Who Are We?


“Aku begitu merindukanmu..!”

Bahu [Name] gemetar, tungkai kakinya melangkah mundur beberapa langkah kebelakang saat si pemilik surai pirang di depannya berjalan hendak mendekat, manik merahnya sesekali mencuri lirik kearah pintu kamar yang telah hancur dan patah dari engselnya. Benaknya terus-menerus berbisik untuk menyuruhnya berlari dan bersembunyi dari pemuda di depannya, sejauh mungkin.

“Goo, jangan seperti ini..” ucap [Name] dengan sorot memelas, “Bercandamu sudah melewati batas!”

Jung Goo tersenyum tipis, “Maaf.”

[Name] menyembunyikan kepalan tangan kirinya di belakang punggung, dalam batin ia bersiap akan melemparkan kepalan tangannya itu pada kepala Goo saat pemuda itu mendekat dan melakukan hal tak senonoh kepadanya sekali lagi.

“Maafkan aku..”

[Name] mengangguk kikuk, tak bisa berbohong, jantungnya tak henti berdegup cepat karna ketakutan. Bibirnya diusap beberapa kali menghilangkan bekas darah yang mulai kering. Masih sangat terasa bekas dimana Goo melakukannya tadi dengan dirinya penuh bingung dan ketakutan.

“Maaf ya..”

“Iya–”

“Adik.”

DEG!

Ketakutan yang sedikit demi sedikit luntur, kini terciprat kembali dan menghempaskan rasa lega.

Bibir yang semula membentuk garis lurus dan sedikit melengkung kebawah menunjukkan rasa besar sebuah penyesalan itu perlahan mengambang menciptakan seringai mengerikan.

[Name] menatap kaget Goo, mulutnya terbuka hendak mengeluarkan suara namun tertahan saat tawa psikopat keluar dari bibir laki-laki itu.

“A-apa maksudmu–?”

“You're a bad liar, don't you know?”

[Name] memutar otaknya, gadis itu tertawa kikuk saat dengan raut kecewa Goo mengucapkan sebuah kalimat menggunakan bahasa Inggris.

“Bercandaanmu semakin kesini semakin freak, sumpah!” alih [Name] hendak berjalan melewati Goo sambil mengambil setiap langkah begitu pelan agar pemuda itu tak mencurigainya hendak mengambil rencana berlari.

“Kau–”

Grep!

Nafas [Name] tercekat saat lengan kanannya dipegang dan terasa akan sangat sulit untuk dilepaskan, “Apa sih–?”

“Kau lupa ucapanmu sendiri?” Goo berucap dengan malas.

“Maksudmu?”

“Pikun.”

Jemarinya menunjuk kearah balkon, mengarahkan pandangan [Name] dari wajahnya. Mengeryit bingung dengan ucapan pemuda itu, [Name] berpikir.

“Toh, kalaupun aku melarangmu masuk kau pasti akan nekat menerobos masuk.”

Ucapan Goo barusan mengulang kalimat yang pernah diucapkan olehnya sendiri dulu.

Deg!

Jadi, selama ini?

[Name] melempar tatapan tak percaya, gadis itu sampai membulatkan mulutnya dengan alis mengeryit tak senang. Tangan kirinya yang bebas digunakan untuk melempar tamparan.

Plak!

“The fuck?!” umpatnya.

“Kau brengsek!”

Benar-benar! Ia harus lari sekarang juga! [Name] memberontak, meminta lengan kanannya dilepaskan, namun usahanya sia-sia. Bukannya semakin mengendur, tangan kekar itu semakin menggenggam erat.

“LEPAS!”

“...”

[Name] ingin menangis saat itu juga saat ditatap datar Goo, pemuda itu bergeming sambil menatap lekat sepasang manik [Name] yang perlahan berair.

“Kau ngapain sih, Goo?! Lepas!”

Tangan kanan Goo yang diam tiba-tiba terulur mengusap pipi [Name] yang telah basah oleh air mata, mulutnya bergumam mengatakan sesuatu yang tak bisa didengar jelas oleh [Name], gadis itu tak henti memberontak.

“Kau sudah tahu faktanya?”

[Name] menggeleng, “Fakta apa?! Aku tidak tahu apapun!”

Goo terkekeh, “Surat itu? Tidak mungkin kau belum membacanya.”

[Name] mendesis kesal, “Tanganku akan memar!” pekiknya lalu dengan refleks Goo melepaskan cengkeramannya.

[Name] tak menyia-nyiakan kesempatan, gadis itu langsung berlari keluar kamar, namun naas, rencananya tak semulus yang dibayangkan. Kecepatannya kalah dari pemuda itu. Pinggangnya ditarik lalu tubuhnya di hempasan ke atas kasur begitu saja tanpa beban.

“Akh!”

Terjatuh ke atas kasur, meski benda itu empuk, namun jika ia melakukannya tanpa persiapan, akan terasa sakit. Punggungnya panas.

“Maaf.”

Goo berdiri di samping ranjang sambil bersedekap dada, “Kau mau lari ke mana..?”

[Name] mendudukkan dirinya lalu mencengkram erat selimutnya, “Jadi, selama ini kau palsu?” sedikit terkekeh sinis di akhir kalimat.

Goo memiringkan kepalanya lalu memasang raut polos, “Tidak.”

“Huh?” [Name] menaikkan dagunya, bersiap melancarkan pukulan saat si surai pirang menaiki ranjang, mendekatinya.

“Aku tidak palsu. Kau yang lupa padaku.”

[Name] diam. Ia sungguh sudah tak tahan lagi dengan semua drama hidup ini, dengan fakta yang perlahan terungkap, dengan ia yang merasa dirinya bodoh karna tak mengetahui jati dirinya sendiri, sedangkan pemuda itu mengetahuinya lebih banyak dan sangat rinci.

‘Aku takut.’

“Goo.”

Goo duduk di hadapan [Name], bersilang kaki, dengan satu tangan menjadi penopang dagu, menatap lekat penuh puja pada gadis di hadapannya.

“Aku siapa?” dengan setetes air mata mengalir, [Name] menunjuk dirinya sendiri, tepat di dada bagian jantung.

“Dan kau siapa?” [Name] ganti menunjuk dada Goo, juga tepat di bagian jantung.

“Who are we?”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top