[36] Drama Selesai
Terik mentari seolah membakar semangat lelaki itu, ia berdiri di pintu angkot dengan tangan yang melambai-lambai mengajak orang untuk naik. Seperti tawaran si tukar parkir, paginya, Baylor langsung disuruh untuk bekerja.
"Ayo, ayo! Terminal, Terminal!" ajaknya, "kosong-kosong, ayo naik!"
Segerombolan ibu-ibu mampu membuat Baylor merekahkan senyum. Akhirnya, ada penumpang. Setelah berpuluh-puluh menit mengetem di pertigaan jalan.
Baylor segera turun agar mereka dapat leluasa masuk. Akan tetapi, sejenak ia mengingat-ngingat. Salah satu ibu-ibu yang memakai baju merah terang tidak asing lagi di penglihatannya, lalu ia melirik yang lain. Mati kutu, mereka ini yang waktu itu di GOR!
Yang mengepung Baylor dan Nata, kemudian ketiga temannya yang lain. Ia meneguk ludah, dirinya dalam bahaya.
Bagaimana kalau Baylor sampai fobia? Beruntung saja tidak, tetapi tidak tahu kalau Restu. Yang waktu itu sampai diajak berdansa, huh romantisnya.
Berbicara tentang teman-temannya, Baylor memutuskan kontak dengan mereka. Ia bolos untuk hari ini dan mungkin untuk hari-hari berikutnya. Setidaknya sampai perasaannya membaik, baru Baylor akan sekolah. Jika tetap dipaksa, sama saja bohong karena ia tidak akan bisa menyerap pelajaran yang guru-guru terangkan. Masa bodo jika masuk pekan penilaian harian, raportnya merah juga tak apa.
"Masnya yang...." Ibu tersebut berpikir, menoleh pada satu rekannya. Dari mereka tidak ada yang tahu dan mengangkat bahu.
"....yang, ah bukan, salah orang."
Baylor mengembuskan napas lega, tidak henti-hentinya mengucap syukur. Ia bangkit dan siap berteriak lagi, masih ada bangku kosong yang perlu diisi. Agar angkot segera jalan dan ia merasakan angin segar.
***
Kringggg
Bel istirahat pertama yang bunyinya merambat hingga masuk telinga Kirana. Gadis itu membereskan alat tulis dan bukunya yang berserakan di atas meja, setidaknya jika Kirana meninggalkan tempat duduknya tidak akan ada yang maling pulpen.
Bandit di kelasnya merajalela, sararannya ya murid macam Kirana ini. Yang alat tulisnya banyak dan beragam.
Tidak mau mengulur waktu, Kirana segera membangkitkan diri dan berjalan keluar. Namun, di ambang pintu Raja menyambutnya. Ah ralat, lebih tepatnya mencegat gadis itu dengan kedua tangan terbuka lebar. Nyaris saja Kirana masuk ke pelukan Raja.
"Mau ke mana?" intograsi Raja.
"Ke mana pun bukan urusan lo, Kak." Kirana menyahut sarkas sambil mendorong tubuh kekar kakaknya itu.
Kekuatan Kirana yang tak seberapa, malah mementalkan dirinya ke belakang. Satu kekehan keluar dari mulut Raja yang tampak gemas.
"Urusan gue selama lo masih adek gue, Kirana," desis Raja sedikit mencondongkan tubuhnya ke dapan.
Kirana otomatis mundur dengan jantung berdegup kencang. Gadis itu memberanikan diri menatap Raja, meminta permohonan lewat tatapannya itu. Bersungguh-sungguh, dan Raja luluh.
"Sepuluh menit dari sekarang, lewat dari itu ada hukumannya," ancam Raja, kemudian berbisik, "gue cium."
Setelah melontarkan kalimat yang sedemikian mengerikannya, Kirana bergegas pergi. Berlari menuju kelas Baylor untuk memastikan kabar lelaki itu.
Gadis itu berjinjit di depan jendela, menyipitkan mata ke dalam ruangan tersebut. Tidak ada Baylor, hanya ada teman-temannya yang sedang berkumpul di belakang.
Tanpa banyak pikir, Kirana menghampiri ke dalam. Gery yang lebih dulu menyadari kehadiran gadis itu, lantas bertanya, "Nyari siapa, Kirana?"
Mereka kompak menoleh.
Kirana menyahut ragu, "Baylor, ada?"
Agak sulit menyebut nama itu karena hubungan mereka yang sekarang. Keadaan menjadi canggung ketika tak seorang pun dari mereka yang menjawab.
"Lah kita juga nyari dia, gue pikir lo tahu. Apa masih di kampung Bi Tuti, ya?"
Kirana menggeleng cepat. "Enggak, dia udah pulang," jelas Kirana menggebu-gebu.
Selain khawatir, tahu kan Kirana dikejar-kejar apa? Waktu sepuluh menitnya. Supaya Raja tidak marah dan tidak memberinya hadiah.
"Unch, mantan Baylor perhatian juga ya," celetuk Jefri yang lain mengiyakan sambil tertawa.
Dibuat malu, gadis itu membalikkan badan. Meninggalkan mereka yang tidak membuahkan hasil apa-apa. Jadi kesimpulannya, Baylor di mana? Apa lelaki itu baik-baik saja?
Kirana mendapati Raja bersandar di balkon kelasnya, kepala Raja tertoleh begitu Kirana menampakkan diri. Kemudian menolah pada arjoli hitam yang dikenakan, Raja menyeringai.
Kirana yakin, waktunya lebih. Bahkan lima menit pun tak sampai. Iya, yakin! Benar-benar yakin!
Raja mendekat, sangat senang melihat adiknya ketakutan seperti itu. Tangan Raja yang bebas diangkat dan didaratkan di puncuk kepala gadis itu, diacak-acaknya dengan gemas. Tetapi, menghilangkan sisi kemanusiaannya.
Rambutnya berantakan tidak apa, asal Raja tidak berani berbuat macam-macam.
"Selamet, lo aman." Raja menarik tangannya untuk menuntun gadis itu.
"Kak, nanti kalau Jessie lihat gue bisa di-bully lagi," ujar Kirana, sedetik kemudian memukul mulutnya itu.
Harap-harap cemas ketika Raja menoleh dengan sebelah alis terangkat, "Jessie pernah main-main sama lo?"
Meski ragu Kirana tetap menganggukkan kepalanya.
Genggaman Raja berubah menjadi kepalan dengan kuku-kuku jari yang memutih. Gigi lelaki itu bergemeletuk. Menunjukkan bajwa seorang Raja Salomo Ginting marah. Kemarahan Raja bisa jadi apa?
"Gue mau kasih pelajaran." Lelaki itu melenggang yang membuat Kirana refleks mencekal pergelangannya, "Bukannya Jessie pacar lo?"
"Cuma sandiwara, gue gak bener-bener suka dia. Amit-amit," sahut Raja mendecih pelan ke samping.
Kirana mengerutkan kening, "Jadi serius bohongan?"
"Iya, sayang."
Ck, Kirana benci kata terakhir Raja. Gadis itu mengikuti langkah Raja yang lebar, bagaimana pun Kirana harus menggangalkan niat Raja yang ingin membalas. Karena semua sudah berakhir, lagipula dirinya sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Baylor. Kecuali, sepasang remaja yang menyebut diri sendiri dengan sebutan mantan. Bukan begitu?
Brakkkk
"JESSIE, SINI LO!" Raja setelah mendapati Jessie sedang membuat video tiktok sambil joget-joget bersama squad-nya langsung memanggil dari depan kelas.
Jessie tidak mendekat, melempar tatapan penuh tanda tanyanya ke arah Raja. Sedangkan, teman-teman Jessie berpencar tidak karuan saking takutnya.
"Ke sini atau gue yang ke sana?!" Raja memberi dua pilihan yang dua-duanya tidak Jessie pilih.
"Ouh oke," putus Raja mendekat, "gue yang gerak, lo yang diam."
Plakkk
Dengan heboh anak kelas mengabadikan momen tersebut, video ini bisa tersebar satu sekolah hanya dalam satu kali tekan. Dan Jessie mengutuknya walau tidak membuat mereka berhenti.
"Ada hak apa lo berani nge-bully, Kirana?" Raja mencengkeram pundak Jessie kuat-kuat, mendorongnya ke bawah yang menciptakan ringisan kesakitan. Raja menikmatinya, ringisan tersebut seolah alunan penenang di pendengarannya itu.
Sedangkan, Kirana yang bersangkutan tidak tahu tiba-tiba menghilang.
Atensi Raja beralih pada untaian rambut hitam kecokelat-cokelatan milik Jessie, baru saja menemukan cara pembalasan yang paling benar.
Kemudian, kebetulan di sekitar situ ada gunting yang tergeletak di atas meja. Mungkin bekas memotong print-an gambar.
"Jessie gerah, ya. Jessie suka ke salon kan? Jessie mau jadi cantik?" Raja memegang gunting tersebut terlatih, "Sini, salonnya udah buka."
Gunting itu digerakkan ke ujung rambut Jessie, potongan-potongan tak beraturan tersebut jatuh berserakan di lantai.
Semua menahan napas, Jessie mulai menangis. "Rambut gue...."
Ketika hendak melanjutkan aksinya, seseorang datang tergopoh-gopoh di ambang pintu. Kirana--tidak sendiri, gadis itu disusul kemunculan Pak Dedi.
"RAJA, APA YANG KAMU LAKUKAN?!"
Sekakmat. Raja refleks melepas gunting tersebut, walau tahu riwayatnya tetap akan berakhir.
🌠Bersambung
gimana? bentarrr lagiii end huhuuu❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top