[25] Nenek-nenek Pedofil
Sekitar pukul enam Baylor terbangun oleh telepon beruntun dari ponselnya. Ia lupa mematikamn daya dan data seluler tadi malam, alhasil selamalan ponselnya online. Ia benar-benar merutuki kecorobohan tersebut, tidurnya terganggu. Padahal niatnya, Baylor berencana tidur sampai separuh hari. Minggu kalau tidak dihabiskan untuk rebahan, mau ngapain?
[Bay! Lo denger gak sih?!]
Hoammmm
Dengan kelopak mata yang setengah tertutup, ia bergumam-gumam tak jelas. Tangannya sibuk menggaruk hidungnya yang gatal, kebiasaan kalau bangun tidur. Tungau mungkin menghinggapi tempat tidurnya itu sejak Bi Tuti mengundurkan diri, sprei, sarung bantal, dan lain-lain belum diganti.
[Bener-bener si Baylor, kita cabut deh ke rumah lo!]
Suara Gery di seberang sana berisik sekali, rasanya kalau bukan teman sudah Baylor matikan. Namun, ia menangkap satu kata yang menjanggal, "Kita? Emang siapa aja?"
Terdengar helaan napas yang kompak.
[Gue, Jepri, Restu, sama Nata]
[Dih apa-apaan nama gue jadi Jepri, Jefri woi, Jefri!]
[Tahu lo, lidah lo lokal amat, Ger]
Sembari beranjak Baylor menyambar handuk, ponselnya masih setia menempel di telinga. Sampai tak sadar terbawa sampai toilet. Ketika suara keran air yang dinyalakan, keadaan tidak sehening tadi.
[Jangan bilang lo baru mau mandi?]
"Ya emang gue baru bangun. Udah, udah. Banyak bacot lo pada, gue tutup. Nanti gue yang ke sana."
Kemudian, ia memutuskan sambungan secara sepihak. Sebelum mendengar cacian teman-temannya lagi. Lagipula, apa salahnya sih jam segini baru bangun? Mereka saja yang terlampau rajin.
Sejatinya meskipun Baylor mengambil handuk, ia sama sekali tidak berniat mandi. Menurutnya, ada hari di mana kita harus berhemat memakai air. Karena harus memikirkan kehidupan di kemudian hari. Hari yang tepat adalah Minggu, hari ini.
Jadi, Baylor hanya mencuci muka dan menggosok gigi.
Setelah beres ia mengambil asal pakaian di lemari. Kaos hitam polos dan celana training yang menarik perhatian lelaki itu. Baylor segera memakainya.
Sebelum meninggalkan kamar, ia melihat pantulan dirinya di cermin. "Pantes Armella bilang ganteng, orang emang ganteng," monolognya percaya diri.
Setelah itu, Baylor bergegas menuruni anak tangga. Tidak ada tanda-tanda keberadaan kedua orangtuanya, lantas Baylor mempercepat langkah menuju garasi.
Motornya memelesat secepat kilat, aman rasanya ketika sudah sampai di jalan raya. Ia melirik sekilas jarum speedometer yang nyaris mendekati E, lalu disusul umpatan kecil dari bibir lelaki itu.
Tujuannya berbelok, dari rumah Restu menuju salah satu pom bensin yang ada di perempatan jalan. Lumayan ramai, hingga bola matanya berputar jengah.
Menunggu giliran, ia mencoba bersabar seraya mengedarkan pandang ke sekitar. Tepat saat itu juga, ia melihat postur yang tak asing lagi di matanya. Ya, itu Jihan bersama seorang cowok yang tidak Baylor kenal sebelumnya.
Berada di ambang batas kebingungan antara menegur gadis itu atau tidak, Baylor memilih untuk mengambil gambar lewat kamera ponselnya. Yang nantinya cepat atau lambat akan Baylor tunjukkan kepada Nata. Bukan maksud mengurusi hubungan orang, Baylor hanya peduli pada Nata selaku teman yang ia anggap keluarga.
***
"Jam setengah enam pagi pada nerror gue lewat telpon dan cuma mau ngajak ke sini? Ck, kebangetan lo pada ye." Sejak tadi, Baylor tidak henti-hentinya berdecak dan mengutarakan rasa kesalnya kepada empat anak laki-laki itu.
Yang mana satu di antaranya, yakni Gery sangat bersemangat mengikuti gerakkan senam aerobik dari pemandu di atas panggung. Bukan masalah besar jika harus olahraga. Namun, coba pikirkan kembali, mereka berlima olahraga bersama kerumunan ibu-ibu! Tidak habis pikir Baylor pada Nata, yang setidaknya paling waras.
"Nat, siapa yang ngajak?" tanya Baylor dengan nada frustasi.
"Tuh!" Nata menunjuk Gery menggunakan dagunya, "siapa lagi."
Jefri dan Restu tak kalah semangat dari ibu-ibu yang mulai memperhatikan mereka, bahkan Restu dengan sopan menegur sapa.
"Sendi semangat senam ya, Bu," ujar Restu diakhiri dengan senyuman.
"Ayo, semangat Bu! Satu, dua, tiga!" Jefri memberi arahan yang menyimpang dari pemimpin di depan, lantas para ibu-ibu itu menyinis ke arahnya.
Gery segera menoyor Jefri, "Yang bener dong!"
Sementara itu, Baylor dan Nata menyaksikan mereka di tempat yang berbeda. Maksudnya, ruang lingkup ibu-ibunya beda. Tempat Baylor dan Nata para ibunya agak muda, sedangkan tempat mereka nyaris disebut renta.
"Nat," panggil Baylor.
Nata menoleh dengan sebelah alis yang mengangkat.
"Itu temen-temen lo bukan sih?" tanya Baylor, ia tidak mengerti bagaimana menganggap ketiga anak itu. Teman? Sahabat? Setan? Atau ... keluarga?
Nata mengedikka bahu tanda tak tahu.
Entah angin dari belahan bumi mana, cowok itu berbaur untuk ikut senam. Gerakkan tubuh Nata yang kaku, tetapi punya daya tarik sendiri. Akhirnya, Nata menjadi tontonan para ibu di sekitarnya.
Nata meneguk ludah. Perasaannya sudah mulai tidak enak. "Bay, sini!" suruh Nata meminta pemahaman dari bola matanya.
Baylor kasihan, lantas menghampiri cowok tersebut. Sama halnya dengan Nata, Baylor mengikuti gerakkan di depan.
"Masnya tinggal di mana? Masih sekolah ya? Atau udah kerja?" Salah seorang ibu genit mendekati Baylor, jawaban macam apa yang harus Baylor lontarkan. Ia hanya diam sembari memaksakan senyum.
Setelah itu, ada celah di mana Baylor bisa menyenggol sikut Nata. "Udah gak aman, Nat," bisik lelaki itu. Nata mengangguki.
Ketika ibu-ibu tersebut mulai lengah, barulah Nata mengambil ancang-ancang untuk kabur. Sialan, umpat Baylor membatin.
"Kab--eh Bu, kaos saya sobek. Woi, Nata! Tolongin gue!" Kesialan menimpa Baylor, saat hendak kabur, ibu tadi menarik bajunya itu tanpa berperikemanusiaan.
Ia terperangkap, Nata yang sudah bebas tertawa terbahak-bahak.
"Eh lihat, lihat si Baylor. Woi, Bay! Kirana mau lo ke manain?!" teriak Gery.
Tawa Jefri dan Restu pecah. Dua anak itu meledek sekali di selipan tawanya.
Tiba-tiba ide cemerlang melintas di benaknya. "Gini deh, Bu. Saya mau ambil air dulu haus. Nah, jaminannya temen-temen saya tuh, Bu, di sana!" Baylor menunjuk ketiga anak itu, kalau Nata karena nasibnya sama, ia kasih keringanan.
Setelah mendapat anggukkan, Baylor memelesat menuju Nata. Jauh dari zona merah tersebut.
Seiring berjalannya waktu, kini tempat Gery, Jefri, dan Restu semakin memadat. Bahkan, dari berbagai kubu, para ibu-ibu tersebut mengumpul.
"Pada kenapa sih? Masa sukanya sama yang kencur?" tagur Jefri, "sadar diri, elah."
Gery dan Restu menyumpah serapahi Jefri, atas ucapannya itu semakin memperburuk keadaan.
Ada seorang nenek--kira-kira usianya hampir setengah abad, mencengkeram lengan Restu.
Restu yang tidak ada kesiapan tampak ingin menangis.
"Iya, Nek yang itu! Enggak ada yang punya masih seger!" kompor Baylor.
Restu mendecit pelan, ketika nenek di hadapannya mengajak senam. Ah ralat, lebih tepatnya berdansa.
Lenggak-lenggok pasangan baru, Baylor dan Nata puas melihatnya. "Woi, Tu! Langgeng, ya!" ujar Nata yang di-aamiin-kan oleh mereka.
🌠Bersambung
tekan bintang hehe❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top