Sleep well


Langit nampak gelap, padahal jam telah menunjukkan pukul delapan, harusnya matahari bersinar terang memberi kehangatan pagi ini, namun hal tersebut terhalang oleh cuaca yang akhir-akhir ini tidak baik, mendung.

“Empat teh hangat untuk meja nomor 5!”

“Satu teh hangat! Meja nomor 2!”

“Coklat panas tiga gelas! Meja nomor 7!”

“Chicken soup dua porsi!”

“Tolong, kopi hitam satu!”

“Camilla, tolong bantu aku!”

“[Name] lap meja nomor 5!”

“Nam Ra! Empat porsi ramen!”

“Edward, bantu aku sebentar!”

“Nam Ra! Telurnya setengah matang!”

“[Name] panaskan air!”

“Sumpah! Ini kenapa saosnya tumpah?!”

“Edward ambil pel!”

Restoran sangat ramai, bahkan wanita paruh baya yang merupakan bos sekaligus pemilik usaha turun tangan. Para karyawan tidak ada yang diam, mereka mondar-mandir melayani dan berusaha untuk tak mendapati pelanggan yang keteteran, sedikit kuwalahan namun seru.

[Name] menaruh dengan sangat hati-hati sebuah nampan berisi semangkuk porsi ramen ke atas meja nomor 12, gadis itu takut tangannya tiba-tiba licin dan semangkuk ramen di tangannya tumpah kemudian mengenai pelanggan.

“Silahkan dinikmati!” ujar [Name] sambil memasang senyum manis di wajah letihnya.

“Terima kasih, Kak!” gadis berseragam SMA yang menempati meja nomor 12 itu membalas ucapan ramah [Name] sambil tersenyum tipis.

“Jika butuh sesuatu, jangan sungkan untuk meminta tolong pada kami! Kami akan melakukan yang terbaik!”

[Name] pamit undur diri setelah mengucapkan kalimat tersebut yang diajarkan bosnya untuk melayani pelanggan. Celemek membalut pinggang, surai hitam sebahunya yang diikat rapi kebelakang kini sedikit mengendur, [Name] memejamkan matanya lalu mendesah lelah, menyandarkan punggungnya ke tembok dapur lalu menghelakan nafas panjang.

“Ada pesanan yang bisa kuantar?” tanyanya pada Camilla yang sedang menyiapkan sesuatu.

“Tidak, ini biar kuantar sendiri. Kau nampak lelah, berisitirahatlah sejenak!” ucapnya sambil melirik sekilas [Name] yang sedang bersandar pada tembok, di tangannya memegang sebuah nampan, nampak sedikit gemetar karna lelah.

Seorang laki-laki muncul dari pintu lalu mendekati Camilla, “Biar kuantar, meja nomor 11 kan?” Edward, pemuda itu.

“Ada pesanan baru, tolong dua porsi Gimbab!”

[Name] menatap seorang gadis bersurai hitam sama sepertinya muncul dari pintu utama dapur, “Biar kubuat!” ucap [Name] sambil menaruh nampannya ke atas meja.

•••


Pekarangan rumah basah, hujan mengguyurnya dua jam tanpa henti hingga tanah menjadi lumpur, becek. [Name] baru saja pulang dari kerja, ia sampai di rumah. Gadis itu nampak tak memiliki sepeserpun tenaga hanya untuk berbicara, sudah terkuras habis.

Langit sore habis hujan menjadi pemandangan, sepasang netra seindah mawarnya bergulir memandang, decakan kagum dalam batin.

Tes!

Mengeryit saat setetes air terasa membasahi bibirnya. ia mendongak menatap langit, memastikan hujan telah benar-benar selesai, dan benar, hujan telah selesai. Ia meluruskan pandangan lalu..

Tes!

Tes!

Sret–!

Tangannya bergerak mengusap, “Eh?”

“Halo, [Name]~? Pas banget baru pul–”

[Name] refleks menoleh kebelakang saat mendengar suara bass dari arah situ, dan mengerjap polos melihat wajah sang empu memasang raut kaget kearahnya.

“Goo?”

“Astaga..”

•••

“Aduh.. sakit! Pelan!”

“Tahan sebentar!”

“Sudah! Sudah! Berhenti!”

“Sebentar– sayang! Biar kuelap dulu.”

“Jarimu menyakitiku, sial! Lebih lembut sedikit dong!”

“Y-ya, maaf.”

[Name] bersusah payah nafas lewat mulut, gadis itu memejamkan matanya, pasrah pada Jung Goo yang membersihkan bekas darah mimisan di sekitar hidungnya. Pemuda itu membasahi tiga lembar tisu dengan air hangat lalu mengelap bekas darah [Name]. Sesekali kelepasan mengeluarkan tenaga hingga kepala [Name] beberapa kali terdorong kebelakang.

“Kepalaku pusing,” Goo merasakan nafas hangat [Name] menyapu wajahnya, menatap gadis itu membuka matanya, “Aku malas mandi.”

“Jangan mandi dulu, badanmu dingin..” ucap si pirang itu, dibalas anggukan.

Goo membuang tisu di tangannya sembarangan, kemudian melepas jas yang dipakainya, lalu membalutkannya pada kedua kaki jenjang [Name] yang terbalut celana kain panjang setumit.

Meraih selembar tisu baru yang masih bersih lalu merobeknya beberapa bagian dan menggulungnya kecil-kecil, menyerahkan satu pada gadis di depannya yang bersandar pada sofa lemas.

“Sumpalkan di hidungmu!”

“Tidak mau.”

Sontak Goo menyipitkan matanya, “Kalau berdarah lagi, tak akan kuelap pakai tisu, tapi pakai bibirku–”

Sret!

Gulungan kecil tisu itu tersumpal sempurna di lubang hidung sebelah kiri [Name], sang gadis melotot kesal.

“Good girl.”

Goo tersenyum puas, menumpukan kedua tangannya di atas paha [Name].

“Tidurlah, nanti kugendong ke kamar.”

“Hm..”

Kemudian [Name] terlelap dengan pemuda bersurai pirang di hadapannya tak henti melepaskan tatapan lekat lembut nan memabukkan.

“Sleep well, Princess..”

Cup!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top