The truth


"[Name], sayangku?"

Gadis kecil berumur lima tahun itu menoleh kearah suara lalu melempar senyum manis, di kedua tangannya masing-masing menggenggam erat boneka beruang berwarna coklat dan putih. Raut bahagia terpatri di wajah polosnya saat sesosok yang dirindukan selama ini akhirnya datang.

"Ibu! Akhirnya kau datang!" [Name] mendekati sosok itu lalu berdiri di depannya sambil melompat-lompat kecil girang.

"Ibu! Tau tidak? Hari ini aku ulang tah-"

"Ayo ikut ibu!"

[Name] mengerjapkan matanya mendengar penuturan wanita itu barusan, "Kemana?" melihat sebuah tas berukuran besar di gendong di pundak sebelah kiri sang ibu.

"Ayo~ ikut saja," sepasang manik coklat itu nampak beberapa kali bergulir cemas kearah sebuah pintu kamar.

"Kita akan bersenang-senang?" tanya [Name] saat dirinya digendong dan dibawa keluar dari ruangan penuh mainan itu.

"Iya! Kita akan bersenang-senang!" ucap Ibu [Name] sambil menahan suaranya agar tak bergetar, sepasang kelereng matanya berkaca-kaca, namun disembunyikan dari pandangan sang putri kesayangan.

"YEAY! KITA AKAN BELI ES KRIM?!"

"Iya! Kita akan beli es krim!"

"Kita tidak mengajak ayah juga?" tanya [Name] setelah kedua perempuan itu keluar dari dalam kediaman.

Sang wanita menoleh panik saat anaknya menyebutkan sang ayah, "Sayang.. it's girls time."

[Name] ber-oh ria, "Kita harus bawakan ayah es krim saat pulang!" ucapnya sambil tersenyum.

"Iya.."

Mobil putih itu berhenti di depan sebuah bangunan besar yang nampak sepi dan tak terurus. Mesin dimatikan lalu sebuah tangan membuka sabuk pengaman yang melingkar.

"Ibu, ini di mana?"

"[Name], ibu ingin menemui seseorang."

"Seseorang? Siapa? Di tempat seperti ini? Ibu tidak takut? Kapan kita beli es krim-"

"Hanya sebentar, sayang."

Sebuah tangan mengelus lembut surai pendeknya membuat sejuta pertanyaan tertahan di tenggorokan.

"B-baik, [Name] menunggu di sini.."

Ibunda [Name] keluar dari dalam mobil setelah memberikan sebuah kecupan manis di dahi anak satu-satunya itu.

'Maafkan Ibu, sayang.'

Sang wanita keluar dari dalam mobil lalu berlari kecil memasuki bangunan, sebuah ponsel genggam di tangan kirinya bergetar menandakan sebuah panggilan masuk, namun tak ia respon. Malah diubahnya ponsel menjadi mode diam.

"Nyonya Eunhae."

"Oh, sudah datang?"

Tanpa basa-basi kedua wanita dengan umur berbeda jauh itu langsung to the point.

"Dia di dalam mobil." Sambil menahan sesak, mulutnya mengeluarkan suara, "Mohon bantuanmu!" ucapnya sambil membungkuk sembilan puluh derajat.

"Suamimu bagaimana?"

Terkekeh miris mendengar pertanyaan barusan, mengingat bagaimana perlakuan ayah kandung dari anak kesayangan padanya. Menggeleng sebagai jawaban.

"Dia akan kujemput lagi-" isakan keluar, "Kumohon rawat dia baik-baik untuk sementara!"

Eunhae, wanita berusia setengah abad itu mengangguk sambil menghelakan nafas. Mengulurkan tangan kanannya mengusap punggung wanita lebih muda di sampingnya yang mulai menangis tersedu-sedu.

"Jangan khawatir, dia akan tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik bersamaku." Canda Eunhae.

"Aku berjanji, l-lima tahun! Aku akan menjemputnya!"

"Hm."

Lima tahun berlalu, kini sang gadis kecil tumbuh menjadi gadis cantik dengan kepribadian ceria. Dalam lima tahun itu ia berjuang keras melawan traumanya seorang diri.

"[Name]!"

"Nenek! Lihat! Aku menggambar bunga!"

[Name] mendekati neneknya sambil mengangkat tinggi-tinggi hasil gambar, "Ini mawar!"

"Bagus sekali! Kau tahu? Mawar wangi sekali!"

Manik semerah mawar [Name] berbinar mendengar penuturan wanita di hadapannya, mulai membayangkan betapa wangi bunga kesukaannya itu, meski belum pernah melihatnya secara langsung, ia telah jatuh cinta. Bunga seindah kedua netranya.

"Benarkah?! Sewangi apa?!"

Pemilik surai beruban itu tersenyum tipis, "Sangat-sangat wangi!"

"[Name]!"

[Name] dan neneknya sontak menoleh bersamaan kearah suara barusan, "Athy? Ada apa?"

Seorang gadis cilik mendekatinya, surainya dikuncir lucu menjadi dua, sebelah kanan dan kiri.

"Nenek Eunhae. Di depan ada mobil keren datang lagi!"

Eunhae, wanita itu mengerjapkan matanya lalu tersenyum tipis.

'Tepat waktu ya?' batinnya lalu melirik sebuah bingkisan kado di atas meja dekat [Name] duduk.

"Ah, ada tamu?"

Athy, gadis cilik itu mengangguk, membuat surai lucunya bergerak.

"[Name], kado dari Paman belum kau buka?" Athy menunjuk sebuah kado di atas meja, [Name] meliriknya kemudian menggeleng.

Eunhae yang belum pergi menemui tamu, dan masih di antara kedua gadis itu menyimak percakapan keduanya.

"T-tidak berani," [Name] tersenyum canggung.

"Oh.." Athy mengerjapkan matanya melihat sorot mata [Name] yang pernah dilihatnya dulu beberapa kali saat ia selalu berbicara tentang ulang tahun.

Eunhae menghelakan nafas pelan, 'Penderitaanmu sebentar lagi selesai, [Name]'

Dengan gerakan lembut Eunhae mengelus kedua surai gadis kecilnya kemudian berjalan keluar ruangan menemui tamu yang disebut Athy telah berdiri gugup di depan bangunan tempat tinggalnya.

"Tepat sekali.." lirihnya setelah berdiri tepat di depan seorang wanita dengan seorang pria paruh baya bersurai pirang yang merupakan tamu.

"Selamat pagi, Nyonya."

"Selamat pagi, Tuan dan Nyonya juga." Balas Eunhae lalu mengajak keduanya masuk.

"Ada apa datang kemari?" ucapnya memulai akting, tertawa keras dalam hati mengingat umurnya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi untuk melakukan hal bodoh ini.

"Saya tak suka berbasa-basi," ucap sang pria dengan suara bariton, melirik istrinya yang nampak gugup, tangan kanan di genggamannya pun berkeringat dingin.

"Kami datang kemari ingin mengadopsi seorang putri."

Eunhae mengerjap sok kaget, kemudian menutup mulutnya.

'Menikah lagi?'

"Anda serius dengan perkataan anda barusan?" ujarnya sambil mengusap lengan kanan, memasang raut tak enak.

Rencana benar-benar berjalan mulus, sangking mulusnya sampai di luar perkiraan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top