You.. love your-?
"Who are we?"
Goo terdiam sejenak mendengar pertanyaan [Name], mulutnya terbuka hendak mengeluarkan suara namun kembali tertutup saat mengingat ia tak bisa menjawabnya, ingin sekali melontarkan sebuah kalimat untuk menjawab gadis itu, namun ia juga tak ingin sesuatu buruk terjadi padanya.
[Name] mengusap tengkuknya, "Di surat itu, aku s-saudara angkatmu?" Goo tak menyahut, tetap diam.
"Nama orang tuamu, tercantum."
[Name] memijit pelipisnya pusing, "Apa yang sebenarnya telah terjadi?" melempar tatapan penuh ingin tahu pada pemilik netra coklat di hadapannya.
"Aku tak bisa memaksamu."
[Name] menaikkan kedua alisnya, "Memaksaku?"
Jari telunjuk Goo terulur mengusap batang hidung [Name], mengelusnya lembut hingga puncak, "Lupakan saja."
"Lupakan? Maksudmu tentang status kita sebagai saudara ang-"
"Kau tahu? Aku sudah berjuang keras."
[Name] semakin tak paham dengan kata demi kata yang keluar dari mulut kakaknya (?).
"Bisa kau beritahu- Ugh!"
Tiba-tiba [Name] merasakan mual yang begitu hebat, ia melotot kaget, membekap mulutnya sendiri dan menatap Goo tengah melihatnya bingung campur cemas.
"Kenapa-?" Goo memegang kedua pundak [Name], mengurut tengkuk gadis itu lembut, merasa dia ingin memuntahkan sesuatu.
"M-menyingkir!" [Name] mendorong Goo dari hadapannya lalu beranjak dari atas kasur, berlari ke dalam kamar mandi sambil terus membekap mulutnya.
Goo dengan khawatir berlari mengejar gadis itu masuk kedalam kamar mandi, "[Name]!" saat sudah di dalam dan berdiri di samping gadis itu yang tengah muntah di wastafel ia melotot kaget.
Jantungnya mencelos melihat darah segar keluar dari mulut sang gadis dengan jumlah banyak, sepasang manik merah itu berair tak kuasa menahan sakit yang membuncah bersamaan di dada dan kepala. Dengan tangan gemetar, Goo membantu gadisnya itu membasuh mulut, menghidupkan keran terlebih dahulu menghilangkan darah yang tertampung di wastafel.
"Ja-jangan khawatir, sudah biasa-"
Deg!
[Name] tak sadar dengan apa yang baru saja dikatakannya, membuat Goo memandangi gadis itu dengan raut pucat.
"Sejak kapan?"
[Name] menoleh, membuat Goo semakin ingin menangis. Kedua lubang hidungnya mengeluarkan darah, begitu deras hingga mengalir turun ke leher.
"S-sejak- eh?" [Name] tak sengaja melihat pantulan wajahnya di cermin, sontak membasuh hidungnya tanpa basa-basi.
"Kemungkinan besar Nona [Name] akan mengalami amnesia permanen karena trauma benturan keras di bagian kepala pasca kecelakaan yang telah menimpanya."
"Sel-sel otaknya berjuang untuk menyusun kembali memori-memori yang telah rusak dan berantakan karna trauma tersebut, namun kemungkinan sebesar 80%, susunan ingatannya tak akan betul dan mungkin saja melenceng."
"Saya sangat menyarankan anda untuk tidak memaksa dirinya berpikir berat yang berkemungkinan besar akan membangunkan trauma Nona [Name] setelah sembuh dan dapat membahayakan kesehatannya."
"Membahayakan kesehatannya?"
"Saya dan para tim medis telah berjuang keras melakukan operasi pada Nona [Name], operasi yang hanya 25% presentase keberhasilannya."
"Hanya Tuhan yang menggenggam mati dan hidup makhluk-Nya."
Pria ber-name tag Dr. Xin Shin Yuan itu tersenyum tipis pada bocah remaja di hadapannya yang mengenakan pakaian khas rumah sakit, tangan kirinya terpasang infus.
"Namun bertahan hidup itu adalah sebuah keharusan."
"Jadi?"
[Name] mengusap wajahnya yang basah oleh air dengan sebuah handuk kecil, melirik Goo yang duduk di sampingnya, pemuda itu nampak memasang raut cemas.
"Aku baik-baik saja."
Keduanya beraktivitas bak kejadian beberapa menit yang lalu tak pernah terjadi.
[Name] menyandarkan punggungnya kebelakang lalu menghelakan nafas panjang, "Kepalamu pusing?" Goo memeriksa suhu tubuhnya.
"Tidak."
[Name] menepisnya lembut.
"Goo."
"..."
"Bisa kita luruskan semuanya sekarang?"
Matahari telah muncul dan bersinar terang di ufuk timur, pagi yang begitu cerah.
Goo mengusap wajahnya kasar.
"Kau-"
"Kau adikku, bukan kandung."
[Name] termangu, "How?" [Name] tidak shock karna rasa itu telah dirasakannya habis-habisan sebulan lalu, saat pertama kali menemukan surat adopsinya.
Goo terkekeh miris, memandang kearah lain.
"Tak perlu tahu. Itu menyedihkan."
[Name] mengangguk-angguk, "Jadi, kau kakakku?"
"Tiri," ralat Goo.
"Aneh."
Ucap [Name], "Aku tak ingat-"
"Jangan diingat!" ucap Goo menyerobot.
Tak menyahut, [Name] hanya mengangguk. Tiba-tiba ia ingat ciuman tadi.
"Kau.. kenapa tadi menciumku?" tanyanya tanpa rasa malu, Goo sontak meliriknya lalu menatap kearah lain lagi.
"..."
[Name] tiba-tiba mulai paham dengan alur hidupnya. Gadis itu mulai menyusun puzzle dan menebaknya.
"Goo, jangan bilang.."
"Apa?"
"Kau menyukaiku?"
"Sudah jelas kan?" [Name] tahu pemuda itu menyukainya, bahkan mencintainya.
"Tidak. Maksudku," [Name] menatap Goo yang mendesah kesal, "Kau.. suka pada adikmu?"
Menunjuk diri sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top