[18] Jalan Terakhir

Pernah terlintas di pikiran Kirana ingin memutuskan hubungannya dengan Baylor secara sepihak. Ya, gadis itu tidak munafik. Namun, di sisi utama, Kirana ada hak apa? Mana mungkin Baylor melepaskannya begitu saja.

Sekarang mereka berdua berada di tengah keramaian kantin, ralat tidak berdua. Ada Armella yang tiba-tiba datang di antar mereka. Kirana menyambut dengan senyum kikuk dan mengizinkannya duduk.

Roman Baylor langsung tak mengenakkan, tapi Armella masa bodo dan tetap asik menyantap semangkok bakso yang dibeli. Mungkin, Armella hanya ingin duduk, tidak lebih dari itu. Apalagi mencampuri urusan sepasang kekasih di hadapannya yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja.

Kirana berdehem, "Kamu gak mau lanjut makan?" Atensinya teralih sekilas pada sepiring nasi goreng yang berada di hadapan Baylor, masih lumayan banyak. Lelaki itu terhitung hanya memakan tiga suapan saja sejak sepuluh menit yang lalu.

"Gak," sahut Baylor tegas. Ia memilih memainkan ponselnya.

Seketika Kirana mengunci mulutnya untuk tidak berkata banyak. Kirana tahu Baylor resah tentang pembantunya yang masih mendapat perawatan, tapi jangan semua orang dicuekkin. Memangnya mereka semua bisa paham begitu saja? Tidak kan, makanya sifat Baylor yang ini benar-benar tidak Kirana sukai.

Sembari mengecek tanggal yang tertera di kalendar ponselnya. Tidak terasa sudah memasuki minggu keempat di bulan ini. "Hari apa kita OSN, Mell?" tanyanya, mendongak pada Armella.

"Lusa," sahut Armella.

Rabu yang tidak Baylor nanti-nantikan pada akhirnya. Semangat belajarnya runtuh sejak beberapa hari yang lalu. Bahkan, ia menolak dispen dan lebih memilih mengikuti pelajaran pada umumnya di kelas seperti biasa.

Keempat temannya memberi kebebasan Baylor untuk memilih, mau atau tidak.

Walau niatnya tidak lagi sempurna, ia tetap mau mengikuti olimpiade yang diselenggarakan setiap tahunnya itu. Akan tetapi, Baylor tidak banyak berharap pada dirinya akan mampu meraih peringkat.

Armella tiba-tiba beranjak, dari dua anak yang memerhatikannya tidak ada yang bertanya ke mana gadis itu akan berlalu. Netra Kirana tertarik untuk mengekorinya sampai keluar dari kantin lalu menoleh pada Baylor setelah Armella menghilang, "Armella itu OSN apa, Bay?"

Baylor mendengus sebentar, "Kenapa gak nanya sama orangnya langsung tadi? OSN Bio."

Kirana mangut-mangut.

Kemudian, mereka kembali diam. Kirana ingin jujur pada Baylor sebatas bicara kalau Baylor tidak boleh jadi orang egois, tidak boleh jadi orang yang ingin dimengerti saja, lelaki itu juga seharusnya belajar mengerti perasaaan setiap orang.

"Kalau mau ngomong, ngomong aja." Mata Baylor menyorot Kirana penuh, yang ditatap berusaha memalingkan wajah.

Dia ini benar-benar cenayang.

"Ah enggak, aku cuma mau ... izin ke toilet dan ke atas duluan. Ada tugas sebelum istirahat tadi," balas Kirana berbohong. Siapa berani bilang yang ada dalam batinnya?

Baylor memicing sembari berujar, "Yaudah sana."

Kirana beranjak diikuti kegiatan yang sama oleh Baylor, menjawab keheranan Kirana, ia menutur, "Gue mau ke perpus."

Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor. Sepanjang perjalanan, masih ada saja yang memperhatikan sepasang kekasih itu dengan beragam arti lewat tatapannya. Ada yang cemburu, jengah, tidak peduli, dan lain-lain.

Tiba di tangga menuju lantai dua, Kirana pun melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Baylor menanggapinya dengan deheman dan melanjutkan langkahnya.

Duk!

Bahunya yang kekar baru saja ditabrak seseorang. Tidak ada kata yang keluar untuk mengumpat pada Raja, si penabrak yang entah sengaja atau tidak. Baylor hanya mengarahkan pandangannya tajam sembari menyeringai.

"Sorry," ujar Raja terdengar tulus.

Baylor mengangkat bahu cuek, mengambil ancang-ancang meninggalkan Raja. Raja diam di tempat, mulutnya kembali terbuka, "Sukses buat OSN-nya!"

"Ada niat apalagi lo?" tanya Baylor tersenyum sinis.

Raja mendecak, "Gak selamanya yang buruk terus-terusan buruk, ada saatnya berubah jadi baik."

"Iye deh iye, serah lo." Baylor berlalu di hadapannya untuk memasuki perpustakaan.

Seperti yang Baylor duga, perpustakaan sudah ramai oleh para peserta OSN di H-2. Semangat mereka berkobar-kobar seperti api yang terus dibakar, tidak padam sebelum mereka yang mengubahnya sendiri menjadi abu.

"Bay!" panggil seseorang, "sini bentar!"

Orang itu Armella. Dengan gontai ia menghampirinya di sana.

"Apa?" tanya Baylor seperti biasa, ketus.

Armella menunjukkan selembaran di tangannya pada lelaki itu, "Soal tambahan dari Bu Herna, katanya udah dirangkum yang kemungkinan besar keluar."

Ia membaca satu per satu halaman di selembaran tersebut.

"Oke, thanks." Sedikit meringankan bebannya.

"Hooh."

Lalu Baylor berjalan menuju posisi terenak untuknya, pojok ruangan. Ketenangan harus Baylor cari karena jika tidak begitu ia tidak akan konsentrasi.

Selang beberapa menit, ponselnya bergetar. Itu membuatnya mendengus sebelum memeriksa pesan yang masuk.

Mamah
Bay, lusa jadwal tranfusi
Papah jg dtng
Ad sesuatu yg bakal diomngn

Baylor
iya

Ia mematikan daya benda berbentuk pipih itu kalau masih menyala hanya menganggu waktu belajarnya saja.

Banyak rencana yang akan terjadi lusa, Baylor harap semuanya berjalan baik. Tidak memperparah keadaan yang membuatnya semakin membenci hidup.

***

Pulang sekolah ia ada janji khusus bersama Bu Herna. Keempat temannya atas dasar solidaritas bersedia menunggu lelaki itu. Sementara itu, Kirana diperbolehkan izin pulang duluan.

Gery dan Jefri saling bertukar makanan, sedangkan Restu dan Nata menyaksikan kerakusan mereka.

Gery menceletuk, "Eh guys, gue mau riset nih. Menurut kalian, bubur itu enakkan dimakan langsung atau diaduk dulu?"

Dengan spontan Jefri menjawab, "Dimakan langsunglah!"

Restu memicik mendengarnya. "Diaduklah, lo makan sampai akhir emang ada rasanya kalau gak diaduk?"

Karena Restu berlagak menjatuhkan kubunya, Jefri kembali mengangkat suara, "Ya ada, lidah lo aja yang gak tajem. Lagian nih ya, emang lo gak jijik diaduk kayak muntahan bayi?"

Gery menepuk jidat. Risetnya gagal untuk acara makan malamnya nanti. Jefri dan Restu malah saling sungut.

"Nat, kalau menurut lo gimana?"

"Gue gak suka bubur," sahut Nata enteng dan tak menghiraukan pertengkaran tak bermanfaat mereka.

Ketiganya dibuat mengembuskan napas sambil menatap Nata.

"Yaudah ganti pertanyaan. Kalian tim mie rebus atau goreng? No debate, oke?" Gery mengganti topik.

Untuk kedua kalinya Jefri dan Restu berbeda kubu. Jefri bersama mie rebusnya menatap Restu remeh, "Mie goreng isinya sedikit, gak kenyang."

"Tinggal bikinnya dua, ribet lo!" sahut Restu.

Gery kembali menatap Nata meminta jawaban dari Nata, tidak mungkin ada manusia di bumi yang tidak suka makan mie kan?

"Gue ... sukanya bihun."

"Noh, bihun mana ada yang direbus pake kuah! Nata tim gue, yuhuu Nat, My bro!" Restu bersemangat sekali merangkul Nata.

Jefri memutar bola mata malas, "Beda konteks, Bang. Mie sama bihun kan beda!"

Ceklek

Baylor keluar menghampiri mereka sembari menenteng sepasang sepatunya. Meski suara berisik teman-temannya sampai ke dalam, ia tidak ada niatan untuk menegur. Malah tersenyum tipis.

"Asik banget, pada ngomongin apa nih?" tanyanya.

"Ngomongin makanan, denger deh, Bay. Masa si Restu makan bubur diaduk, terus dia juga tim mie goreng." Jefri menjelaskan.

Baylor menautkan alis, "Terus kenapa?"

Jefri berdecak, "Ya enggak afdol aja gitu."

Baylor menggeleng tidak habis pikir. "Gini deh, kalian tahu cara nyatuin perbedaan?" Lelaki itu menyuruh mereka mendekat untuk berbisik, "Makan-makan."

Semua menatap Restu kompak.

"Lah apa hubunganya makan-makan sama nyatuin perpedaan sambil natap gue?" tanya si pemilik rumah--Restu.

"Gak ada hubungannya, tapi kita laper. Pengen makan, skuy gaskeun!" Baylor memimpin di depan.

"Mabok angka nih anak," gumam Restu.

🌠Bersamhung
Okurr❤


NOTE :
WAJIB JAWAB
KALIAN SETUJU ENGGAK KALAU SETIAP HARI DOUBLE UP???

















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top