PARTY

Jalanan komplek Royal Diamond Residence yang biasanya lengang, malam ini terlihat lebih ramai. Beberapa mobil berjajar di depan gerbang mansion milik Louis. Sayup terdengar suara live music dari arah belakang rumah. Mansion yang biasanya tampak dingin itu, kali ini terkesan hangat oleh lampu-lampu hias di sepanjang jalan masuk hingga ke dalam rumah. Terlalu berlebihan untuk selera Louis, tapi karena ia ingin menyenangkan hati Kayla maka ia membiarkan acara ini diatur oleh anak sulungnya yang keras kepala.

Siapa yang tidak mengenal Louis Wimala, sang tuan rumah? Terpandang sekaligus disegani karena sepak terjangnya di dunia bisnis. Tidak sedikit yang menuduhnya sebagai seorang diktator, tapi tidak sedikit juga yang memilih berada di sisinya. Termasuk juga dengan keluarga Bernard yang akan menjalin tali kekeluargaan dengan Louis dalam waktu dekat.

Hampir semua undangan tahu bahwa usaha Daniel Bernard untuk mendekati Louis selama belasan tahun akhirnya berbuah manis. Apapun alasan Daniel di depan umum, sudah terlihat jelas maksud tujuannya karena tidak ada istilah kebetulan. Apalagi Leon, putra Daniel Bernard itu pernah mendekati kedua putri Louis sekaligus.

Bagi louis semua itu tidak masalah. Keluarga Bernard menawarkan sesuatu yang akan cukup menguntungkan dirinya di masa mendatang. Ia menyukai Leon yang cerdas dan ambisius. Pria itu mungkin akan sangat menguntungkan dirinya, tapi juga seperti dua mata pisau yang malah bisa menjebaknya dalam kesulitan. Ia hanya harus lebih berhati-hati dan menahan diri untuk tidak terlalu percaya padanya.

Pria tua itu menyesap sampanye sembari melirik pada sosok calon menantunya. Leon yang tampan dan mempesona dengan keramahannya, tampak sedang menggandeng Kayla dengan mesra berkeliling menyapa para undangan. Ia pun teringat pada Selena.

Apa yang Leon lakukan pada Selena pasti sangat menyakitkan. Sebagai seorang ayah, Louis paham tapi ia tidak ingin ikut campur. Ia lebih menganggap apa yang sedang gadis itu alami adalah fase dari patah hati biasa. Ia akan terbiasa dan bisa mengatasi rasa sakitnya, Louis tahu itu.

Entah bagaimana ia selalu sulit untuk berkomunikasi dengan Selena secara baik-baik. Gadis itu mempunyai wajah yang sangat mirip dengan Alda. Wanita yang pernah mencintainya tapi berakhir dengan rasa benci hingga saat ia meninggal.

Dua puluh tahun yang lalu, Alda memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri karena tidak bisa mengatasi rasa sakit hati yang mengoyaknya. Semua itu adalah salah Louis dan ia memang harus menanggungnya hingga akhir hayat. Tidak cuma itu saja, Alda meninggalkan Selena kecil di sebuah kamar apartemen yang sempit. Buah hati mereka, duduk di atas kasur dengan headset yang terpasang tanpa mengetahui bahwa ibunya baru saja menembakkan kepalanya sendiri. Tangan Louis gemetar saat mengingatnya.

Ia adalah seorang pengkhianat ulung yang berjaya diatas darah para korbannya. Seperti halnya pengkhianat bagi keluarga Alda. Keputusan besar menjadi seorang pengkhianat membuatnya berada di tampuk pimpinan para mafia, tapi untuk itu ia harus kehilangan wanita yang sangat dicintainya.

Sekarang, ia pun harus mengorbankan Selena demi sebuah kekuasaan dan sekali lagi ia bisa memahamikebencian gadis itu pada keluarga Wimala. Yang dapat Louis lakukan sekarang adalah berharap Selena akan terbiasa dengan rasa kecewa, karena yang pasti ia tidak akan mengorbankan kedudukannya demi sebuah melodrama.

"Keputusanmu sudah tepat dengan tidak mengundang Jorge malam ini." Suara salah satu tetinggi dari perkumpulan membuyarkan lamunannya. Saat ini mereka menikmati makanan dalam satu meja besar di area VVIP yang sengaja disediakan untuk para tetinggi.

"Diam-diam ia bertindak seenak jidatnya. Mengacaukan ladang kita."

"Dia perlu diberi peringatan untuk tidak menentang keputusan kita," sahut Louis pada akhirnya.

"Aku selalu curiga dialah yang selama ini berusaha menyingkirkanmu, Louis."

"Setuju. Ada teman pernah berbisik padaku, kalo dia punya orang kepercayaan yang selalu bisa mengabulkan keinginannya," ujar rekan Louis yang paling muda diantara perkumpulan mereka. "Mungkin itu sebabnya dia mulai sok jagoan."

"Tapi aku tidak pernah mendapat info ada orang kepercayaan Jorge yang seperti itu," bantah lainnya.

"Konon tidak pernah ada yang tahu siapa orangnya selain Jorge sendiri, karena dia direkrut dari luar. Dengan arti lain, orang ini bukan anggota dari kelompok Jorge."

Louis tersenyum dingin menanggapi cerita rekannya. Jelas ia tidak percaya karena Jorge tidak punya kuasa sebesar dia dan dana sebanyak dia untuk sanggup menyewa seorang pembunuh bayaran untuk menyingkirkan semua penghalangnya.

"Kenapa kau tersenyum, Louis?" tanya Daniel, calon besannya yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka.

"Karena aku sama sekali tidak percaya dengan gosip. Hingga saat ini aku masih hidup, Kawan." Ia mengangkat gelas sampanye. "Cheers."

"Aku tidak melihat Selena dari tadi," ujar Daniel sesaat kemudian.

"Dia pamit karena tidak enak badan," sahut Louis cepat.

"Aku tidak menyangka pada akhirnya Leon memilih Kayla." Seorang teman berkata santai.

"Karena dia yang tercantik dari semua makhluk yang cantik." Leon menyahut dari arah belakang dan mengagetkan mereka.

"Ih, Sayang! Jangan sampai kau bilang aku jelek," ujar Kayla di sampingnya dengan merajuk.

"Kau dengar sendiri, Baby. Aku bilang kau cantik tadi," sanggah Leon. Para orang tua itu menahan senyum melihat dua bintang pesta sedang memulai perdebatannya yang pertama.

"Tolong simpan energi kalian. Jalan kalian masih panjang, masih banyak pertengkaran yang akan mengantri selama menikah," kata Daniel dan disambut oleh tawa membahana dari para pria di meja jamuan.

"Daniel benar---" Louis baru saja akan melanjutkan kalimat tapi suaranya tertahan di tenggorokan ketika ia melihat Robby-sang kepala pengawal-mendekatinya dari depan dengan wajah tegang. Ia bisa merasakan sesuatu yang buruk telah terjadi, dan ia hanya bisa menunggu kabar itu dibisikkan padanya dengan jantung berpacu cepat.

"Rumah Nona Selena telah diserang, Tuan." Kalimat itu sontak membuatnya terpaku di tempatnya.

"Selena?" tanyanya dengan ragu. Ia pasti sudah roboh ke lantai kalau saja saat ini ia tidak dalam kondisi duduk.

"Nona Selena selamat, tanpa kurang suatu apapun. Hanya saja semua pengawal di rumah Nona telah tewas," jawab Robby lirih. Mereka yang ada di sekitar meja mendadak terdiam ketika menangkap kata tewas dari mulut Robby.

"Ada apa, Louis?" tanya Daniel tegang.

"Seseorang menyerang rumah Selena dan membunuh semua penjagaku di sana," jawab Louis dengan wajah pucat karena syok.

"Bagaimana keadaan Seli, Om?" tanya Leon dengan mimik panik.

"Nona baik-baik saja. Ia sudah dibawa ke dokter pribadi untuk pemeriksaan lebih lanjut," sahut Robby.

"Syukurlah." Leon menghela napas lega yang ditanggapi lirikan marah dari Kayla.

"Dia pasti syok dan ketakutan." Kayla menanggapi dengan ekspresi sedih yang terkesan berlebihan.

"Tidak juga, Nona."

"Apa maksudmu?" tanya Louis.

"Menurut salah satu pengawal yang datang pertama kali di tempat kejadian, Nona Selena ditemukan dalam keadaan tidur pulas karena mabuk berat," jawab Robby pelan.

"Tingkatkan pengamanan untuk Nona Selena dan pesta selesai sampai di sini!" titah Louis.

"Tapi Ayah---"

"Kembali ke kamarmu, Kay. Ayah masih ada urusan," potong louis lalu mengecup pipi putrinya yang kelihatan tidak puas dengan perintah ayahnya.

Kayla terdiam karena ia tahu akibat dari membantah Louis adalah suatu kebodohan, dan ia tidak ingin bernasib sial seperti Selena yang terkucilkan. Ia pun tersenyum samar lalu mengangguk santai sebelum akhirnya meninggalkan ruangan yang masih ramai.

***

"Apa menurutmu ini dari ide Jorge?" tanya Leon ketika mereka semua ada di dalam ruang kerja Louis.

"Belum cukup bukti untuk mengambil kesimpulan si pelaku adalah orang suruhan Jorge." Daniel menggeleng dengan alis berkerut.

"Siapa pun orangnya, dia tidak akan bisa lari dariku," ucap Louis dengan wajah penuh emosi yang gelap.

***

Bersambung.

"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top