Aksi 18 : Gosip-Gosipan
"Eh itu si Sunday bukan?"
"Ngapain dia ke sini?"
"Lo nggak tahu kalau dia pacaran sama Bu Milky?"
"Serius lo?"
"Terus ngapain dia ke sini? Tempat Miss Casya?"
Dua orang editor junior mengobrol, membicarakan sosok Sunday yang keluar dari lift dan berjalan menuju ruangan Casya. Sosok Sunday juga tidak luput dari pandangan Arlo, dia heran menatap penulis terkenal itu ada di sini. Di kedua tangannya terdapat banyak paper bag dengan logo terkenal.
Sunday mengetuk pelan pintu ruangan Casya, setelah mendengar sahutan dari dalam Sunday mendorong pintu ruangan Casya dengan bahunya. Melihat siapa yang datang, Casya langsung bangun dari kursi kerjanya.
"Wah ada apa ini?" tanya Casya yang menghampiri Sunday.
"Pajak jadian Kak!" seru Sunday sembari mengangkat tentengan di tangannya.
Casya melotot sejenak, dia mengenali merk-merk terkenal yang ada di tangan Sunday. Hermes, Gucci, dan Chanel, semua paper bag itu diletakkan Sunday di atas coffe table yang ada di ruangan Casya.
"Lo tajir juga ternyata," tutur Casya sembari melihat semua pemberian Sunday. "Satu, dua, tiga, empat." Casya terus menghitung jumlah tas yang ada di atas mejanya. "Sembilan?" tanya Casya menatap Sunday yang tersenyum ramah.
Sementara, beberapa karyawan mendengar perbincangan Casya dan Sunday. Mereka bisa mengintip ke dalam ruangan Casya dari pintu yang terbuka lebar dan dinding ruangan Casya yang memang terbuat dari kaca.
Diam-diam, Arlo memperhatiakn Casya dan Sunday. Dia hanya menggelengkan kepala pelan dan kembali menatap layar laptopnya. Tidak ingin ikut-ikutan mengintip penasaran Bersama karyawan lainnya.
"Eh! Beruntung banget ya Bu Milky dapat Sunday. Coba Miss Casya, dapatnya scoopy doang."
"Jangan gede-gede bego, nanti kedengaran Miss Casya bisa digantung kita."
Arlo berdeham sedikit keras, membuat Liliana dan Mika yang sedang bergosip di dekatnya terperanjat kaget. Mereka kira Arlo sedang tidak di tempat. Keduanya segera kabur sembari meringis takut, yang ditakuti bukanlah Arlo, tentu saja Casya.
"Thank you buat pajak jadiannya," tutur Casya mengantar Sunday keluar dari ruangannya.
Semua karyawan lekas kembali ke meja mereka masing-masing. Arlo melirik pada Casya dan Sunday yang lewat di dekatnya. Tawa keduanya menggelitik telinga Arlo dan entah kenapa dia tidak suka Casya tertawa seperti itu pada pria lain.
"Kalau Sunday saja ngasihnya Sembilan tas branded sebagai pajak jadian, Arlo ngasih apa ke Bu Milky dan Bu Oceana?" Arlo kembali mendengar pertanyaan menyebalkan, kali ini terlontar dari bibir Hera, editor junior yang baru dua bulan bekerja di Labyrinth Books.
"Ngapain Arlo ngasih pajak jadian? Orang hanya pacar paksaan doang, Arlo nggak ada perasaan apa-apa ke Miss Casya," kata Kanaya berani.
Belum sempat Arlo bersuara, Casya sudah berdiri di belakang Kanaya. Banyak pasang mata merasa ngeri dan berdoa untuk keselamatan nyawa Kanaya.
"Kata siapa Arlo tidak ada perasaan apa-apa pada saya?" tanya Casya dengan suara sinis.
Pundak Kanaya lantas menegang saat mendengar suara Casya. Dia tidak berani berbalik badan dan hanya menundukkan kepala. Casya menggunakan kesempatan itu dengan merangkul Kanaya.
"Asal lo tahu ya, Arlo itu sudah pernah menginap di apartemen gue," ujar Casya membuat semua orang yang ada di sana mendengarnya dengan jelas. Arlo tidak perotes, dia justru tetap menatap layar laptopnya dengan serius, membiarkan Casya melakukan kesenangannya menyiksa orang. "Menurut lo aja, kenapa gue bisa cepat sehat jika tidak disayang-sayang Arlo," bisik Casya di telinga Kanaya.
Setelah mengatakan kalimat yang mampu membuat Kanaya kesal, Casya langsung melepaskan rangkulannya pada Kanaya. Dia bahkan menepuk-nepuk sejenak pundak Kanaya. Saat melewati Arlo, dia memberikan kedipan singkat pada Arlo yang kebetulan menatapnya.
♥♥♥
Seperti biasa, Casya selalu pulang lebih telat. Semua karyawan sudah kembali, hanya dia dan Arlo yang masih tinggal. Casya di ruangannya, sementara Arlo di mejanya.
Memutar kursinya, Arlo menatap Casya yang sedang memijat pelipisnya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan cantik itu. Sementara Arlo, dia hanya sedang memeriksa materi wawancaranya untuk biografi pengusaha yang sedang dikerjakannya.
Arlo berdiri dari duduknya, dia berjalan menuju pintu ruangan Casya yang terbuka. Bella lupa menutupnya ketika berpamitan pulang tadi. Arlo berdiri bersandar di pinggir pintu, dia mengetuk pelan dinding kaca ruangan Casya.
"Tidak mau pulang?" tanya Arlo.
Casya mengalihkan pandangannya dari laptop, dia menatap Arlo dan tersenyum. "Ayo pulang!" ajak Casya yang segera membereskan barang-barangnya, merapikan mejanya.
Baik Casya maupun Arlo, keduanya membereskan barang masing-masing. Terakhir Casya menatap tas-tas branded pemberian Sunday yang ada di atas coffee table.
"Apa ini tradisi?" Arlo bertanya sembari ikut menatap tas-tas tersebut.
"Enggak juga," sahut Casya mengambil empat buah paper bag, dua masing-masing di tangan kanan dan kirinya. Sementara tas mahal milik Casya sendiri sudah di sempilkan ke salah satu paper bag berlogo Chanel.
Arlo membantu Casya, dia membawa sisa paper bag yang ada sebanyak lima buah. Sebenarnya, Arlo sendiri tidak mengerti dengan perempuan yang suka sekali pada tas branded, hanya berujung pada membuang-buang uang.
Hari ini, Arlo dan Casya mengendarai mobil Casya. Motor Arlo tentu saja terparkir rapi di parkiran motor apartemen. Keduanya berjalan berdampingan menuju parkiran mobil Casya.
"Lo suka pakai motor gede? Kayak Ducati gitu?" Casya bertanya sembari melempar paper bag di tangannya ke jog bagian belakang mobil.
"Gue lebih suka scoopy." Arlo menjawab dengan pasti. Jika dia suka motor-motor besar seperti itu, sejak dulu Arlo pasti akan membeli Ducati.
Casya mendesah kecewa mendengar jawaban Arlo. Dia berdiri menatap Arlo sembari bertolak pinggang. Padahal, Casya ingin menghadiahkan Arlo motor baru.
"Jangan coba-coba belikan gue motor baru, atau itu motor akan Lelah berbaring terus di parkiran," peringat Arlo yang langsung melewati Casya. Dia menuju bagian kemudi mobil.
♥♥♥
Arlo diam-diam melirik Casya, sejak pembicaraan soal motor tadi keduanya tidak berbincang apa pun. Keheningan itu dipecahkan oleh dering ponsel Arlo. Casya melihat ke dashboard sebelah kanan, di sana terdapat ponsel Arlo.
Mama is calling
"Angkat saja," ujar Arlo pada Casya.
Tidak ada penolakan atau keraguan, Casya tahu yang menelpon adalah orang tua Arlo. Dia tidak gentar sedikit pun, Casya bukan tipe perempuan yang akan dengan mudah mundur pada tantangan. Sekedar mengangkat telepon dari mama pacar bukanlah hal yang sulit.
"Hallo," sapa Casya.
"Eh ... ini nomornya Arlo kan?" Casya tersenyum tipis mendengar pertanyaan Mama Arlo di seberang panggilan.
"Iya Tante, saya Casya pacaranya Arlo," ujar Casya berterus terang., membuat Arlo hampir saja mengerem mendadak karena kaget. Mata Casya melirik ke arah Arlo, ada senyum jahil terpatri di wajah Casya. "Nanti Casya minta Arlo buat ajak ke rumah Tante ya, buat ketemu Om dan Tante. Sekarang Arlo-nya lagi nyetir mobil," jelas Casya.
"Tante tunggu kedatangan kamu."
♥♥♥
Yuhuuu! Gimana malam minggunya gaes?
Casya dan Arlo datang nih!
Yuk ramaikan gaes, jangan kasih kendor~
Cerita ini merupakan proyek kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, tapi penolong. Berikut judul dan penulisnya:
#1 Pop The Question oleh sephturnus
#2 Beat The Bond oleh Azizahazeha
#3 Main Squeeze oleh anothermissjo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top