Bab 1: Bangun dalam Raga Orang Lain.
Selamat membaca dan jangan lupa vote ya!
*****
Sinar mentari mulai mengintip dari balik tirai yang menempel pada kusen jendela. Sinar itu masuk kedalam sebuah kamar tidur bernuansa merah dan emas yang terlihat mewah. Plafon kamar tersebut terukir corak bunga mawar damaskus dengan sulur tanaman serta daun bunga tersebut. Tak lupa dicat dengan warna emas, menambahkan kesan mewah pada ruangan itu.
Diranjang kamar tersebut, terlihat seorang gadis dengan surai delima yang menawan. Terbaring dengan hembusan nafas yang tenang. Mata gadis itu mengerjap pelan ketika sinar matahari mengenai wajahnya. Bulu mata lentiknya bergetar pelan hingga akhirnya kelopak mata sang gadis terbuka. Menampakkan manik mata berwarna merah, semerah rambutnya.
Sang gadis mengedipkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya terbuka lebar. Wajah gadis itu terlihat syok saat ia berhasil mendudukkan diri diatas kasur. Kepalanya bergerak kesana-kemari, memperhatikan seisi ruangan tersebut dengan wajah panik.
"Ini bukan kamarku," kata gadis itu.
Tak lama kemudian ia mengerang kesakitan sembari memegangi kepalanya. Matanya terpejam menahan rasa sakit dan pusing yang mendera kepalanya. Seolah-olah kepalanya baru saja dicekoki dengan lembaran rekaman film yang menunjukkan ingatan seseorang.
Perlahan matanya kembali terbuka lalu memandang lurus kedepan. Tatapan gadis itu terlihat kosong. Telapak tangan yang tadinya menempel dikepala ia turunkan. Bibir mungilnya perlahan bergerak hendak mengatakan sesuatu.
"Grand Duchess of Stockholm, Beatrice Rosella Olivier."
*****
Tris atau yang sekarang kita panggil Beatrice berdiri didepan cermin sembari mengikat rambutnya separuh. Setelah itu, ia terlihat membolak-balikkan tubuhnya didepan cermin sambil membenarkan kerah bajunya yang penuh renda. Dirinya berdecih saat tubuh ramping semakin kecil karena dikeliling oleh benda yang dinamakan korset dan crinoline. Dalam hati ia mengumpati para pelayan kediaman ini yang telat melayaninya.
Beatrice sebelumnya hanyalah gadis muda dengan sifat menye-menye serta penakut. Hingga mudah baginya untuk ditindas oleh orang lain. Beatrice sebelumnya seorang putri Viscount yang dinikahkan dengan Grand Duke secara sepihak oleh sang ayah. Dirinya di'jual' ke Grand Duke oleh sang ayah untuk menguatkan kedudukan sang ayah, sementara Grand Duke sendiri membutuhkannya untuk suksesi.
Darren Gerald Olivier, Grand Duke of Stockholm, suami dari Beatrice. Walaupun gelarnya seorang grand duke, tetapi sifatnya tak beda jauh dengan seorang bajingan. Pria itu menikahi Beatrice hanya untuk menaikkannya menjadi kepala keluarga Olivier serta Grand Duke of Stockholm. Mereka telah menikah selama satu tahun dua bulan, tapi tak sedikitpun Dareen memperdulikan Beatrice.
Yang pria itu lakukan hanya bermalam suntuk didalam ruang kerjanya bersama dengan tumpukan perkamen. Tris jadi bertanya-tanya, apakah pria itu memiliki penyimpangan sosial terhadap kertas? Kalau iya, itu menjawab kenapa dia betah sekali dengan serpihan benda tersebut hingga menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berduaan dengan benda tersebut.
Dan ditambah para dayang dan pelayan kediamannya yang tak tahu diri. Beatrice memiliki empat dayang yang mengurusnya. Namun karena keempat wanita itu terlalu murahan, jadilah mereka tidak mengurus dan membantu Beatrice sama sekali. Yang ada, empat wanita ular itu malah mempengaruhi pelayan lain untuk merundung Beatrice, hingga gadis muda itu tak berdaya dikediamannya sendiri.
Bayangkan! Seorang Nyonya Besar dirundung dirumah suaminya sendiri. Terlebih lagi yang merundungnya adalah dayang dari kediaman bangsawan kelas bawah dan pelayan yang bahkan berasal dari kalangan budak. Benar-benar cari mati sekali mereka berani merundung seorang Grand Duchess yang memiliki otoriter tertinggi dibawah Permaisuri. Hanya memikirkannya saja membuat darah dikepala Tris mendidih.
Penghuni grand duchy ini tidak beda jauh dengan iblis yang tinggal dialam bawah. Bahkan para iblis itu terlihat lebih baik daripada mereka. Ingin rasanya Tris menampar wajah mereka satu persatu, apalagi si Darren, suami Beatrice yang amat busuk.
Tris sudah tidak peduli lagi. Bodoamat jika dirinya dianggap sebagai pribadi yang kasar. Dirinya sudah lelah dengan kehidupan yang terus diinjak-injak oleh orang lain. Apalagi jika orang itu memiliki derajat jauuuuhhh dibawahnya. Dikehidupannya yang sekarang, Tris akan menjadi sosok Beatrice yang lebih kuat. Ia akan menjadi seorang Grand Duchess sejati.
Lihat saja kalian, akan kutampar satu persatu saat datang nanti, batin sang Grand Duchess dengan asap imajiner mengepul diatas kepalanya.
Mata sewarna batu delima itu melihat kearah jam berbentuk kuno yang tertempel didinding. Waktu telah menunjukkan pukul 08.59, satu menit lagi para dayang dan pelayan tak tahu diri itu akan datang. Benar, mereka selalu melayani Beatrice dijam 9 pagi. Benar-benar waktu yang telat untuk melayani seorang Nyonya Besar apalagi yang bergelar Grand Duchess.
Mentang-mentang Beatrice baru menginjak 20 tahun, mereka seenak jidatnya memperlakukan Beatrice dengan semena-mena. Beatrice sendiri menikah diumur 19 tahun, umur yang masih amat belia. Para dayang Beatrice sendiri memiliki umur 22 hingga 24. Jadilah mereka memperlakukan Beatrice dengan tercela karena mereka berpikir, Beatrice tidak akan berani melawan karena umur mereka jauh lebih tua. Ya, Beatrice amat menjunjung budi pekerti, dia tidak akan bertindak buruk kepada seseorang yang jauh lebih tua darinya.
Kudoakan kalian cepat mati dan kuburan kalian sempit! Amiiinn, batin Tris dongkol.
Brakk!
"Beatrice! Bangun cepat! Yang Mulia Grand Duke telah— Oh, kau bersiap-siap sendiri?" ujar seorang wanita berambut cokelat yang baru saja mendobrak pintu.
Dibelakang wanita itu terlihat tiga orang perempuan lain yang berpakaian lebih mewah. Dan diikuti empat pelayan yang berpakaian dengan warna hitam dan putih. Lihatlah para wanita ular ini berkumpul dihadapannya dengan angkuh, seolah-olah mereka nyonya besar kediaman ini. Apalagi si perempuan berambut cokelat yang diketahui sebagai putri seorang Baron, bernama Kona.
*****
Kona, Lana, Ana, dan Tina. Keempat betina itu merupakan dayang pribadi Beatrice yang lumayan bajingan. Selain nama mereka yang sama-sama berakhiran -na, sifat mereka juga sama-sama najis. Jadi harap mencuci tangan sebanyak tujuh kali dengan air tanah, jika tak sengaja menyentuh mereka ya semuanya!
"Kau mulai rajin sekarang, Beatrice? Itu bagus! Setidaknya kami tidak perlu repot-repot lagi mengurusimu," ujar Lana dengan tatapan remeh.
Gigi geraham Beatrice bergemelatuk. Para putri Baron sialan!, batinnya geram.
Dan satu kesamaan lagi diantara mereka adalah, keempatnya sama-sama putri Baron. Haha, gelar bangsawan mereka bahkan satu tingkat dibawah gelar keluarga Beatrice sebelum menikah. Eitss ..., bukan berarti mereka berempat ini bersaudara, tapi kemungkinan mereka bersaudara di neraka nanti.
Kona dan Lana adalah putri Baron of Silth, Ana putri Baron of Cankem dan Tina putri bungsu Baron of D'Jancx. Mereka dulunya merupakan kumpulan perundung seorang Beatrice. Kenapa keempat iblis betina ini bisa merundung Beatrice yang merupakan bangsawan satu tingkat diatas mereka? Simpel, alasannya karena Beatrice terlalu lemah dan penakut.
Mereka bisa menjadi dayang pribadi Beatrice atas perintah sang ayah. Karena ayahnya melihat keempat betina itu terus mengekori Beatrice, jadilah pria tua itu mengira mereka sahabat dari Beatrice. Padahal aslinya ... Hiiihh! Amit-amit!
"Benar, Lana. Beatrice sudah besar sekarang. Dia pasti tidak perlu mengemis lagi, minta dipakaikan gaun oleh kita," kali ini Tina yang mengatakan sebuah sampah.
Tina mendekat kearah Beatrice membuat female lead kita menaikkan sebelah aslinya. Beatrice memperhatikan pergerakan Tina yang mengangkat tangannya, hendak menepuk-nepuk kepalanya. Padahal dalam hati ia tengah mengontrol emosinya yang semakin membuncah.
"Gadis pintar— Argh!"
Tina memekik sakit saat tangannya yang hendak menepuk kepala Beatrice dicengkeram dengan kuat. Beatrice yang hampir meledak langsung melempar tangan Tina, hingga si empu terduduk diatas lantai. Membuat perempuan berambut rumput itu mengerang kesakitan saat bokongnya bertabrakan dengan lantai pualam.
Suara nafas tertahan terdengar diruangan itu. Ana, Lana dan beberapa pelayan langsung membantu Tina yang terduduk diatas lantai. Sementara Kona sendiri langsung menatap Beatrice dengan tatapan nyalang. Kedua manik kuning milik wanita itu terlihat dipenuhi dengan amarah.
"Beatrice! Sopankah kau memperlakukan seseorang yang lebih tua—"
Plak!
Kepala Kona langsung terlempar kesamping membuat semua orang kembali tercekat. Tatapan mata Kona terlihat syok. Ia kembali mengangkat kepalanya dengan tatapan lurus kearah Beatrice.
"Kau! Apa menampar seseorang merupakan tingkah seorang gadis kuil—"
Plak!
Sebuah tamparan kembali mendarat dipipi Kona, membuat pipi gadis itu semakin memerah dan membengkak. Beatrice menatap Kona dengan tatapan datar, sementara Kona terlihat takut-takut saat meliriknya.
"K-kau ..."
"Sopankah kalian para manusia rendahan merundung seorang Grand Duchess yang yang hampir setara dengan Permaisuri?!" ujar Beatrice penuh penekanan.
Suhu ruangan itu tiba-tiba merendah, membuat penghuninya merinding seketika. Tekanan yang diberikan Beatrice memang tidak main-main. Ana yang melihat Beatrice mulai lepas kendali langsung mendekati gadis itu. Ia memasang wajah teduh yang penuh kepalsuan.
"Beatrice, tenang—"
Plak!
Kali ini sebuah tamparan bersarang dipipi Ana. Gadis berambut navy itu menatap Beatrice dengan tatapan tak percaya. Manik matanya bergetar saat melihat tatapan Beatrice yang menatapnya rendah.
Diantara keempat iblis betina itu, hanya Ana yang pernah menjalin hubungan pertemanan dengan Beatrice. Mereka adalah teman masa kecil yang amat akur, sebelum akhirnya Ana tergoda dengan Kona dan kawan-kawan. Lalu mengkhianati Beatrice demi teman barunya.
"Beraninya dayang rendahan sepertimu menyebut namaku! Panggil aku Grand Duchess!" ujar Beatrice lagi.
Tatapan Beatrice terlihat amat tajam, berbanding terbalik dengan tatapan sehari-harinya yang selalu sayu dan lembut. Para dayang dan pelayan itu menatap tak percaya sosok nyonya kediaman mereka. Untuk sesaat, mereka merasa baru saja bertemu dengan Mathilda, sang Permaisuri Darah Besi.
Beatrice terkekeh pelan saat melihat ekspresi ketakutan para dayang dan pelayannya. "Hehe, aku tidak akan memberikan hari yang mudah untuk kalian," ujarnya diakhiri dengan senyuman manis nan beracun.
Pada akhirnya, kamar sang Grand Duchess yang terkenal lembut itu dipenuhi dengan suara tamparan serta ringisan para dayang dan pelayan.
*****
Terlihat seorang pria berambut putih duduk dimeja makan. Wajahnya yang tampan dengan rahang tegas, bak patung dewa yunani terlihat datar dan tenang. Kedua tangannya mengamit diatas meja makan, menunggu seseorang. Sesekali ia melirik kearah pintu ruang makan, berharap seorang gadis berambut merah muncul dengan wajah sayunya.
Manik emasnya beralih melirik kearah jam kuno yang tergantung pada dinding ruangan. Pukul telah menunjukkan 09.15, namun belum ada tanda-tanda istri kecilnya datang.
Apa para dayang itu menambah jam ngaret mereka?, batin Darren.
Darren tahu bahwa istrinya itu sering dirundung oleh para pelayan dan dayang dikediamannya. Namun dia selalu diam dan tidak menanggapi sama sekali, karena berpikir itu bukanlah masalahnya. Seharusnya Beatrice sendiri lah yang mengatasi masalah hal itu.
Dia seorang Grand Duchess tapi tidak bisa mengatasi masalah para pelayan.
"Benar-benar gadis menyedihkan," monolog Darren lagi sembari memijit dahinya.
Suara pintu ruang makan yang terbuka mengalihkan perhatian Darren. Saat melihat kearah pintu. Yang muncul dari sana bukanlah istrinya, melainkan Connor, kepala pelayan kediamannya. Pria berambut kuning kenari tersebut berjalan mendekati Darren, kemudian membungkuk hormat dengan tangan kanan berada diperut.
"Segala keagungan untuk Yang Mulia Grand Duke of Stockholm. Sang Serigala Putih Kekaisaran Orizon," salam sang kepala pelayan.
Darren menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangguk singkat. Menandakan ia menerima salam dari Connor. "Bangkitlah, Connor," perintahnya.
Connor langsung meluruskan tubuhnya, namun tak lupa masih menundukkan kepala. Menunjukkan rasa hormatnya kepada sang majikan. Darren meminum teh yang tersaji dihadapannya dengan tenang dan sesuai dengan tata krama kebangsawanan.
"Hamba ijin melaporkan kegiatan Madam Beatrice pagi ini, Yang Mulia," ujar Connor dengan penuh hormat.
Entah mengapa, Darren tiba-tiba merasa tertarik ketika Connor menyebutkan istri kecilnya. "Katakan."
"Ketika saya hendak menjemput Madam Beatrice, saya mendengar suara tamparan dan teriakan para dayang dan pelayan dari dalam kamar Madam, Yang Mulia."
Sebelah alis Darren terangkat saat mendengar laporan Connor. "Lalu?"
Apa dia sudah mulai bisa melawan sekarang?
"Hal itu masih terjadi hingga sekarang, Yang Mulia. Bahkan kepala koki dan pelayan lain tengah mencoba memisahkan Madam dengan para dayangnya."
Seketika wajah Darren langsung tercengang. "Dari kapan istriku mulai melawan?"
"Dari jam sembilan tepat hingga sekarang, Yang Mulia," jawab Connor sambil menundukkan kepalanya penuh hormat.
Dahi Darren kembali mengerut dalam. Ia lirik kembali jam dinding yang telah menunjukkan pukul 09.20. Apa istrinya semarah itu hingga menghajar para dayang dan pelayannya hingga mencapai waktu 20 menit? Hampir setengah jam? Jawabannya sih tentu saja marah. Hanya saja Darren tidak menyangka istrinya akan sebrutal itu.
Darren jadi bertanya-tanya bagaimana rupa para dayang itu selama dihajar istrinya? Tetapi selama ini istrinya memiliki perangai yang amat lembut. Mampukah tangan mulus istrinya itu memukuli para wanita ular tersebut?
"Apa Yang Mulia ingin mendatangi Madam sekarang?"
Perkataan Connor menyadarkan Darren dari lamunannya. Ia menggeleng pelan lalu bangkit dari duduknya.
"Tidak perlu, pisahkan saja mereka. Biarkan istriku menyelesaikan masalahnya sendiri. Oh ya, antarkan sarapan ke kantorku, dan antarkan juga sarapan untuk istriku," ujarnya kemudian berlalu pergi.
"Perintah Anda akan hamba laksanakan, Yang Mulia," ujar Connor sembari membungkuk hormat kepada Darren yang telah keluar dari pintu ruang makan.
Connor kembali membangkitkan tubuhnya. Sesaat ia menatap pintu yang Darren lewati dengan tatapan datar. Jempol dan jari telunjuk memijit dahinya yang berkerut. Ia merasa pusing akan sifat atasannya terhadap nyonya kediaman ini.
"Mau sampai kapan dia tetap kaku seperti itu?" monolog Connor sembari keluar dari ruang makan tersebut.
Entah kenapa, ia sangat ingin menggetok kepala Darren untuk menyadarkan pria itu tentang kewajibannya sebagai seorang suami. Tapi apalah daya, kepalanya bisa dipenggal karena kedudukan mereka yang timpang tindih.
*****
Grand Duchess of Stockholm
Beatrice Rosella Olivier
Update setiap hari Jum'at!
Ditulis pada tanggal,
Sabtu, 4 Desember 2021.
Dipublikasih pada tanggal,
Jum'at, 24 Desember 2021.
Orca_Cancii🐳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top