03 - Sekolah & Teman Baru [r]
Taylor Swift - Blank Space
"Segala sesuatu yang terkenal itu selalu terlihat begitu menarik, bukan? Tapi karena terlalu banyak orang yang tahu, sesuatu yang terkenal itu tidak lagi menarik." -Kinara Aurelia
-Cool Bad Boy
***
Alarm yang berasal dari teriakan Ibunya Kinara menggema hingga sampai ke lantai atas.
"KINARA, BANGUN! UDAH SIANG,"
Namun, yang dipanggil cuma bergerak-gerak malas di kasurnya. Seolah masa bodo dengan hari pertama dia pergi sekolah.
Tok tok tok!
"Kinar, bangun!" Karena tidak ada sahutan apapun, Helen akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. "Ya ampun, nih anak kebo banget."
Helen mengguncangkan tubuh anak sulungnya itu berkali-kali. "Heh, mau bangun enggak kamu?"
"Mmm... Apa, sih Ma? Ngantuk ah," Kinara menarik selimutnya ke atas.
"Hari pertama sekolah Kinara... Kamu mau dihukum gara-gara telat? Yaudah, Mama gak urusin kalo gitu."
Hening
Lima detik berikutnya Kinara tersadar. Dia segera bangkit dari posisi tidurnya lalu berjalan ke arah kamar mandi dengan terbirit-birit.
"Mama kenapa gak bangunin aku?" Protes Kinara dari dalam kamar mandi. Helen memutar bola mata, "haduh, lama-lama jadi kaya Raisa deh, serba salah." Gumamnya pelan.
***
Seusai mandi singkatnya, Kinara buru-buru turun ke bawah. Sesampainya disana ia langsung duduk di meja makan bergabung bersama Kaila dan Ibunya.
"Kinar, kamu berangkat sama anaknya tante Siska, ya?" Kinara reflek berhenti mengunyah Rotinya. "Anaknya siapa?"
Helen mengambil roti bakar dari piring lalu mengolesinya dengan selai kacang. "Anaknya tante Siska, yang rumahnya depan kita itu. Dia juga satu sekolahan lho, sama kamu."
Kinara yang tidak tahu apa-apa cuma mengangkat kedua bahunya tidak acuh, "lah? Kagak tau. Kenal aja belum."
"Ya, pokoknya kamu nebeng sama dia. Soalnya gak bakalan keburu kalo Mama anterin kalian berdua. Ini kan senin," ujar Helen.
Sambil mengunyah rotinya Kaila bertanya, "emang kenapa kalo senin, Ma?"
Kinara menatap adiknya jengkel, "Ya kan upacaraaa, Pinter."
"Oh gitu." Kaila manggut-manggut. "E kak, coba lo tebak, kenapa senin harus upacara? Kenapa? Hayoh jawab?"
Kinara menjulingkan matanya ke atas, berpikir. "Um, karena kita di Indonesia-lah!" Jawabnya yakin.
Kaila mengibaskan tangan kanan di hadapan wajah Kinara. "Salah!"
"Terus?"
"Karena ini hari senin. Dimana-mana tuh kalo senin ya pasti upacara, makanya ada istilah i hate monday."
Kinara menghadapkan tubuhnya ke arah Kaila dan berujar, "eh kampret, ya iyalah. Itu mah nggak usah ditanya lagi. Nenek-nenek tahun 50-an juga udah tau."
"Nah itu lo tau, ngapain masih dijawab?" Kaila menahan tawanya.
Sang kakak mendengus sembari menggeser badan jadi ke posisi semula. "Semerdeka lo aja dah,"
Kinara kemudian mengambil gelas berisi susu yang tidak jauh dari jangkauannya.
"Kalian tuh, pagi-pagi udah ngomongin yang enggak penting." Cibir Helen memandangi kedua anaknya.
"Tau tuh, Kaila yang mulai." Sahut Kinara.
"Kakak juga ikut-ikutan," adiknya menyahut tak mau kalah.
"Udah, cepetan makannya." Titah sang Ibu. Helen menjatuhkan pandangannya kepada Kinara.
"Kamu ati-ati ya, nanti di jalan."
"Hm,"
Tin tin tin
Ketiganya langsung menoleh ke arah pintu utama. Helen yakin kalau klakson tersebut berasal dari motornya Adrian.
"Katanya Adrian. Sana berangkat Kin, inget pesen Mama, hati-hati."
"Iya, Mama." Gadis itu mengambil tas sekolahnya yang terletak di atas meja makan lalu mencium punggung tangan Helen.
***
Setelah sampai di sekolah barunya, Kinara sedikit heran dengan bisikan-bisikan siswa-siswi sekitar. Terutama para gadis.
Adrian yang tahu gerak-gerik Kinara langsung berkata, "udeh santai aja, mereka nggak gigit kok. Cuma liatin doang."
"Gitu, ya?"
Adrian tersenyum di balik bahunya Kinara. Dia lalu menghampiri si perempuan. "Yuk, gue anterin ke Ruang Tata Usaha dulu."
"Ngapain?" Tanya Kinara bingung.
"Lah? Emangnya lo udah tau kelas lo dimana?"
Kinara menepuk jidatnya sendiri. "Oh iya, bego banget, ya."
"Ada-ada aja sih, lo." Adrian geleng-geleng kepala.
"Maaf, hehe... " Kinara nyengir imut. Membuat Adrian juga ikut terkekeh geli.
"Buruan ah, sekarang 'kan bakalan upacara."
"Oke!"
***
Kinara telah memasuki kelas barunya dengan selamat, maksudnya tanpa ada hambatan apapun. Setelah berkenalan singkat di depan, Kinara memutuskan untuk mencari tempat duduk sendiri.
"Duduk sama abang aja, Neng!" Celetuk salah seorang siswa. Kinara tersenyum kikuk menanggapinya.
"Eh, jangan ribut." Tegur Pak Husen yang berada di depan kelas.
Pada akhirnya pilihan Kinara jatuh ke meja dekat jendela yang ada di barisan ke empat. Disana sudah duduk seorang siswi yang sepertinya sedang fokus membaca novel.
"Hai, gue boleh duduk disini?" Sapa Kinara seraya tersenyum lebar.
Siswi tersebut mendongkak, lalu membalas senyuman Kinara. "Boleh boleh. Duduk aja,"
"Makasih ya." Kinara mendaratkan pantatnya di atas bangku. Ia lupa sesuatu, dengan cepat gadis itu memalingkan wajah ke samping dan menyodorkan tangan kanannya. "Kenalin, gue Kinara. Lo siapa?"
"Sebenernya gue juga denger sih tadi nama lo, tapi gak papa lah. Gue Anggita Puteri, panggil aja Gita."
"Oke deh,"
Detik berikutnya Kinara berputar ke belakang. Dia penasaran, kenapa dua meja di belakang tidak ada penghuninya sama sekali.
"Ngomong-ngomong, yang di belakang pada kemana? Ilang?"
Anggita tertawa kecil. "Enggak ilang, mereka bolos. Empat Sekawan mah emang gitu."
"Hah? Empat Sekawan? Apaan itu?" Kedua alis Kinara menyatu karena bingung.
Anggita mendekatkan jarak tubuhnya kepada Kinara. Dia berniat memberitahu sesuatu yang memang sudah bukan rahasia umum lagi di seantero sekolahan Bakhti Utama.
"Empat Sekawan itu sejenis perkumpulan yang berisi empat cowok keren dan tampan. Kalo lo mau tau, gak usah khawatir, bentar lagi mereka datang kok." Jelas Anggita diiringi senyum misterius.
Mungkin kalau Pak Husen tidak memberi instruksi, Anggita dan Kinara akan terus lanjut berkenalan hingga keduanya lupa waktu.
"Oke anak-anak, cukup dulu kenalannya. Sekarang kita lanjutkan materi yang kemarin."
"Baik, Pak."
***
Sudah menjadi hal lumrah kalau Empat Sekawan selalu masuk terlambat ke kelas. Faktornya, bisa saja mereka nongkrong di kantin. Atau merokok diam-diam di gudang. Atau bisa juga bermain basket di lapangan, seperti sekarang ini.
"Adrian! Over ke gue bolanya!" Teriak Raffa sembari mengangkat kedua tangan ke udara.
Dan dengan sigap Adrian melempar bola tersebut kepada Raffa. Setelah menerima bola dari Adrian, Raffa tanpa basa-basi menggiringnya sampai ke bawah ring basket.
"Raffa! Raffa! Raffa!"
Teriakan penuh semangat itu berasal dari para siswi di pinggir lapang.
Brak.
Suara bola yang masuk ke dalam ring terdengar, membuat siswi-siswi berteriak kencang dan bertepuk tangan.
"Whooaaa... "
Raffa memberikan high five untuk ketiga teman-temannya. Lalu, ada adegan dimana Raffa menyisir rambut cokelatnya ke belakang menggunakan tangan. Hal tersebut sontak membuat para cewek makin menggila. Belum lagi keringat yang bercucuran di leher Raffa menjadi nilai tambah kalau lelaki itu benar-benar sangat kepanasan.
"Aduh, anjir! Enggak kuat gue liatnya. Raffa, subhanallah, ganteng banget."
"Keringetnya aja seksi, apalagi bagian lainnya, ya."
"Harus kuat iman emang kalo liatin si Raffa mah."
***
Author Note:
To be continued,
Love, LuluAra
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top