Bab 4: Belanja Ala Istri Sultan.

Bacanya sambil dengerin lagu diatas biar dapat vibe-nya.

Selamat membaca dan jangan lupa vote ya!

****

Semburat oranye mulai nampak dibagian timur, menandakan siang mulai berganti menjadi sore. Burung pipit bersiul, berterbangan menghiasi langit senja yang berwarna biru dengan gradasi oranye. Waktu yang pas untuk berbelanja, dimana hari tidak terlalu panas dan belum gelap.

Toko-toko dan pedagang dipinggir jalan terlihat masih buka walaupun langit telah menunjukkan semburat oranyenya. Para pedagang makanan ringan dan buah berteriak mempromosikan dagangan mereka dengan suara yang keras. Orang-orang  berlalu lalang, terlihat berbincang satu sama lain sesekali tertawa. Anak-anak kecil berlarian dengan tawa dan senyum bahagia diwajah mereka. Bahkan terlihat sepasang pemuda dan pemudi yang tengah memadu kasih sambil berjalan bergandengan tangan, cukup mengundang pandangan iri para pemuda lain yang masih single.

Sebuah kereta kuda berhenti tepat didepan sebuah toko kain yang bernama "Mad'Elle". Kereta kuda itu tergolong mewah untuk kereta kuda biasa, bahkan ditarik menggunakan sepasang kuda berbulu putih seperti salju. Tak lupa terdapat lima ksatria yang mengawal kereta tersebut. Menandakan pemiliknya merupakan seorang bangsawan.

Namun yang menarik perhatian orang-orang bukanlah status pemilik kereta tersebut, melainkan emblem yang tertempel pada pintu kereta itu. Emblem yang terbuat dari besi itu memiliki ukiran berbentuk palu moljhir yang terlilit sulur berduri berwarna hitam, dihiasi dengan bunga mawar merah dibeberapa bagian sulurnya. Corak tersebut merupakan lambang milik Grand Duke of Stockholm, pemimpin di ibukota yang masih memiliki tali persaudaraan dengan kaisar.

Suasana hangat diibukota terhenti sejenak. Anak-anak berhenti bermain, langsung melihat kearah kereta kuda dengan tatapan polos mereka. Ibu-ibu dan para gadis terlihat berbisik-bisik, memulai pergelutan gosip para wanita. Sementara para pria muda terlihat memandang kagum kepada para ksatria yang tengah memakai zirah besi dengan emblem palu mawar terpaut didada mereka. Orang-orang bertanya, siapakah yang berada didalam kereta itu? Apakah Grand Duke Darren atau Earl Ducan?

Seorang gadis bersurai merah layaknya batu delima keluar dari kereta tersebut. Wanita itu mengenakan gaun berwarna ungu gelap yang tidak terlalu mengembang namun masih terlihat elegan. Dikepalanya terdapat topi bonnet berwarna ungu muda yang menyempurnakan penampilannya.

Beatrice turun dari kereta kuda itu sambil berpegangan pada seseorang ksatria. Manik rubi itu melihat ke segala arah setelah berhasil turun. Semua pandangan kali ini tertuju padanya, ia hanya menampakkan wajah datar nan dingin. Bisikan mulai mengudara yang berasal dari sekumpulan ibu-ibu atau wanita muda.

Beatrice berjalan dengan anggun postur tubuh yang tegap. Dibelakangnya terdapat tiga pelayan perempuan yang mengekorinya. Para pelayan itu membuat barisan horizontal dibelakang Beatrice.

Terlihat seorang wanita muda berambut cokelat keluar dari toko itu dengan tergopoh-gopoh. Dibelakang wanita itu terdapat beberapa pelayan yang mengikutinya. Wanita membenarkan gaunnya sebelum akhirnya berjalan dengan anggun mendekati Beatrice yang berdiri didepan tokonya.

Wanita itu menarik kedua ujung gaunnya yang mengembang dan dipenuhi renda diikuti dengan membungkukkan badan. "Segala keagungan untuk Yang Mulia Grand Duchess of Stockholm," ujarnya sopan.

"Terima kasih atas sambutannya, Baroness Innessa," ujar Beatrice tegas.

Raut Baroness Ella terlihat terkejut. Ia tiba-tiba gelagapan. "Te-tentu saja, Madam."

Toko kain tersebut berada dibawah tanggungan Baroness Ella Innessa. Ella dulunya seorang gadis dari rakyat jelata yang mendapatkan sponsor dari Permaisuri Mathilda untuk bersekolah di akademi.

Ia adalah gadis yang cerdas dan ambisius, dengan kecerdasannya ia berhasil menemukan bahan baku baru untuk pewarna tekstil dan mendapatkan gelar baroness. Dan akhirnya mendirikan perusahaan dan toko kain "Mad'Elle" yang memiliki banyak cabang diberbagai wilayah, yang mana tokonya berpusat di Stockholm, ibukota Kekaisaran Orizon.

Wanita itu seorang wanita muda kaya raya dengan karir yang cemerlang. Bukan hanya karir yang bagus, Ella juga memiliki wajah yang terbilang cantik. Terlebih lagi ia masih single, sehingga banyak pria dari berbagai kalangan mencoba mendekatinya. Untuk sekarang ia terlihat dekat dengan Earl muda dari wilayah Dukedom Rottwalls.

"Kalau boleh tahu, ada keperluan apa Madam kemari?" ujarnya penuh kehati-hatian mengingat sifat wanita itu terlihat berbeda dari rumor yang sering beredar.

Manik merah sang Grand Duchess terlihat memindai gedung toko tersebut. Bangunan bercat putih gading dengan tulisan "Mad'Elle" berwarna emas terpampang dijendela toko tersebut. Cukup antik dan estetis jika gedung ini masih bertahan didimensinya.

"Saya kemari untuk membeli kain, Baroness. Tidak mungkin saya kemari untuk membeli kue, bukan?" Beatrice berujar sinis.

Baroness Ella berubah gugup, "A-ah tentu saja, maaf atas pertanyaan bodoh saya, Madam. Mari saya antar kedalam."

"Tentu, Baroness."

*****

Saat memasuki toko tersebut, mata langsung disuguhi dengan ruangan berwarna cokelat susu dengan sentuhan warna putih. Lemari dengan model terbuka berjeret memenuhi ruangan tersebut. Dilemari tersebut terpampang berbagai macam warna dan jenis kain. Mulai dari linen, drill, polyester, tulle dan katun berkualitas rendah. Ah .. Beatrice tersadar, lantai satu ini dikhususkan untuk pembeli dari rakyat jelata. Semua kain disini berkualitas rendah yang biasanya hanya digunakan untuk pakaian para rakyat kelas bawah.

Beatrice dapat melihat beberapa wanita keluar dari toko itu, seolah-olah baru diusir paksa. Apa toko tersebut baru saja dikosongkan, hanya khusus untuk Beatrice? Baroness Ella benar-benar pintar dalam mengambil hati para bangsawan tinggi. Hal itu membuat Beatrice terkekeh pelan dan berakhir didengar oleh Baroness Ella.

Wanita bersurai cokelat itu menghentikan jalannnya. "Apa ada yang salah, Madam?" tanyanya sopan.

Beatrice memijit pangkal hidungnya sembari menggeleng. Ia berjalan kearah sebuah sofa kotak-kotak yang ada diruangan tersebut lalu mendudukinya. Baroness Ella terlihat kelabakan melihat sang grand duchess telah mendudukkan diri diatas sofa yang biasanya hanya diduduki oleh para rakyat kalangan menengah.

"Ma-madam, ruangan Madam ada dilantai atas," cicit Baroness Ella kikuk.

"Huh?"

Dengusan Beatrice baru saja membuat Baroness Ella semakin pucat. Demi Tuhan, siapapun itu yang berkata Grand Duchess Olivier adalah sosok yang lemah lembut dan penuh kasih adalah seorang pembohong besar! Lemah lembut dan penuh kasih apanya?! Yang ada malah membuatnya terkena tremor dini.

Wanita bersurai merah yang disanggul itu duduk menyilangkan kakinya dengan angkuh. Sebelah tangannya menahan kepala sembari bertumpu pada lengan sofa. "Aku mau disini, apa itu masalah, Baroness?" tanyanya sinis.

Baroness Ella menggeleng. Ia tersenyum formal, "tidak, Madam. Hanya saja semua kain berkualitas tinggi berada dilantai atas." Ia mencoba memberi pengertian.

Karena memang pada dasarnya Beatrice seseorang yang berkepala batu, ia hanya menganggap perkataan Baroness Ella bagai angin lalu. "Lalu? Bawa saja kain-kain itu kemari, aku sedang malas menaiki tangga."

Gadis bersurai cokelat itu menghela nafas sejenak sebelum akhirnya mengangguk sopan. "Baik, Madam. Akan saya lakukan sesuai perintah Anda." Dalam hati ia tengah mendumel terhadap sifat sang grand duchess yang lumayan menyebalkan. Astaga, rumor-rumor itu benar-benar omong kosong!

*****

Dihadapan Beatrice kini tersaji sebuah secangkir teh kamomil yang terlihat masih mengepul. Terdapat juga dua rak kue yang terdiri dari berbagai macam biskuit dan manisan beraneka warna. Ia menyesap teh tersebut dengan gerakan anggun lalu mengambil biskuit bertabur kepingan coklat dan memakannya.

Pelayan toko terlihat berlalu lalang membawa berbagai macam gulungan kain. Sementara itu, Baroness Ella tengah menginstruksikan para pelayan itu agar dimana mereka meletakkan kain-kain tersebut. Beatrice hanya memperhatikan sembari mengunyah biskuit yang diambilnya.

Dari jauh pun, ia bisa melihat semua kain-kain itu memiliki kualitas tinggi. Dalam hati, ia menangis haru sebagai Tris karena sekarang dapat menyentuh kain berkualitas sultan tersebut bahkan membelinya. Dikehidupan lalu ia hanya bisa membuat baju dari kain linen atau polyester yang dijual diemperan. Keadaan ekonominya dimasa lalu benar-benar menyedihkan sehingga hanya bisa membeli kain berkualitas rendah. Sekarang dirinya bisa bersyukur karena telah diberi kehidupan yang lebih baik, bahkan sangat baik.

Oh iya, kira-kira apa yang terjadi pada tubuhnya yang ada didunia lain. Seingatnya dia hanya tertidur karena kelelahan lalu terbangun ditubuh Beatrice. Apakah ia mati? Atau malah ini hanya sekedar mimpi belaka saja? Tidak! Ia tidak mau meninggalkan tubuh ini!

Tenanglah, Tris, ini bukan mimpi, pasti bukan, ujarnya dalam hati.

"Anda bisa melihat-lihat sekarang, Madam."

Suara Baroness Ella berhasil mengembalikan kesadarannya. Beatrice bangkit dari sofa, berjalan kearah kain yang telah dijejerkan rapi dihadapannya. Tangannya meraih sehelai kain sutra berwarna putih. Kain itu bertekstur lembut tebal, memiliki bahan yang menyerap keringat dan pastinya mahal. Sekali lagi, Tris menangis dalam hati karena berhasil menyentuh sutra mahal tersebut.

"Sutra tersebut terbuat dari benang yang berasal dari air liur ulat murbei yang ada di pegunungan Climinton, Kerajaan Elixia. Sutra ini berkualitas tinggi dan memiliki tekstur lembut serta menyerap keringat. Bahan yang cocok jika Anda hendak membuat pakaian untuk musim panas." Kepala Beatrice termangut-mangut mendengarkan penjelasan Baroness Ella.

"Satu gulungnya dipaut dengan harga 10 juta aerum." Seketika saja Beatrice ingin memuntahkan kembali makan siangnya. Hell! Sebuah gulungan kain seharga dengan satu buah tas D*or!

Mata uang dinegara ini disebut dengan Aerum, dengan nominal yang tidak beda jauh dengan rupiah. 100 koin aerum = 100 koin rupiah, 10.000 aerum = 10.000 rupiah. Sama saja dengan mata uang dikehidupan lama Tris.

"Sedangkan yang ini adalah kain wol yang terbuat dari bulu domba yang hidup didaerah utara. Domba didaerah utara hidup dengan bebas dan tidak bisa diternakkan. Keberadaan mereka juga cukup langka karena sering menjadi santapan para predator, ditambah mereka tidak bisa dipelihara. Kain ini memiliki tekstur yang lembut dan tebal, sangat cocok untuk membuat mantel atau gaun hangat dimusim dingin. Segulung kain ini dibandrol dengan harga 12 juta aerum," jelas sang baroness sembari menunjukkan sebuah

Sisi kemiskinan Tris langsung memuntahkan sebuah pelangi. Bahkan dimasa lalu ia hanya membeli kain yang seharga puluhan ribu. Tentu saja kain berkualitas rendah, syukur-syukur jika ia bisa membeli segulung kain dengan kualitas menengah dulu. Bahkan gulungan kain itu sangat ia sayang-sayang dan berakhir menjadi pajangan saking sayangnya.

Beatrice sangat ingin membungkus semua kain itu, namun ia memikirkan apa uang yang dibawanya cukup atau tidak. Eh, tunggu dulu! Dia seorang Grand Duchess, pendamping sang Grand Duke terkaya di Kekaisaran ini. Uang suami adalah uang istri, dia kaya raya! Belum lagi ditambah dengan tabungan yang dibawanya dari viscounty.

Tangan wanita itu membuka kipasnya dengan gaya angkuh, "Bungkus semuanya lalu kirimkan ke grand duchy Stockholm!" ucapnya memerintah.

Seisi ruangan itu terlihat terkejut mendengar perintah sang Grand Duchess. Dalam hati mereka mempertanyakan apa yang hendak Beatrice perbuat pada kain-kain ini? Apa dia hendak memberikannya sebagai selimut kepada para tunawisma yang hidup dijalanan? Baroness Ella menangis darah saat memikirkan kemungkinan itu.

Karya-karya berhargaku! batin sang baroness nelangsa.

Setelah Beatrice menyuruh salah satu pelayannya untuk membayar. Ia segera keluar dari toko tersebut. Sementara Baroness Ella menangisi kain-kain terbaiknya dalam hati. Mengira bahwa kain-kain tersebut akan dibagikan kepada para rakyat jelata.

Gadis bersurai merah itu terdiam didepan keretanya, membuat ksatria yang sudah bersiap didepan pintu menunggu. Matanya melirik jalan yang terlihat lenggang, kemudian mendongak melihat langit yang mulai sedikit menggelap. Waktu yang pas untuk jalan-jalan, pikir Beatrice.

Dikehidupannya yang dulu, setiap sore, Tris selalu jogging di Taman Makam Pahlawan yang tak jauh dari kontrakkannya. Berlari mengitari lintasan taman sebanyak dua putaran untuk tetap menjaga kesehatan tubuhnya. Terkadang jika ada anak-anak yang bermain badminton, ia akan duduk diatas rumput sembari melihat anak-anak bermain. Kalau sedang beruntung, anak-anak itu akan mengajaknya untuk bermain bersama.

"Yang Mulia?" interupsi ksatria yang berdiri didepan pintu.

Beatrice terbatuk sesaat lalu melirik kearah sekitarnya. "Aku ingin jalan-jalan sebentar."

Ketika mendengar keinginan Beatrice, para ksatria itu hendak membuat barikade namun terhenti saat mendengar perintah wanita itu. "Kalian boleh mengawalku, tetapi dari jauh," ujar Beatrice datar yang entah mengapa membuat para ksatria itu menelan ludah. "Berbaurlah dengan masyarakat, aku akan baik-baik saja bersama para pelayan," titahnya lagi.

Para ksatria hanya bisa menganggukkan kepala patuh. Dalam hati, mereka mengeluh akan sifat sang nyonya yang sekarang tidak beda jauh dengan Grand Duke Darren. Mengerikan, pikir mereka.

*****

Kaki Beatrice terus melangkah, membawanya ke tempat-tempat yang menarik. Selama berjalan, dirinya menemukan banyak sekali sumber inspirasi untuk desain pakaiannya. Mulai dari beberapa bunga berbentuk unik atau perhiasan dan pernak-pernik yang terpaja dietalase toko. Namun mengingat dirinya belum memiliki buku sketsa, ia segera memasuki sebuah toko buku yang tak jauh dari taman kota.

Suara lonceng terdengar, menandakan adanya pelanggan yang memasuki toko. Bau buku baru tercium ketika memasuki toko tersebut. Berjejer rak-rak buku yang berisi berbagai macam buku, mulai dari cerpen, prosa, dongeng, buku pelajaran, hingga novel. Namun yang Beatrice cari bukanlah buku semacam itu, yang dirinya cari adalah buku sketsa untuk menggambar dan buku jurnal untuk menuliskan hal-hal yang perlu ia catat tentang dunia ini.

Seorang pria tua yang diduga adalah pemilik toko tersebut, tengah mengelap meja kasir. Pria itu memiliki struktur wajah yang lembut dan terkesan ramah. Usianya yang sudah cukup tua, pasti membuat pria itu menginginkan hidup yang tenang dimasa tuanya.

Saat mendengar suara lonceng pria itu langsung berbalik dengan senyuman ramah, yang biasa ia tunjukkan saat melayani pelanggannya. Namun, setelah melihat sosok yang memasuki tokonya itu adalah orang yang sangat penting. Pria tua itu segera membungkukkan badan dalam, "Segala keagungan untuk Grand Duchess of Stockholm."

Beatrice hanya menganggukkan kepala singkat, sebelum kembali memperhatikan seisi toko tersebut. Ia berjalan mengitari rak-rak buku. Kalau didunianya dulu, ia selalu membeli buku sketsa di Gramedia. Dan buku sketsa atau alat lukis dan sejenisnya hanya diletakkan diatas meja, bukan dijejerkan dalam rak.

Tetapi untuk didunia ini, ia tidak tahu dibagian mana buku sketsa itu dipajang. Merasa tidak menemukan benda yang dicarinya, Beatrice langsung bertanya pada pemilik toko.

Pemilik toko itu memang tingkat kepekaan yang tinggi. Beatrice belum bersuara, namun ia langsung menanyakan keinginan sang Grand Duchess. "Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan, Yang Mulia?" tanyanya sopan.

"Aku sedang mencari buku sketsa untuk menggambar, apa disini ada?" balas Beatrice datar.

Pria itu tersenyum ramah, ia kemudian membuka laci meja kasir. Tak lama, sebaris buku sketsa dengan aneka warna dan corak berjejer diatas meja. Buku-buku itu memiliki aura magis yang menandakan buku itu termasuk instrumen sihir.

"Buku-buku ini mengandung sihir, apa fungsinya?" tanya Beatrice penasaran.

"Buku ini masih termasuk instrumen sihir, Yang Mulia. Halaman dibuku ini tanpa batas dan tidak akan pernah habis, karena bisa memproduksi kertas sendiri."

"Jadi buku ini mengandung esensi alam?"

Pria itu mengangguk. "Benar sekali."

Beatrice berpikir sejenak. Sebenarnya buku itu cukup bagus dan ramah lingkungan. Setidaknya dia tidak perlu mengganti buku atau takut kertas dalam buku itu kehabisan. Well, aku akan membelinya, ujarnya dalam hati.

Ia menunjuk kearah buku dengan sampul berwarna merah dan ukiran mawar diatasnya. "Aku mau yang itu, jangan lupa bungkus bersama pewarna dan alat lukis yang lain."

Pria itu dengan cekatan membungkus buku dan alat tulis yang dipolih Beatrice. Para pelayan dibelakang Beatrice bahkan terlihat kagum dengan kecakapan tangan pria itu. Beatrice sendiri merasa curiga dengannya.

Apa ia dulu seorang ninja? batin wanita bersurai merah itu heran.

"Silahkan, Yang Mulia," pria itu menyodorkan sebungkus kain putih yang berisi belanjaan Beatrice.

"Lena," suruhnya pada salah satu pelayan miliknya.

Seorang pelayan berambut oranye langsung maju dan mengambil bungkusan tersebut. Tetapi sebelum itu, Lena menyodorkan sebungkus kain berisi koin emas yang langsung ditolak keras oleh pria tersebut.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Anggap saja itu hadiah dari saya untuk Anda," ujarnya ramah.

Tanpa pikir panjang, Beatrice langsung mengiyakan saja. Ia pikir, Beatrice dahulu memang sangat baik hati hingga mungkin berbekas dihati rakyat. Tapi tanpa ia ketahui, pria itu tersenyum miring saat lonceng pintu itu kembali berbunyi, menandakan pelanggannya telah keluar.

"Semoga makhluk didalam buku itu dapat membantumu didunia ini, Tris," ucapnya pelan.

Pria itu menggumamkan sesuatu semacam mantra. Tak lama kemudian, ia langsung menghilang beserta tokonya. Tempat dirinya berdagang tadi, hanya menjadi sebuah lahan kosong. Namun anehnya, tidak ada satupun orang yang menyadari hal itu, bahkan Beatrice sendiri.

*****

HalOrca semuanya! Gimana nih kabarnya? Baik dong ya😙

Ditulis pada tanggal,
Kamis, 27 Januari 2021.
Dipublikasikan pada tanggal,
Jum'at, 28 Januari 2021.

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top