Left Hand
"Mulai sekarang panggil dia Kakak ya, sweetheart?"
"Iya, Ibu.."
"Coba panggil Kakak!"
Sepasang netra cantik itu bergulir tak nyaman beberapa saat, menatap wajah seseorang yang kini berdiri tepat di hadapannya.
"K-Kakak."
"Ya! Itu bagus, honey!"
"Sayang, mulai sekarang dia adikmu, jaga dia baik-baik ya?"
"Tidak mau!"
"Eh?!"
Tiba-tiba buram menghalangi pandangan, cahaya terang muncul seolah merefresh kembali ingatan.
"Hei, Adik!"
"Ya, Kak? Ada apa?"
"Kau yang menjatuhkan kacamataku?"
"Tidak. Kacamata Kakak rusak?"
"Tidak, retak sedikit."
"Oh, ya sudah. Sana bilang ibu!"
Sudut pandang beralih, kini menunjukkan sebuah ruangan bernuansa biru, seorang gadis duduk di pinggiran kasur sambil melamun, ia tersentak saat pintu kamarnya dibuka secara tiba-tiba tanpa permisi, kemudian seseorang masuk tanpa aba-aba.
"Eh? Ngapain Kakak kesini?"
Dengan sorot datar kedua tungkai kakinya melangkah mendekat sang gadis, kemudian berjongkok di hadapannya.
"Apa kau lapar?"
Kepalanya menggeleng sebagai jawaban, "Aku tadi baru saja selesai makan siang bersama ibu."
"Kau mau tidur siang?"
"Hm?" kedua maniknya mengerjap polos kemudian mengangguk, melirik bantalnya yang telah disiapkan.
"Ayo kutemani."
Sudut pandang berganti.
"Sudah minum obatmu?"
"Sudah."
Sepasang manik indah itu nampak begitu sayu, hidung yang merah dan bibir pucat.
"Dingin ya?" ditanggapi deheman pelan dan lemah.
"Sini kupeluk!"
Waktu seolah diputar lima kali lebih cepat.
"Anakku-"
"Ada apa?"
Wanita paruh baya memasang raut cemas, meremat bahu sang suami erat, "Sayang, tidak mungkin dia seperti itu."
Atmosfer di sekitar perlahan menjadi berat, udara terasa rendah. Seluruh akses masuk ke dalam rumah ditutup, tak ingin telinga tetangga mendengar hal buruk yang berkemungkinan besar akan terjadi.
Menaikkan sebelah alisnya menatap sang ibu, "Kenapa? Aku?" dengan santai bersedekap, lalu menyandarkan punggung kebelakang.
"Kau tak menyukai adikmu kan?" sang pria paruh baya memasang raut serius.
"Suamiku-!"
"Huh? Maksud, Ayah?" dengan bingung ia mengorek telinga, kali saja ia salah dengar.
"Kau tidak jatuh cinta pada adikmu kan?"
Suara bariton penuh tekanan itu membuatnya terpaku sejenak kemudian kembali rileks seperti semula.
"Sayang! Dia masih sebelas tahun!"
"Munculnya cinta dalam diri seseorang tak memandang umur-"
"Salah ya jika aku mencintainya?"
DEG!
"A-apa-?!"
"Ah, ternyata dugaanku benar.."
"Lalu, kalian mau apa?" ucapnya dengan nada menantang, seringai menghiasi wajah.
"Rencana kita benar-benar melenceng jauh.." sang wanita paruh baya memijit pelipisnya pusing.
"Ibu?" suara lembut muncul.
"GASP!" [Name] terbangun, ia terengah-engah, kepala berdenyut kuat, ringisan nyeri keluar dari bibir tipisnya.
"Aduh.." ia memejamkan kelopak mata erat-erat, mencoba menetralisir rasa sakit yang menyerang sisi kepala.
'Kepalaku- ah! Pasti gara-gara tidur larut nih!' batinnya.
•••
"Goo! Bangun!"
Dengan setengah nyawa yang baru terkumpul, kedua kelopak mata itu terbuka, kelereng mata berwarna coklat bergulir menatap wajah sang ayu yang pagi-pagi sudah membangunkannya. Dengan background sinar sang Surya di pagi hari, auranya terasa begitu hangat.
"Huh?" menggaruk pipi sebelah kanan yang gatal.
"Kau tidak pergi kerja?" [Name], masih dengan piyama membalut tubuhnya gadis itu berjalan menuju dapur, berniat membuat dua buah sandwich untuk sarapan.
"Ya.. nanti-" hendak kembali tidur.
PRANG!
"Iya! Ini bangun!" [Name] tersenyum puas setelah memukul pantat pancinya sebagai bentuk tekanan pada pemuda malas itu.
"Menyebalkan.." gerutunya pelan sambil berjalan menuju tangga, "Kalau numpang mandi itu munculkan sedikit rasa sadar diri!" pekik [Name], "Shampo satu botol JANGAN KAU PAKAI MAINAN!"
"IYA!"
"PAKAI SIKAT GIGIMU SENDIRI! JANGAN PAKAI MILIKKU!"
"IYA!"
"JANGAN MAIN AIR!"
"YES, MOMMY!"
"Alraight, apa lagi..?" gumam [Name] sambil memecahkan cangkang telur, kemudian berjalan kearah kulkas hendak mengambil roti tawar, tangannya yang terulur menggantung di udara hampir mencapai pintu kulkas.
"SAYANG, PINJAM HANDUK YA!?"
"NO! JANGAN SENTUH HANDUKKU!"
"EH? MEMANGNYA KAU SAYANGKU?"
Dengan wajah geram setengah malu [Name] membuka kulkas, mengabaikan teriakan-teriakan godaan Goo dari lantai dua yang menyebalkan.
"CIE-"
BRAK!
[Name] terkejut mendengar bunyi hantaman kuat barusan, "YOU GOOD, BOY?" menatap lekat kearah tangga.
Hening sejenak sebelum terdengar sahutan.
"IT'S OKAY! I JUST BROKE MY LEFT HAND."
"Dang it.." si netra merah memijit pelipisnya pusing, menatap telur yang dimasaknya telah matang. Dalam benak ia mulai menyusun rencana merawat seseorang dengan sebuah gips membalut tangan kirinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top