya dengan riasan hancur dan wajah pucat pasi. Hal itu membuat Darren mati-matian menahan tawa yang ia sembunyikan dibalik wajah arogannya.

Ia menyesal tidak membawa pelukis untuk mengabadikan wajah gadis ini dan disebarkan ke seluruh kekaisaran. Sekalian membuat malu Viscount Illian yang merupakan keluarga jauh ayahnya, yang terus berupaya mengambil tahta grand duke dengan berbagai cara. Salah satu upayanya adalah menjodohkannya dengan Daisy, namun ia tolak.

Bukan hanya Daisy yang ia tolak, ada beberapa gadis yang ia tolak, salah satunya Kupu-Kupu Kekaisaran saat ini, Lady Penelope dari Escard dan Lady Helda dari Ovial. Mereka semua sebenarnya gadis baik-baik, tetapi Darren harus mencari istri yang bisa mengimbangi sifat absurd-nya.

Penelope dari kacamatanya adalah gadis yang anggun dan menjunjung tinggi tata krama, berjongkok bahkan dia enggan. Darren tidak bisa menikahi gadis semacam itu, terlalu kaku dan egonya terlalu tinggi. Menyandang gelar satu tingkat lebih rendah dibawah gelar permaisuri akan membuat gadis itu lupa kulitnya. Penelope akan mengagung-agungkan dirinya sebagai yang tercantik dan terkasihi sepanjang masa. Bisa saja gadis itu melengserkan Darren melalui pendukungnya. So, big no.

Helda sebenarnya tidak buruk, dia teman baik Darren sejak di akademi. Keduanya selalu latih tanding dan nongkrong bersama dengan anak laki-laki lain, sehingga membuat Helda terlihat seperti lelaki dimatanya. Jujur Darren tidak bisa membayangkan, jika dirinya menikahi Helda. Gadis itu tidak baik— bukan berarti jahat! Jika dikategorikan baik, dia masih termasuk baik— tetapi sifatnya tidak mencerminkan kebaikan.

Helda itu ... sinting, lebih freak dari Darren sendiri. Karena itu Darren ogah punya istri seperti itu, mana mau dia punya istri yang lebih gila dari dirinya. Ia yakin, Helda sendiri pun akan jijik jika harus bersanding dengan dirinya. Lagipula, daripada menyandang gelar grand duchess ataupun permaisuri, Helda lebih cocok menjadi panglima perang.

Karena kegilaan Helda pada pertempuran lebih mengerikan daripada Permaisuri Mathilda itu sendiri. Saking gilanya, bibinya itu sampai melakukan segala cara untuk mendepak Helda dari istananya. Ia yakin, tak lama lagi akan ada kabar tersiar bahwa putri kedua Grand Duke Walter akan tersisihkan dari kontes pemilihan Reigne.

Yang terakhir, Daisy. Gadis pendek berambut kelasi dihadapannya ini sama sekali tidak setara dengannya. Dia terlalu ... bodoh dan terlalu mirip pamannya. Setelah tahu lamaran putrinya ditolak, tidak hanya dari pihak Darren, namun seluruh bangsawan di Stockholm juga ikut menolak. Viscount tidak kehabisan cara dan mengirimkan putrinya sebagai pelayan di kediaman ini, dengan harapan putrinya bisa menggoda Darren dan memiliki anak dengan Daisy.

Namun, gadis itu sama sekali tidak pintar, seolah-olah otaknya hanya dijadikan pajangan didalam kepala cantik gadis itu. Yang Daisy lakukan hanya menunggu, menunggu Darren jatuh cinta dalam pandangan pertama saat melihat wajahnya— wajahnya yang pas-pasan. Seperti kisah-kisah di novel romansa, dimana pria kaya jatuh hati pada gadis berdarah rendahan dan mencampakkan pasangan mereka yang setara. Darren tidak sebodoh itu menikahi pelayan kediamannya sendiri, apalagi membuka akses Viscount yang bangkrut itu untuk memonopoli daerah kekuasaannya.

Pada akhirnya, ia menikah dengan Beatrice. Seorang lady dari kalangan bangsawan menengah yang begitu disegani oleh rakyat Stockholm. Awalnya, Darren tidak mengkehendaki Beatrice sebagai pendampingnya. Baginya, Beatrice terlalu lembut dan mudah ditindas, belum lagi gadis itu kandidat saintess yang dipastikan harus tetap suci dan perawan hingga akhir hayat.

Tetapi karena desakan pamannya— kaisar itu sendiri. Mau tak mau ia harus menikahi Beatrice daripada gadis lain. Ia tak bisa menahan kesal setiap kali teringat perkataan pamannya yang menyebalkan. Grand Duke terdahulu tidak ikut campur karena sudah angkat tangan dengan nasib anaknya sendiri.

*****

"Gadis itu dari keluarga terpandang, ayahnya mempunyai wilayah sendiri dan menjabat sebagai Komandan Pasukan Elit Kekaisaran. Seharusnya mereka memiliki gelar Marquess bukan Viscount! Kau lihat betapa baik Viscount Calliford menolak gelar itu dengan mengatasnamakan berbakti kepada negeri ini!"

"Hah, dia hanya menjilatmu, dasar paman bodoh," ujar Darren sambil makan keripik kentang yang ia peluk toplesnya.

Kaisar menggeram dongkol dan ayahnya memalingkan wajah kearah lain, pura-pura tidak kenal dengan Darren. Kasta dan gelar seseorang tidak mempan bagi Darren, akhirnya sang kaisar menyinggung topik lain.

"Gadis itu kandidat Saintess! Dia hidup dalam kesucian tanpa menyentuh laki-laki. Lady Beatrice tidak akan mengkhianatimu!"

"Justru karena dia tidak pernah menyentuh lelaki, dia akan kelonjotan saat melihat lelaki lain," sanggah Darren lagi dengan wajah santai.

Hampir saja kaisar memanggil algojo untuk memenggal kepala Darren, saking kesalnya dengan anak itu. Kaisar akhirnya menyinggung topik lain yang sangat intim, karena Darren terus-menerus menyanggah keputusannya.

"Lady Beatrice memiliki rambut semerah permata delima dan bibir semekar mawar— Dia cantik dan bahenol!" seru Kaisar kesal karena wajah Darren yang tetap datar. "Sungguh nikmat mana lagi yang kau dustakan, Darren! Dasar anak tolol!"

Sambil mengunyah keripik kentangnya, Darren kembali menjawab dengan santai, membuat kaisar kembali naik pitam dan sang ayah enggan mengakuinya sebagai anak, "Banyak gadis cantik dan bahenol disekitarku, tetapi otaknya kopong."

"Kau!" Kaisar menunjuk wajah keponakannya yang sama sekali tidak tampan baginya. "PEN—"

Ayah Darren langsung menahan mulut sahabat karibnya dengan tangan. Sebelum selusin pengawal datang dan membawa putra semata wayangnya ke penjara bawah tanah. Jika hal itu terjadi, harus ia berikan pada siapa gelarnya, pada adiknya yang bodoh itu? Beuhh, tentu saja tidak.

"Sudahlah, Rowan, mungkin dia gay," ujar Louise malas.

Pria berambut hitam klimis itu menatap putra semata wayangnya datar. Manik sewarna emas pria itu menganalisis putranya sendiri yang enggan dia anggap anak. Sungguh, darimana asal sifat nyeleneh bocah ini, pikir Louise tanpa sadar bahwa sifat itu berasal darinya.

"Darren," panggil pria berkepala lima itu berat, berhasil menarik atensi Darren yang kini meletakkan toples keripik kentangnya keatas meja.

"Nikahi gadis itu atau kehilangan tahtamu sendiri." Louise mengeluarkan ancaman pertama.

Darren diam, menatap sang ayah dengan tatapan datar. "Baguslah," jawab Darren yang menyebabkan uban sang ayah semakin banyak, sekaligus membuat rambut Kaisar yang telah putih, menjadi transparan. "Dengan begitu aku tidak perlu repot-repot lagi mendengarkan keluhan rakyat yang terus menginginkan banyak hal atau membantu perang di perbatasan. Berikan saja gelar ini pada adik tercintamu, Ayahanda."

Jawaban yang sungguh-sungguh membuat Louise dan Kaisar Rowan ingin memasukkan Darren ke dalam karung, lalu melemparkannya ke tengah samudra lepas. Dengan harapan karung itu dimakan hiu putih, serta dijatuhkannya seorang anak lelaki baik hati dan tidak sombong dari langit untuk menggantikan posisi Darren.

Siapapun, tolong pukul kepala tuan muda ini agar otaknya kembali lurus, tidak miring. Grand duke terdahulu menghela nafas lelah lalu tersenyum tenang, yang entah mengapa membuat Darren merasa tidak tenang.

"Baiklah, ayah mengerti," ujarnya yang membuat Kaisar Rowan bingung dan Darren mulai ketakutan.

Teror apalagi yang ingin dia lakukan? tanya Darren dalam hati.

"Sepertinya ayah terlalu memaksakan kehendak ayah padamu dengan mengajukan gadis yang tak kamu kenal sebagai istrimu." Darren mulai tahu kemana topik pembicaraan ini mengarah. "Ayah akan mengirimkan lamaran ke kediaman Duke Walter. Kamu dan Helda dekat, bukan? Kalian pasti akan menjadi pasangan yang akur."

Sekelebat ingatan tentang ekspresi Helda yang tersenyum senang saat meninju wajahnya, hingga membuat Darren terpaksa mengenakan plaster di hidung selama tiga minggu, membuat wajah pemuda itu pucat pasi. Pasangan yang akur apanya?! Darren bahkan tak yakin akan hidup setelah malam pertama!

Berbanding terbalik dengan Darren yang pucat, Kaisar Rowan lantas senang. Akhirnya ada sesuatu yang membuat keponakannya takut!

Kaisar Rowan menganggukkan kepala 45, setuju atas usulan saudara iparnya. "Benar juga! Kemampuan berkuda dan seni pedang Lady Helda sangat bagus, dia setara denganmu, Darren," ujarnya memanas-manasi. "Kalian akan jadi pasangan yang kuat dan serasi. Aku setu—"

"TIDAK!!!" teriak Darren sampai bangkit dari duduknya.

Suara gaduh tapak kaki prajurit juga terdengar diluar sana, namun tidak ada yang masuk karena takut melanggar perintah kaisar. Perintah kaisar adalah mutlak, dan sebelum kaisar menyetujui pernikahannya dengan Helda, dia harus memotong ucapannya lebih dulu.

"Akan kunikahi gadis bernama Beatrice itu!"

*****

Darren tanpa sadar mendecih lalu melepaskan tangan Daisy yang sedari tadi ia genggam dengan kuat. Sontak, gadis itu langsung mundur beberapa langkah sambil memegangi tangannya. Manik berwarna oranye gadis itu berkilat senang sekaligus takut melihat keberadaan Darren didepannya. Daisy sungguh berharap, kali ini Darren akan jatuh cinta saat melihat wajahnya.

Darren sendiri masih disibukkan dengan ingatan sehari sebelum ia melamar Beatrice. Setelah menikahi Beatrice, benar tebakannya bahwa gadis itu terlalu lembut dan mudah ditindas, namun kinerjanya sangat baik. Ia juga gadis yang penurut dan mudah dikendalikan dalam keadaan apapun. Entah pemikiran apa yang orang tua gadis itu tanamkan pada otaknya, hingga dia bisa menurut seperti itu.

Tetapi, dibalik sifat lemah lembut dan menye-menye Beatrice, ada sesuatu didalam diri gadis itu yang terasa sangat aneh. Terkadang Beatrice terlihat berpura-pura menjadi lemah gemulai, menutupi sesuatu didalam dirinya. Dan sejak awal, Darren mencoba mengorek isi terdalam dari diri Beatrice.

Namun setiap kali Darren mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Beatrice. Wanita itu akan membangun tembok tinggi diantara mereka, dan membuat hubungan mendingin. Seolah-olah, Beatrice terlatih untuk menyembunyikan informasi tentang dirinya sendiri.

Dan akhir-akhir ini, gadis itu mulai berubah. Apa dia mulai menunjukkan jati dirinya?

"Yang Mulia."

Panggilan gadis didepannya membuat pikirannya tentang Beatrice buyar. Ia menatap gadis pendek tersebut dengan tatapan datar. Daisy dihadapannya terlihat menyayukan tatapannya sambil melihat kearah belakang tubuh Darren. Darren mengikuti arah pandang gadis itu ternyata, ia melihat Colette yang tengah menatap ayah angkatnya dengan tatapan polos.

"Yang Mulia, anak itu melecehkan saya," ujar Daisy dengan suara bergetar, seolah-olah terkena musibah yang mengerikan.

"Terus? Apa peduliku?" tanya Darren santai lalu meraih tubuh mungil Colette dan menggendongnya sebelah tangan.

Daisy terdiam, menelan semua kata-kata yang akan ia ucapkan untuk menyudutkan Colette. Apalagi ketika melihat sang pujaan hati mengusap kepala gadis kecil itu lembut dan penuh kasih sayang. "T-tapi dia ... dia ..."

Darren memandang muak Daisy, membuat gadis itu semakin terpaku. Ia kemudian memandang sekeliling yang saat ini telah dikerumuni oleh para pekerja yang penasaran, lalu pandangannya jatuh pada dua orang pelayan yang berdiri dibelakang Daisy sambil menundukkan kepala dalam.

"Kamu!" Telunjuknya mengarah pada gadis berambut hijau pucat, yaitu Lea. "Apa yang terjadi disini?"

Lea melirik teman disampingnya lalu melihat kearah Daisy takut-takut. Tatapan Daisy terlihat tajam, namun tatapan dingin Darren lebih mengerikan. Dirinya bukan bangsawan, ia hanyalah anak rakyat jelata dari kalangan menengah. Mencari masalah dengan Daisy, tentu akan membuatnya terlibat masalah. Tetapi terlibat masalah dengan Grand Duke Darren lebih mengerikan, karena kemungkinan paling besar ia bisa dihukum gantung. Dan Lea belum siap mati.

"Mo-mohon ijin saya, Yang Mulia, Lady Daisy menyuruh Nona Co-colette untuk mencuci pakaiannya. Te-tetapi, Nona Colette menolak dan menginjak-injak pakaian kotor itu lalu melempar beberapa pakaian ke wajah Lady Daisy. Lady Daisy marah lalu hendak menampar Nona, namun dihalangi oleh Yang Mulia," jelas Lea.

"Kamu yakin dia hanya melakukan itu?" tanya Darren penuh intimidasi. "Tidak ada yang lain?"

Lea semakin tergugu, gadis disamping juga begitu. Daisy yang jadi tersangka tengah menahan diri untuk tidak menjambak kedua temannya.

"Jika ada yang kalian tutup-tutupi, aku tidak akan segan-segan memanggil ksatria dan menginterogasi kalian," tambah Darren yang membuat seisi lorong ngilu.

"Daisy dengan kurang ajarnya memanggil Madam Olivier dengan sebutan gadungan, Yang Mulia," sahut pelayan yang tadi mendorong Lea, ikut memojokkan Daisy.

"Kau!?" Daisy menunjuk wajah gadis itu sambil berteriak kasar. "Ovie juga memanggil Madam hanya menggunakan nama depan, Yang Mulia!"

"A-aku tidak!"

"Kau melakukannya!!!"

Daisy langsung menyerang Ovie dan menjambak rambut gadis itu. Sementara Ovie terus menendang putri bungsu Earl Illian itu sambil mempertahankan rambutnya. Darren berdecak kesal melihat kedua gadis itu bertengkar dihadapannya. Tangannya spontan menutup mata Colette yang ikut memperhatikan dua pelayan itu berkelahi.

"Bukan tontonan untuk anak kecil," ujarnya saat Colette mencoba melepaskan tangan besar sang ayah dari matanya.

"Lebih baik kita bersihkan dirimu," setelah mengatakan hal itu, Darren langsung berbalik badan dan berjalan kearah Connor yang baru tiba. Gadis kecil itu mencebikkan bibir tak suka, namun tetap diam.

"Connor."

Pria berkacamata bulat sebelah itu langsung menegapkan tubuhnya setelah terengah-engah berlari dari dapur ke lorong tengah. Saat pertama kali sampai di TKP, ingin rasanya Connor pingsan melihat tumpukan baju kotor diatas lantai dan dua gadis pelayan yang berbaku hantam.

Apa yang sebenarnya terjadi?!! Kenapa tidak ada hal yang normal di kediaman ini, Ya, Tuhanku! Connor hanya bisa menjerit dalam hati.

"Bereskan semua kekacauan ini dan seret kedua gadis itu ke penjara, keduanya telah mencoreng nama baikku. Dan setelah ini, aku tidak ingin dua onggok manusia itu masih menjejakkan kaki di kediaman ini, mengerti?" tekan Darren yang hanya bisa dijawab dengan anggukkan kepala oleh Connor.

"Saya mengerti, Yang Mulia," ujarnya sambil membungkukkan badan.

"Bagus." Darren menunjuk tiga pelayan perempuan secara acak. "Kalian bertiga ikut aku, kita harus membersihkan gadis nakal satu ini."

Colette hanya mencebikkan bibir kesal saat dikatai nakal. Dia hanya membalas perbuatan para pelayan itu, kenapa titel nakal harus menempel pada namanya?! Ini tidak adil!

Senyum lebar terbit di bibir Darren ketika melihat perubahan ekspresi Colette yang tampak imut dimatanya. "Kamu mirip dengan mamamu."

*****

Hay gengs!

Pagi-pagi disuguhi drama netral 👁👄👁 Bdw, Orca harap kalian tetap sabar menunggu Snow sama Scar ya, soalnya Orca lagi lancar mikirin plot cerita ini.

Bonus:

Dedek Colette🥰

Minggu, 21 Agustus 2022

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top