ur so..
Niat hati iseng ingin mencari tahu sedikit tentang masa kecil sahabatnya, [Name] malah justru dipusingkan oleh sebuah fakta aneh yang tak sengaja terungkap. Gadis itu berdiri dengan bahu sebelah kiri bersandar pada sebuah tiang listrik di pinggir jalan, pikirannya melayang jauh ke angkasa.
Ponsel canggih di dalam saku coat yang dikenakan gadis itu bergetar, terdengar bunyi nada dering, pertanda bahwa sebuah panggilan telepon masuk.
Dengan linglung tanpa melihat siapa nama sang penelepon, [Name] mengangkatnya kemudian mendekatkan benda berbentuk persegi panjang itu ke telinga, hingga suara bass tersirat rasa khawatir menyentaknya.
"Halo?! Kau di mana?!"
"Di-" [Name] mengedarkan pandangannya, masih tak sadar siapa yang kini ia ajak berbicara, "Di jalan."
"Serius, [Name]!"
Tangan sebelah kiri gadis itu menggenggam erat sebuah kertas, mulutnya terbuka sedikit karna kaget, telah menyadari siapa yang kini ia ajak berbicara. Tak ingin membuat dia curiga, [Name] mencoba mengalihkan fokusnya.
"Kenapa sih?" ucapnya dengan nada kesal sambil melangkah kembali, sepatu boot panjang hitam membalut kedua tungkai kakinya dengan elegan, membuat [Name] anggun saat berjalan.
"Ini sudah sore, kau tidak di rumah, di mana kau? Kencan ya!?"
"Siapa yang kencan?!" dengan riweh [Name] melompati sebuah genangan air, hampir terpeleset jika saja ia tidak menyeimbangkan tubuhnya, "Aduh-! Lagi pula kalaupun aku kencan, kau mau ngapain?! Ikut begitu?"
"Iya! Kau di mana?!" [Name] geleng-geleng kepala.
"Di Seoul!"
"Aish.. aku serius, heh!"
"Lah? Aku memang di Seoul!" [Name] cengengesan, ia berhenti berjalan, mengecek kertas di genggamannya, memastikan tidak lecek.
"Kau ngapain sih~?! Cepat pulang~!" rengeknya, "Ah! Atau mau kujemput? Beri tahu lokasimu, sharelock!"
"Tidak perlu, aku sebentar lagi sampai," tolaknya halus.
"Serius? Tidak mau kujemput?"
"Iya! Tidak perlu."
"Oh.. ya sudah. Hati-hati loh ya-"
"Ah, satu hal lagi!"
"Hm? Apa? Mau kujemput?"
"Tidak! Kubilang tidak perlu kok," [Name] menoleh ke kanan-kiri, kini gadis itu sudah berada di halte bus terdekat, duduk di atas sebuah bangku panjang yang disediakan, dengan tangannya yang setia memegang ponsel sambil di dekatkan ke telinga, "Aku.. ingin berbicara sesuatu penting denganmu nanti."
"Heh~? Apa? Pernikahan-"
"Singkirkan rencana pernikahanmu!" malas [Name], "Tunggu saja deh pokoknya."
Tut-!
•••
"Kau benar-benar merubah penampilanmu hampir seratus persen."
"Dulu kau selalu mengikuti kakakmu latihan, ah! Aku sedikit merindukan masa-masa itu."
"Bagaimana kabar orang tuamu?"
"Dia masih terobsesi denganmu? Kuharap sudah tidak."
"Kuakui kekuatannya akan meningkat lima ratus persen jika menyangkut keselamatanmu."
"Tidak waras, serius!"
"Dia sudah punya pacar?"
"Kau sudah tidak tinggal bersamanya?"
"Benar-benar psikopat."
Tak!
Sebuah gelas kaca bening yang telah kosong nampak beberapa bekas tetesan air menghiasi mulut bagian dalamnya diletakkan ke atas meja tanpa rasa hati-hati, sang pelaku merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, dahinya mengerut curam sampai meninggalkan bekas.
Tangan kirinya mengurut leher pelan, kepalanya tiba-tiba pusing dan berdenyut kuat.
Huk-!
Melotot kaget saat tiba-tiba merasa mual dan hampir muntah di tempat, telapak tangan menutup mulut erat, menahan gerakan leher yang bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu.
Huk-!
Huweeekkkk!!!
Sraash!
Tes!
Tes!
Deg!
•••
"Jadi~ kau mau ngapain?"
[Name] menatap pemuda di hadapannya sambil memasang raut datar, tangannya menggaruk santai perutnya yang terekspos. Sport bra membalut tubuh bagian atasnya dan hot pants sebagai bawahan.
"Tidak jadi sih." Ucap gadis itu.
[Name] memainkan lidahnya di dalam mulut lalu dengan perlahan menyandarkan punggungnya kebelakang, mengelus-elus pahanya sendiri yang mulus, baru saja ia mengolesinya dengan body lotion.
"Kau seksi."
"I know."
Kim Jung Goo, pemuda berambut pirang itu menatap gadis di sampingnya tanpa kedip. Jarang-jarang [Name] memakai pakaian yang hampir mengekspos seluruh bagian tubuhnya di depan Jung Goo.
"Stop looking at me like that, bitch!" sinis [Name] sambil menggenggam remot, berancang-ancang melemparkan benda yang lumayan keras itu ke muka pemuda mesum di sampingnya.
Goo tersentak lalu tersenyum lebar, "Ayo menikah denganku!" ucapnya random.
"Tidak mau."
"Kalau begitu, ayo pacaran!"
"Kuburlah semua mimpimu itu~" senandung si netra merah.
"Aku kaya loh, [Name]! Mau lihat jumlah uang di dalam rekening bank-ku?" Goo tergesa-gesa merogoh saku celananya, mengeluarkan dompet lalu menyerahkan sebuah black card.
"Black card-ku milikmu deh!"
"No!"
"Kubelikan kapal pesiar- tapi nanti."
"Nooooo~" Goo mendesah kesal, [Name] menatap laki-laki itu sambil tertawa.
"Um.. aku tampan, kau tak ingin kelak punya anak laki-laki yang mirip dan imut sepertiku?" tak menyerah begitu saja, Jung Goo tersenyum diimut-imutkan. [Name] ngeri melihat senyumnya.
"Sepertinya tidak.."
Televisi yang sedang menyala diabaikan keduanya, mereka asik tawar-tolak.
"Ayolah~"
"Tidak mau! Tidak mau! Tidak mau!"
Goo mulai lelah, ia melepas kacamatanya lalu mengucek mata, surai pirangnya yang ditata asal-asalan kebelakang berantakan, [Name] melihatnya gemas. Tangannya refleks terulur merapikan, gadis itu tak sadar ditatap sang empu sambil menahan senyum.
"Rambutmu rusak loh, Goo. Sisir dulu baru kasih gel. Jangan kasih gel tanpa disisir."
"Ini style!" sanggahnya.
"Style, nenekmu! Kalau bikin muncul kutu, aku tidak mau dekat-dekat denganmu!" ucap [Name] sambil menyentil dahinya kuat.
Goo langsung panik, ia memegang rambutnya sambil melototi [Name], "Aku keramas tiga kali sehari! Mana bisa kutu muncul!"
"Bisa lah, apa sih yang tak mungkin?"
"Aku kalah."
Plak!
"Aww.. sakit, Babe!"
[Name] mendengus, maniknya bergulir melirik jam, "Kau sudah makan?" tanyanya basa-basi, dijawab gelengan oleh si pirang.
"Kau belum makan?" nada marah sedikit tersirat, pelolotan khas ibu-ibu menyambar.
Goo menggeleng, mengusap-usap rambutnya dengan was-was, takut kutu tiba-tiba muncul, "Belum.." melirik takut-takut gadis di sampingnya.
"Sana makan! Di bawah tudung saji ada ayam, mungkin sudah tidak hangat."
Bukannya berdiri dan berjalan menuju dapur, Goo malah merebahkan kepalanya di atas paha [Name], pemuda itu memejamkan matanya, berakting tidur.
"Jangan tidur! Makan dulu!"
Zzzz!
"Bangun, woi!" menggoyang-goyangkan bahunya dengan kasar.
"Goo, kupukul kepalamu ya?!"
"Aku mengantuk~" rengek laki-laki itu, mengambil kesempatan dalam kesempitan, memeluk perut [Name]. Pipinya dengan sengaja ditempelkan dengan perut gadis itu yang terekspos, hangat dan empuk, baby tummy. Sambil cengengesan ia menggesek-gesekkan hidungnya ke pusar [Name].
"Geli, bodoh!" [Name] bereaksi, ia menggelinjang kegelian.
"Jangan dikecilkan ya, [Name]."
"Apaan?" manik merahnya menyipit, menunduk menatap psikopat pirang itu baru saja berbicara tak jelas.
"Perutmu."
"Terserahku dong!" sewot gadis itu, menyugar surainya kebelakang.
"Aku tidak pede, Goo."
"Hm?" pemuda itu asik menikmati gerakan perut [Name] naik-turun karna nafas.
"Aku paling gendut di antara seluruh karyawan tau."
"Mhm.. kau berencana diet?"
"Tidak sih.." mengingat ia tak akan bisa menahan nafsu makan normal dalam satu hari saja.
"Ya sudah, tidak perlu."
Tak!
"Aw! Sakit, [Name]!"
"Kau santai sekali menanggapinya!" cibir gadis itu.
"Lalu? Aku harus apa? Menari?"
[Name] mencebikan bibirnya, "Tidak!" menyimak berita di layar televisi dengan raut datar.
Goo menatapnya dari bawah sambil menahan senyum, gadis itu marah. Tanpa aba-aba ia mendudukkan dirinya lalu mengangkat [Name] ke atas pangkuan, gadis itu melotot kaget saat tubuhnya dengan mudah di angkat bak tanpa beban.
"Eh? Eh!"
Sret!
"Uh.. kau kecil sekali.." bisik Goo dengan suara berat, memeluk [Name] dari belakang erat sambil mengusap-usap perutnya.
"Sangat mungil.."
"Like a kitten.."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top