[39] Rasanya Masih Sama
Dengan senyum yang merekah Kirana memasuki kelas Baylor dengan segenggam kotak bekal di tangannya. Gadis itu sama seperti mentari, sangat ceria. Auara Kirana di ambang pintu Baylor sadari, ia menoleh ke arah gadis itu yang mendekat.
"Kenapa senyam-senyum?" tanya Baylor.
Kirana memperlihatkan bawaannya yang sempat disembunyikan di balik punggung, "Taraaa!"
Teman-teman Baylor kompak menertawai tingkah gadis itu. Lalu, Nata mengisyaratkan untuk cabut. Membiarkan mereka berdua agar tidak menjadi nyamuk pengganggu.
Sebelum keluar, Gery merampas dagangannya sendiri di atas meja. Gery berbisik ketika melewati Baylor, "Selamat, ya, Bay."
Ucapan selamat untuk apa? Tidak jelas, Baylor mengernyit sampai Gery itu menghilang di balik pintu kelas. Atensi Baylor kembali pada Kirana, diambilnya kotak bekal yang Kirana sodorkan.
"Udah lama ya, gue enggak makan nasi goreng buatan bibi lo," ujar Baylor mengingat-ngingat, "berapa lama sih?"
"Enggak penting berapa lama, yang penting rasanya masih sama." Kirana meluncurkan kata-kata yang sudah disiapkan daritadi.
Baylor membulatkan mulutnya membentuk huruf O. Kemudian, tangan kanan lelaki itu mulai menyuapkan sendokan pertamanya. Terdiam beberapa saat. "Bener ucapan lo," katanya.
Kirana tersenyum puas. Tanpa diperintahkan gadis itu menjatuhkan bokong di bangku Baylor, sementara Baylor sendiri duduk di atas meja. Jadi, Kirana harus mendongak agar dapat saling tatap.
"Bay," panggil Kirana pelan. Mendadak gugup ingin bicara ke intinya ketika Baylor menjawab dengan deheman.
"Bay," panggil gadis itu sekali lagi. Kirana ingin Baylor menoleh padanya karena sesuatu yang akan Kirana sampaikan selanjutnya ini butuh perantara mata agar turun ke hati. Eeaaa.
Baylor mengembuskan napas kasar. "Ada apa, Kirana?" tanya lelaki itu serius, tapi malas-malasan.
Ia tidak suka makannya diganggu. Apalagi makanan kesukaannya, Baylor hanya ingin menikmati dengan tenang sampai suapan terakhir.
"Bay, gue suka lagi sama lo." Kirana merutuki diri sendiri, kenapa cuman segitu yang bisa keluar? Padahal tadi saat disiapkan nyaris satu paragraf. Ah, payah.
Baylor terkekeh, entah bagian mana yang lucu atau mungkin karena ekspresi Kirana yang seperti anak kecil habis kecebur, lalu takut bilang pada ibunya? Jika begitu, huh, memalukan sekali.
"Ya terus? Gue harus suka lagi juga sama lo?" tawar Baylor menaik-naikkan alisnya bermaskud menggoda.
Kirana memukul pelan tungkai Baylor di depannya ini, tidak lupa menyembunyikan pipinya yang menghangat ditundukkan kepala.
"Yah malah baper, gimana sih. Jadi siapa yang ngegombal dan siapa yang digomballin?" ledek lelaki itu.
Sementara itu, di waktu yang bersamaan. Ternyata keempat teman Baylor tidak benar-benar pergi, mereka mengintip dari jendela.
"Ck, berasa nonton video ehem tapi gak ada suaranya tahu enggak? Enggak seru!" sungut Jefri melipat kedua tangannya di depan dada.
Mereka mendelik ke arah Jefri, cowok itu selalu ambigu kalau bicara.
"Kenapa? Astagfirullah, guys. Gue enggak kayak yang lo pada bayangin elah," balas Jefri mengusap dada.
Restu mencetus sebuah ide, "Kalau enggak salah satu pura-pura ambil apa gitu, nah lama-lamain sambil nguping. Gimana, siapa yang mau?"
Mereka mengiyakan, lalu bersamaan menoleh pada Nata. "Gue?" Nata menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, cuma lo yang bener. Jadi gak dicurigain," sahut Gery, lalu tanpa aba-aba mendorong tubuh Nata ke dalam kelas.
Nata memasang wajah datarnya dan berjalan ke tempat duduknya, Baylor dan Kirana menyerbu dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Nyari apa, Nat?"
"Ini, PB gue mana ya?"
"Enggak tahu tuh, coba cari di tas yang lain."
Nata mengangguk, mengambil ransel pertama yakni milik Jefri. Ingat kata-kata Restu, Nata melama-lamakan gerakkannya. Setiap bagian dari tas Jefri, Nata cek.
Tidak ada celah yang Nata lewatkan, begitupun di ransel selanjutnya yaitu milik Restu.
"Kalau cewek nembak cowok itu gak pa-pa?"
"Gak pa-pa, asal punya pistolnya, Na."
Kirana mengembungkan pipi kesal. Nata yang mendengar akhinya tahu apa yang mereka bicarakan, lantas menyudahi kegiatannya.
Mendapati Nata melenggang, Baylor setengah berteriak, "Woi, Nat! Udah dapet PB-nya?"
Cowok itu pura-pura mengangguk.
Jefri menyambut heboh di depan kelas, hingga mendapat sinisan tajam dari Nata yang baru sampai. "Gue tahu apa yang mereka omongin," bisik Nata nyaris tanpa suara.
"Nat, gak kedengeran," tutur Restu.
Nata memutar bola mata malas. "Yaudah jangan di sini, cabut!" ajaknya sembari membalikkan badan.
Namun, tiba-tiba di pertengahan jalan menuju kantin. Satu di antara mereka, lebih tepatnya Restu menghentikan langkah tepat di depan toilet.
"Guys, gue kebelet boker. Lo pada duluan aje, daahh." Restu berbelok, memasuki salah satu bilik, lalu terdengar suara pintu yang dibanting keras.
Jefri tersenyum jail, "Eh gue juga deh." Jefri mengikuti langkah Restu.
Gery dan Nata saling tatap, Nata mengerti arti tatapan Gery lantas menggeleng cepat.
"Udah, ayo!" Gery menarik Nata secara paksa.
Dari awal masuk, bau-bauan menyeruak berebut masuk ke penciuman mereka. Tetapi, tak membuat mereka gentar, kecuali Nata. Cowok itu ingin muntah.
Tangan Jefri sudah berada di depan pintu, terkekeh sebentar. Kemudian, menggedor-gedor pintu tersebut keras-keras. Bagaimana kondisi Restu di dalam? Tentu saja panik, tetapi tidak bisa meninggalkan setoran pada alam ini. Keadaan yang membuatnya seperti sedang digerebek oleh polisi.
Keringat dingin membanjiri pelipis Restu. Suara Restu yang serak disertai geraman berkata, "Anjeng, su ... sah ... ke ... luar, huft."
Plung!
Restu menghela napas lega ketika setoran pertama dipenuhi.
"Restu, ini kita!" sapa Jefri dari luar.
"Restu, semangat!" tambah Gery.
"Restu, bau banget bangsat!" pungkas Nata.
Alih-alih ingin fokus justru Restu terganggu di dalam. Memang dasar teman-teman laknat. Kalau sudah selesai Restu ingin memberi pelajaran pada mereka.
Sepuluh menit berlalu.
"Tu, lo masih hidup?" Jefri menempelkan telinganya ke daun pintu, tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam.
Gery dan Nata mulai mendekat, menajamkan pendengaran masing-masing. Sepi dan sunyi, bahkan suara air keran pun tak terdengar.
Mereka saling tatap, lalu mengedikkan bahu cuek. Kali ini, berlanjut ke bagian kedua. Jefri menarik Gery dan Nata untuk melarikan diri.
Restu tersenyum picik di dalam. Gayung berisi air penuh di tangan kananya akan Restu sembur ketika mereka masuk atau ketiak Restu keluar.
"Eh, gak pa-pa kita tinggal?" tanya Gery.
"Ya gak pa-pa lah, emang kita dapet duit nungguin orang boker," sahut Jefri dengan cuek tanpa merasa bersalah sedikit pun.
***
"Udah kan mau ngomong itu doang? Terus ngapain masih di sini?" ketus Baylor setelah ludes menghabiskan makanannya, sebutir nasi pun tak tersisa.
"Eh? Ehmm, nunggu tempat makannya. Iya, mana sini!" Kirana merampas dari tangan Baylor seraya beranjak.
Gagal total.
Bayor mengekori kepergian gadis itu dari belakang dengan santai. Merasa diikut, Kirana senyum-senyum sendiri.
"Enggak usah ge-er, gue mau ke kantin," seloroh Baylor mendahului langkah Kirana yang menurutnya lambat.
Bukan ingin makan lagi, melainkan ingin menenui teman-temannya.
Kirana menggerutu kesal di tempat. Kehabisan akal untuk membuat hubungan mereka kembali seperti dulu. Meski perasaannya masih sama, tidak dengan Baylor yang sudah berada dalam fase melupakan.
Sesampai di kantin, Baylor mengedarkan pandangnya. Ia tersenyum simpul ketika menemukan mereka di suatu meja.
"Wuihh, ada yang baru ditembak nih!" pancing Gery.
"Ekhem, gerah ya guys? Panas enggak sih? Kok gue haus ya?" Jefri mengipas-ngipas menggunakan tangannya, kode keras.
"Setan sih, lu," ujar Baylor santai sambil menarik kursi di samping Nata.
Sadar akan kejanggalan, Baylor segera bertanya, "Restu mana?"
"Boker."
Malas membeli minum karena ramai dan ternggorokannya seret, Baylor merampas es teh milik Gery.
"Lo bukan pengikut Restu kan? Es batunya enggak lo keluar-masukkin lagi?" tanya Baylor, jaga-jaga.
"Enggaklah," sahut Gery.
Lantas, Baylor meneguk es teh tersebut. Tenggorokkannya terasa basah dan dingin. Ia menatap teman-temannya secara bergantian, "Kenapa?"
"Lo terima atau tolak?" introgasi Jefri disertai mata kucing yang memicing.
"Terima apa?" Baylor memasang wajah tak mengertinya, "orang Kirana cuma bilang kalau dia suka lagi sama gue, gitu."
Brakkk
Jefri menggebrak meja di hadapannya dengan gemas.
Nata menjelaskan pelan-pelan, "Itu artinya dia ngajak balikan, Bay."
Balikan? Terus usaha gue salama ini buang-buang energi dong?
🌠Bersambung
Janjii bentar lagi endd hehe❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top