A Letter


“Huh?”

[Name] menggaruk tengkuknya tak paham, gadis itu menatap kearah kanan atas berpikir, “Ittadakimasu..?” Goo hampir menyemburkan tawa.

“Kau ngomong apa sih?! Sudah tahu aku tak bisa bahasa Jepang!”

“Tidak ada. Ayo makan!”

“Loh? Kau memasak?”

“Iya.”

“Eh? Kapan?”

“Saat kau sedang mandi air dingin,” sarkas Goo.

Tangan kanan Goo terulur menggandeng lengan [Name], menarik gadis itu keluar kamar menuju dapur. Keduanya berdebat pasal mandi saat sedang sakit, pro dan kontra. Tak ada yang mau mengalah.

Greeeek!

Tap!

Pantat sang gadis mendarat mulus di atas kursi, dengan sorot kesal ia meraih piring serta sendok lalu menaikkan sebelah alisnya, “Kau memasak apa?” maniknya meneliti satu-persatu lauk di atas meja makan.

“Wah.. ayam!” binar mata [Name] tak dapat di sembunyikan saat menangkap dua potong paha ayam yang asapnya masih mengepul di atas piring, kecap manis membalut luar kulitnya.

“Tunggu? Kau dapat ayam darimana?” [Name] mengeryitkan keningnya, “Jangan bilang kau pergi ke supermarket pagi-pagi–” cengiran Goo menghentikan ucapannya.

“Sumpah! Kau pagi-pagi sekali beli ayam?!”

“Mau bagaimana lagi? Kau sedang sakit dan harus makan banyak agar cepat sembuh.”

•••

Tisu berserakan di atas lantai kamar mandi, begitu berantakan. Darah segar mengotori. Dua lengan bertumpu pada wastafel agar tubuh tak limbung, sisa-sisa energi digunakan untuk mendongakkan wajah, menatap pantulan cermin tepat di hadapan.

Cairan kental berwarna merah mengalir turun, nampak begitu deras, keluar dari dua lubang hidung. Tangan kanannya terulur gemetar mengusapnya agar hilang, namun aliran tak berhenti begitu saja. Memejamkan mata erat-erat mengatur nafas melalui mulut.

Denyutan kuat menghantam kepala.

“[Name]!”

“Hai! Mau bermain bersamaku?!”

“Ayo kita beli es krim!”

“Siapa namamu?”

“Oh! Jadi, itu kakakmu.”

“Kakak!”

“Sini kupeluk.”

“Sayang, sini sama Ibu.”

“[Name]!”

“H-hentikan..” kedua tangannya mengepal lalu digunakan memukul-mukul sisi kepala, berharap suara-suara aneh itu menghilang sesegera mungkin. Hal itu menyakitinya, seolah otaknya diaduk-aduk dengan pisau tajam.

“Mulai sekarang panggil dia Kakak ya, Sweetheart!”

“Tidak, retak sedikit.”

“Hei, Adik!”

“Kau lapar?”

“Sini kupeluk!”

“Berhenti! Cukup–!”

“Ayah!”

“Kim [Name].”

“Mulai sekarang dia adikmu, Goo.”

“I SAID STOP!”

PRAAANGGG!!!

CRAAK!

•••

Dengan tergopoh-gopoh [Name] membuka lemari lalu mengeluarkan seluruh dokumen yang tersimpan di dalamnya, mengecek satu-persatu mencari sesuatu.

“Bukan!”

Sret!

“Bukan yang ini!”

Sret!

“Ijazah– aish! Bukan!”

Sret!

Sret!

Sret!

Sret!

Tep!

“Dapat..” sepasang maniknya bergetar mendapat apa yang dia cari, dengan gugup dan penuh ketidaksiapan ia membaca satu deret kalimat itu.

[Full Name], [Birthday].

[Name] mendesah lega, rasa khawatirnya luruh, hanya sebentar. Jemarinya tak sengaja menggeser kertas yang telah usang itu kesamping hingga memunculkan sebuah amplop tipis yang nampaknya belum pernah dibuka, tersolatip di bagian belakang kertas.

Nafasnya seolah direnggut saat itu juga saat membaca judul yang tercetak di pojok amplop.

«Official Adoption Letter»

SAKURA'S ORPHANAGE

Sakura's orphanage : [Full Name] is officially adopted by Mr. Kim and Mrs. Kim.

“Tidak mungkin..”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top