[1] Pukulan di Pagi Hari

Seorang gadis menyembulkan kepalanya ke dalam pintu kayu yang menjadi penutup kelas XI MIPA-2, bola matanya mengedar untuk mencari keberadaan seseorang.

Setelah menemukannya di antara kerumunan siswa tanpa ragu gadis itu melangkah maju.

"Bay, ini aku bawain nasi goreng kesukaan kamu." Sodoran kotak bekal tersebut berhasil menjadi pusat perhatian, tak terkecuali Baylor.

Ia mengangkat sebelah alisnya, "Buat gue?" Baylor belum juga meraihnya sampai tangan salah satu temannya hendak terulur begitu saja.

Wajah Baylor yang semula tenang, kini sedikit menegang. Menyadari perubahan mimik wajah Baylor, siswa tersebut mengurungkan niatnya.

Si gadis menelan salivanya kasar. Belum juga pemberiannya dapat diterima oleh lelaki itu. Hingga di detik kesekian, kedua tangan yang tersodor itu perlahan menurun. Digantikan oleh raut wajah muram. Sederhana ini untuk patah hati di pagi hari.

"Masih marah ya?"

Baylor berdehem malas, tangan kanannya yang bebas tersibak dengan maksud mengusir. Tidak ada yang gadis itu lakukan selain menuruti perintah Baylor.

Baru saja membalikkan tubuhnya 90 derajat, Baylor menginterupsi gerakkan itu. "Istirahat nanti, jangan berani tampakkin diri lo di depan gue sebelum gue sendiri yang nyamper ke kelas lo. Paham?"

Netra gadis itu melemah, lalu mengangguk pelan. Setelah Baylor tidak lagi bicara, barulah kembali melanjutkan langkahnya.

"Marahan mulu lo sama Kirana, gak pernah tuh gue liat kalian akur," celetuk siswa berbadan gempal.

Baylor mengedikkan bahu cuek, lagi pula apa perlu ia umbar kemesraan di hadapan publik? Apa untungnya? Dan yang paling penting, Baylor adalah orang yang tidak mudah untuk bersikap manis walaupun di depan pasangan sendiri.

"Weh buru, jangan pada bengong. Siapa yang jalan?!" tegur siswa lainnya.

"Lo sendiri, anjing yang jalan!" sahut Baylor melempar tatapan jengkel ke arah Jefri.

Ketika Jefri hendak mengeluarkan kartu di tangannya, tiba-tiba suara gubrakan dari arah pintu menghentikan permainan mereka.

Seorang lelaki memakai headband merah dengan poni sedikit kecokelat-cokelatan menunjukkan eksistensinya di ambang pintu. Mata lelaki itu menyapu ke seluruh ruangan kelas, lalu terjatuh tepat pada Baylor.

Senyum bengis yang lekaki itu lakukan membuat Baylor bangkit dari tempatnya, sebelumnya menaruh kartu yang berada dalam tangannya ke sembarang tempat terlebih dahulu. Ia melangkah santai menghampiri lelaki itu, setiap langakh justru debaran tersendiri bagi anak-anak kelas yang menyaksikan.

"Lo apain adek gue? Hah?!"

Di samping itu, Kirana yang baru sampai dengan napas terengah-engah tidak bisa membujuk kakaknya untuk pergi. Sang singa jantan tersebut ketenangannya baru saja diusik oleh Kirana alias adiknya sendiri dengan pengakuan dari mulut gadis itu. Kalau kekasihnya--Baylor, bersikap seolah Kirana adalah seorang kacung yang harus menuruti apa yang majikannya perintahkan.

Padahal, tidak seperti itu.

Baylor memang suka menyuruh Kirana, tapi dengan maksud baik agar gadis itu tidak berani macam-macam dengannya.

Atensi Baylor mulai mendelik ke arah Kirana, ia membuang napas kasar setelah kembali lagi menghadap Raja.

Raja mendecih pelan karena Baylor tak kunjung menjawab pertanyaannya itu, "Jawab dong, gak bisa ngomong?"

Kirana masih berusaha menenangkan kakaknya dengan cara lembut, yakni memeluk lengan Raja tak lupa menunjukkan tatapan memohon. Namun, Raja sudah terlanjur marah adiknya diperlakukan seperti itu.

Gadis berkepang dua itu mundur beberapa langkah setelah Raja menepis tangannya.

Beberapa anak yang mulai berkerumun mengikuti gerakkan yang sama seperti Kirana lakukan. Tak jarang dari mereka mengabadikan momen ini lewat kamera ponselnya.

"Kalau gue jawab, apa lo bakal diem?" Baylor bersedekap dada, di kondisi yang menengangkan seperti ini ia menahan diri untuk tidak terpancing. Tangannya sedang tidak ingin diajak beradu.

Raja kembali berdecih, ditariknya kerah seragam Baylor dan dibenturkannya ke dinding. Menimbulkan suara yang cukup keras, siapa pun mendengar akan meringis. "GUE GAK BAKAL DIEM ADEK GUE DIMANFAATIN!" Dengan dada yang naik turun, Raja mulai melayangkan pukulan pertamanya ke perut kiri bagian bawah Baylor.

Ingat, baru pembukaan. Masih ada pukulan-pukulan selanjutnya yang menanti di sekujur tubuh Baylor.

Reputasinya tidak mau jatuh begitu saja, ia menahan sakit sambil membalas dengan pukulan di rahang Raja yang keras. Bukan apa-apa bagi Raja yang tubuhnya seolah kebal oleh pukulan. Atau mungkin Raja juga tak mau reputasinya jatuh sama seperti Baylor?

Kirana mulai terisak, sedangkan tak seorang pun yang berani merelai pertengkaran mereka. Sampai akhirnya seorang guru datang, entah dipanggil oleh siapa yang jelas membuat keduanya menghentikan aksi.

"Kamu berdua kenapa berantem dan kalian ngapain pada ngumpul di sini!?" Pak Bakri, guru itu menjabat sebagai wakil kesiswaan menatap Baylor dan Raja secara bergantian.

Kedua anak laki-laki itu tidak menjawab, Kirana berusaha mengeluarkan suaranya yang jatuhnya mirip lirihan, "Maafin mereka, Pak...."

Sementara itu karena takut kena batunya anak-anak yang menonton mundur secara tertib. Menyisakan tiga orang remaja yang menjadi santapan sang wakil kesiswaan di pagi hari ini. Bel yang sebentar lagi akan berbunyi, mengurungkan niat Pak Bakri untuk menghukum mereka dan membebaskan begitu saja.

Pak Bakri lebih dulu menyuruh Raja dan Kirana kembali ke kelas masing-masing, benar-benar sisa Baylor yang entah mau diapakan.

"Kalau bukan karena orangtua kamu penyumbang terbesar buat yayasan ini, bapak gak segan-segan buat surat pengeluaran dari sekolah. Kamu paham, Baylor?"

Pak Bakri bicara bukan hanya didengar oleh Baylor, melainkan seluruh penghuni XI MIPA 2. Baylor mengangkat wajah, menipiskan bibir mendengar penuturan penuh ancaman yang mirip guyonan baginya.

"Tolong perlakukan saya seperti murid biasa, saya gak perlu diistimewakan kayak begitu."

Jawaban yang meluncur dari mulut Baylor, berhasil membuat Pak Bakri tercengang di tempat. Anak itu selalu pandai berkata-kata dan setiap ucapannya akan tepat mengenai sasaran. Sekali pun Pak Bakri, gurunya sendiri.

Kringgg

Atensi guru itu teralih pada lengan Baylor yang terciduk memegangi perut bawahnya, sesekali juga terdengar ringisan kecil dari mulutnya.

"Kelas ini apa ada yang eskul PMR?"

Seluruh penjuru mata, kecuali Pak Bakri dan Baylor tertuju pada seorang gadis yang duduk di barisan kedua dekat jendela.

Wajah gadis itu tampak kebingungan karena teman-temannya mengarah padanya, lantas melepas earphone yang menyumbat telinganya sejak tadi. "Kenapa?"

"Tolong beri penanganan pertama untuk Baylor, bapak beri kesempatan ke UKS lima belas menit."

Baylor menatap kepergian guru itu, lalu melirik gadis yang sudah berdiri di sampingnya. Mata lekaki itu jengah bukan main, "Gak usah, gue bisa sendiri."

Bohong, Baylor tak mengerti apa-paa tentang pertolongan pertama. Ia hanya tahu obat-obatan untuk diminum, sebab menumpuk di dalam laci kamarnya.

"Tapi gue yang disuruh Pak Bakri, wleee!" Siswi itu, teman sekelasnya yang paling menjengkelkan di mata Baylor. Selain bendahara di kelasnya tentu saja.

Tuh lihat, bukannya menuntun Baylor malah melenggang duluan. "Heh, dasar lo PMR gadungan!"

Namun, akhirya langkah mereka sejajar ketika berhenti di pintu UKS. Pintu tersebut terbuka sedikit.

"Ngapain ngintip-ngintip, ini kan wilayah lo, cepet masuk!" sentak Baylor pada Armella.

Armella berdesis menyuruh Baylor untuk diam sambil menempelken telunjuk ke bibir mungilnya.

Sudah dibuat geram, tangan kiri Baylor yang bebas pun langsung mendorong pintu tersebut.

Mereka berempat terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya mulut polos Armella bertanya, "Kalian ... lagi ngapain?"

🌠Bersambung
Spam next biar dilanjut, ya❤



















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top