07 - Raffa Si Cowok Nyebelin [r]

Demi Lovato - Heart Attack

"Cinta tidak harus tumbuh dalam waktu lama. Tidak juga dalam waktu yang singkat. Namun, kapanpun cinta itu datang padamu, kau tidak boleh menyangkalnya. Karena dengan menerimanya, kau sudah bisa menghargai apa itu cinta." -Raffa. E. S

-Cool Bad Boy

***

Raffa mematikan mesin motor ninja kesayangannya lalu berjalan memasuki rumah besar yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama 4 tahun belakang ini.

Laki-laki berperawakan tinggi tegap itu melemparkan kunci motornya asal ke atas sofa ruang tamu. Raffa tidak sadar akan keberadaan tantenya yang sedang membaca majalah.

"Loh, Raffa, udah pulang kamu?" Raffa langsung menoleh ke sumber suara.

"Hm. Tumben jam segini tante di rumah?" Raffa berjalan ke arah lemari pendingin, membukanya kemudian mengambil sebotol air mineral.

"Iya nih, kebetulan di kantor lagi gak ada kerjaan, jadi yaudah, tante pulang aja."

Raffa menyudahi aktifitas minumnya. Dia bergumam, "oh."

"Iya."

Setelah itu hening. Tidak ada lagi suara. Sejujurnya Tania ingin mengatakan sesuatu, namun, ia takut membuat Raffa marah.

Melihat Raffa yang menaiki tangga, Tania segera memanggil. Dia harus memberitahu anak itu apapun resikonya.

"Raffa,"

"Ya, tante?" Raffa memutar badan ke belakang.

"Tadi Ayah kamu kesini." Ucap Tania penuh ke hati-hatian.

Bibir Raffa menipis tidak suka. Tangannya mencengkram erat pegangan tangga.

"Ngapain dia kesini lagi? Enggak ada bosen-bosennya ngurusin hidup orang."

"Raffa, dia Ayah kamu lho. Mau sampai kapan kamu diemin terus? Cepet akur dong, kalian 'kan keluarga."

"Bukan. Dia orang asing." Raffa berbalik lagi, berniat untuk ke kamarnya sendiri. "Bilangin, Ayah mana yang tega mengusir bocah ingusan umur 14 taun dari rumahnya."

Brak.

Pemuda tersebut menutup pintu secara kencang, hingga menimbulkan suara keras. Tania cuma menghela nafas pasrah mendapat respon buruk dari Raffa.

Begitulah seorang Raffa di mata semua orang. Keras kepala, tidak mau dibantah, dan punya ego yang tinggi.

Sekedar informasi, Tania sendiri adalah kakak perempuan sekaligus satu-satunya saudara kandung dari Ananta Samudera, alias Ayahnya Raffa.

Alasan Raffa membenci Ayahnya sudah jelas, karena Ananta begitu kejam mengusir Raffa kecil dari tempat tinggalnya sendiri. Bahkan di saat Raffa kehilangan sang Kakak, Ananta sama sekali tidak mengizinkan Raffa untuk ikut melayat.

Tania punya seorang suami dan satu anak. Anna Laila namanya, anak tunggal Tania itu kini sedang menapaki jenjang pendidikan perkuliahan di luar negeri. Tepatnya, di negeri Paman Sam. Suaminya yang bernama Dikta, sekarang juga sedang tugas di luar kota untuk beberapa bulan kedepan.

Itulah salah satu alasan mengapa Tania mengajak Raffa untuk tinggal di rumah besarnya tersebut. Tania selalu merasa kesepian setiap kali sang suami bertugas, kalau ada Raffa, rumahnya tidak terlalu sepi. Sebab, anak itu sering membawa teman-temannya ke rumah.

"Maafin kebodohan Ayah kamu Raffa,"

***

Memandangi langit-langit kamar, hanya itu yang dilakukan Raffa di dalam kamarnya sekarang.

"Seenak jidat nyuruh gue balik. Dulu aja ngusir, sampe bikin gue luntang-lantung sendirian."

Perasaan campur aduk menguasai hati Raffa. Di satu sisi ia ingin kembali kepada Ayahnya, karena cuma Ananta satu-satunya keluarga yang Raffa punya selain Tania. Tapi di sisi lain, Raffa masih menaruh sakit hati mendalam akibat perlakuan Ayahnya. Sejak dulu, Raffa memang tidak pernah diperhatikan. Hanya Irene, Ibunya, yang selalu setia berada di samping Raffa kala ia menangis.

Sayangnya, Ibu Raffa sekarang sudah tenang di surga sana.

"Raffa, rindu sama Ibu." Gumam Raffa lirih.

Dua menit terlewat, Raffa memutuskan untuk menghibur diri dengan cara mengobrol bersama teman-temannya lewat chat.

LINE

Empat Cowok Caem🐜

Raffa El: Woy! Ke rumah gue?

Naufal Prasetyo: Kenapa lo? Kurang belaian ya peke nyuruh kita ke rumah lo segala?

Raffa El: Sori, gue bukan Ivan

Ivan Januar: Apaan lo, bawa bawa pacarnya Hyorin?

Naufal Prasetyo: Najisun, Babi

Raffa El: Najisun, Anjing

Ivan Januar: Astagfirulah, bahasamu, Nak, tidak baik sekali:(

Adrian Pramudiya bergabung dengan obrolan.

Adrian Pram: Anjir, parah, parah! Tau gak, gua barusan dikejar ama anjing tetangga

Raffa El: Gak

Ivan Januar: Gak(2)

Naufal Prasetyo: Gak(3)

Raffa El: Anjing kok dikejar anjing?

Naufal: Biarin Raff, biar so sweet kaya film India, saling kejar-mengejar penuh cinta bhak

Adrian Pram: Sakit hati hayati diledekin mulu bang:(

Ivan Januar: Hayati lagi mandi, kgk usah dibawa bawa

Naufal Prasetyo: Noh, enaknya Hayati marah wkwkwk

Adrian Pram: Aduh, ampun, Mak haha

Terkadang terlintas dibenak Raffa, kenapa bisa ia berteman dengan mereka bertiga? Parahnya lagi, itu sudah terjalin cukup lama. Dan Raffa tidak merasa risih sama sekali dengan sikap pecicilannya Adrian, Ivan dan juga Naufal.

***

Tap tap tap

Seorang gadis yang rambutnya diikat ekor kuda, berjalan sendiran di koridor lantai bawah. Kinara merasa lega setelah buang air kecil barusan. Rasanya seperti bebas dari belenggu.

Pak Husen, guru matematika yang terkenal galak itu sedang mengajar di kelasnya. Dan Pak Husen tidak memperbolehkan muridnya keluar lebih dari satu orang, membuat Kinara terpaksa ke toilet seorang diri.

Begitu hendak menaiki tangga, telinga Kinara tidak sengaja mendengar percakapan seseorang lewat telfon. Kepo, akhirnya Kinara ikut menguping dari balik salah satu pilar.

"Kaya si temennya Adrian," Kinara berpikir sejenak. "Siapa tuh namanya, ah... Raffa, iya bener!"

"...Saya gak bakal pulang ke rumah. Nggak usah kasih penjelasan apapun...terserah, saya gak peduli."

Tut tut tut

Telfon tersebut ditutup sepihak oleh Raffa. Dan Raffa juga mengetahui, kalau Kinara tengah menguping di belakangnya. Dia bisa melihat pantulan gadis itu lewat kaca jendela yang ada di hadapannya.

"Keluar lo,"

Seketika Kinara langsung terkejut. Bahkan jantungnya sampai berdebar-debar saking takutnya sama Raffa. Entah takut kenapa, yang pasti tatapan Raffa itu selalu tidak bersahabat pada siapapun. Termasuk Kinara.

"Punya kuping dipake buat hal baik, bukannya nguping pembicaraan orang." Sindir Raffa.

Dari balik pilar, wajah Kinara merah menahan malu sekaligus kesal.

"Gue nggak nguping, cuma kebetulan lewat aja." Balas si perempuan yang masih bersembunyi di balik pilar.

"Kalo gitu keluar, buktiin."

Walaupun ragu-ragu, Kinara akhirnya keluar dan melangkahkan kaki mendekati Raffa. Pemuda tersebut menyandarkan punggung ke dinding. Sementara kedua tangannya terlipat di depan dada.

"Kenapa?" Tanya Kinara mengangkat dagu berani.

Sunyi.

Beberapa detik berlalu dan tidak ada gerakan apapun dari Raffa. Hingga Kinara dibuat kaget untuk yang kedua kalinya ketika Raffa secara tiba-tiba menyudutkan dirinya ke tembok.

"Eh, lo mau ngapain? Jangan macem-macem, ya. Dosa itu namanya." Meskipun tergagap Kinara terus berusaha biasa-biasa.

"Macem-macem urusan gue, dosanya juga gue yang tanggung." Sahut Raffa. Sorotan matanya mengintimidasi gadis yang berada dalam kukungannya.

Kinara makin panik saat Raffa semakin mempersulit ruang gerak antara mereka berdua. Kinara tahu diri kalau badannya berukuran kecil, jadi mustahil untuk mendorong tubuh Raffa.

"Kalo mau nguping, otak dipake, pinteran dikit."

Kinara menahan nafasnya akibat jarak wajah mereka yang terlalu dekat.

Kejadian menegangkan tersebut tidak berlangsung lama. Raffa langsung menjauhkan lagi tubuhnya dari Kinara. Dengan gaya santainya lelaki itu berjalan ke arah lain, maksudnya bukan ke kelas, melainkan ke kantin.

"Heh, kelas di atas. Itu kantin." Seru Kinara pada Raffa. Walau Raffa memberi kesan tidak baik untuk Kinara, dia tetap harus berbuat baik kepada siapapun. Begitu kata Ibunya.

Raffa berpaling ke belakang, menatap Kinara lagi. "Yang bilang gue mau ke kelas siapa?" Katanya sembari menyunggingkan senyum miring.

Mulut Kinara terbuka lebar, dia benar-benar tidak menyangka kalau Raffa itu sangat menyebalkan.

"Dasar lo, makhluk nyebelin sedunia!" Kinara memaki sambil menunjuk punggung Raffa.

~♡×♡×♡~

Author Note:

Follow instagram: real.luluara

To be continued,

Love, LuluAra

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top