Sick?
Dengan terburu-buru sepasang kaki yang terbalut sepatu kets itu melangkah keluar dari area restoran, sebuah slig bag berwarna hitam tersampir di bahu.
Nafasnya tersenggal-senggal saat mempercepat langkah menjadi lari, sebuah jam tangan yang melingkar cantik di pergelangan tangan sebelah kiri dilirik, pukul dua lebih lima menit, matahari tak begitu terik.
Tak memperlambat kecepatan larinya, gadis bersurai hitam itu terus berlari di atas trotoar jalan hingga sampai di tempat yang ditujunya, rautnya nampak begitu cemas.
Sret!
Menghentikan lari sprint-nya begitu saja saat sampai di depan sebuah toserba, manik merahnya bergetar, “Ah! Ternyata tidak tutup!” ucapnya lalu segera memasuki toko bercat biru dan putih itu, hatinya lega.
Pelipisnya basah oleh keringat, surai hitamnya yang semula diikat rapi kini telah berantakan. Mendesah lega saat memasuki ruangan ber-AC itu, gerakan tangannya mengipasi wajah berhenti.
“Selamat datang! Selamat berbelanja!” sapa sang kasir ramah.
“Iya..”
Dengan jantung yang belum berdetak kembali normal ia mendekati sebuah rak makanan, sebelum berjalan kearah situ ia menyambar sebuah keranjang belanja yang tersedia di samping meja kasir terlebih dahulu.
‘Beli sosis deh.’
•••
Warna langit memudar, sepasang manik seindah mawar itu menikmatinya sambil menyantap sebuah sosis goreng. Mulutnya tak henti mengunyah hingga makanan yang terbuat dari daging ayam di tangannya itu habis.
“Habis!” ucapnya sambil membuang sebuah tusukan sosis di tangannya ke atas rerumputan di bawah sana, kini dirinya sedang berada di atas balkon kamar, duduk di sebuah kursi kayu yang sengaja ditaruh di situ olehnya.
Memandangi telapak tangannya, melamun. Kemudian tersentak dan mendongak menatap langit yang mulai hilang warna khas sore harinya.
“Ayah..”
“Ibu..”
[Full Name], gadis itu menunduk sejenak lalu kembali mendongakkan wajahnya menatap langit. Kedua maniknya berkaca-kaca.
“Tiba-tiba aku merindukan kalian.. bagaimana nih?”
Terkekeh lalu mengusap pipinya yang basah, memalingkan wajahnya dari langit yang mulai gelap, “Nanti kalau [Name] dapat libur panjang, [Name] datang ke makam kalian..”
[Name] menggaruk tengkuknya lalu tersenyum, “Andai setiap habis dari makam kalian berdua aku tak selalu sakit, pasti tiap minggu aku datang..”
“Maaf ya..”
•••
“Kau sudah makan?”
Hidung mancung itu memerah, “Hng..? Sudah..” matanya begitu sayu dan nampak lelah.
“Suaramu.. kau sakit, Goo?”
Kim Jung Goo, pemuda bersurai pirang itu membelit tubuhnya dengan sebuah selimut tebal. Suhu tubuhnya naik, ia demam.
“Tidak, hanya flu.”
“Flu? Hei! Kau pikir sudah berapa lama aku mengenalmu! Lima tahun?”
Goo terkekeh sambil memejamkan matanya, kepalanya berdenyut nyeri. Dalam batin ia mengumpat, merutuki tindakannya kemarin saat tengah malam yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang, sakit.
Berdiri di bawah shower dua jam, dengan air yang tak henti mengalir membasahi tubuh.
“Ya.. aku sakit.”
“Kau ngapain sih?! Padahal kemarin masih sehat-sehat saja! Eh! Jangan-jangan gara-gara minum birku ya?!”
“Tidak..”
Goo mengubah posisi tengkurapnya menjadi miring, kepalanya berkunang-kunang saat keluar dari dalam selimut.
“[Name].. kepalaku sakit banget.. kesini dong~! Rawat aku..” rengeknya.
“Bikin repot saja! On the way!”
Goo tersenyum senang kemudian meringis saat siara dengingan menusuk indra pendengarannya, “Hati-hati di jalan..!”
“Ya! Tidurlah di dalam kamar! Jangan mondar-mandir di depan pintu!” ucap [Name] menghentikan niat Goo yang hendak menunggu kedatangan gadis itu dengan berdiri di depan pintu apartemennya.
“Ya-ya~!”
“Bye!”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top