TIDAK CUKUP SATU LANGKAH

Lee Hwon membiarkan Yoon Bo-kyung membantunya berpakaian. Sejak bangun, istrinya terus bergerak kesana kemari untuk mempersiapkan apa yang dia butuhkan. Sekalipun para dayang memohon agar mereka yang mengerjakan tugas itu, Yoon Bo-kyung menolaknya.

"Mengapa tidak membiarkan mereka saja membantuku, Jungjeon?" tanya Lee Hwon kepada istrinya itu. Yoon Bo-kyung diam sejenak sebelum menjawabnya.

"Saya ingin mempersiapkannya sendiri. Hari ini adalah hari besar Anda. Anda akan melakukan pukulan telak pertama Anda, Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung tanpa melihat wajah Lee Hwon. Lee Hwon melihat wajah istrinya itu begitu serius. Entah karena dia tidak juga membalas perkataan Yoon Bo-kyung atau karena dia menatapnya dengan terlalu intens, Yoon Bo-kyung mengadahkan kepalanya sehingga bisa melihat wajah Lee Hwon dengan jelas.

"Ada yang salah dengan ucapanku, Jeonha?" tanya Yoon Bo-kyung. Wajahnya yang terlalu dekat dengan Lee Hwon, membuatnya mendadak gugup. Lee Hwon melihat ke arah lain untuk menyembunyikan rasa gugup yang muncul secara tiba-tiba itu.

"Tidak, aku hanya memikirkan reaksi dari Perdana Menteri. Aku ingin tahu seperti apa ekspresi wajahnya nanti," ucap Lee Hwon asal-asalan. Demi apapun, dia tidak mau kelihatan gugup di hadapan Yoon Bo-kyung. Lee Hwon kembali menatap Yoon Bo-kyung karena tidak ada balasan kata-kata darinya. Dia pikir Yoon Bo-ky kesal karena ucapannya yang menyinggung ayahnya. Namun, Yoon Bo-kyung malah tersenyum menatapnya.

"Saya yakin wajahnya akan lucu dilihat. Anda harus menjaga sikap nanti, Jeonha. Jangan menunjukkan rasa senang ketika berhasil membuatnya kesal. Jangan sampai Anda tertawa, Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya.

"Aku tahu, Jungjeon. Hal semacam itu tidak perlu kamu jelaskan, Jungjeon. Aku tahu harus bersikap apa nantinya," ucap Lee Hwon dan merasa ketidaknyamanan menyerangnya. Dia merasa jarak mereka berdua yang terlalu dekat membuatnya gugup. Padahal biasanya, dia tidak merasa apapun. Seperti saat festival ketika mereka berjalan berdua.

"Maafkan saya, Jeonha, Saya tidak bermaksud membuat Anda kesal," ucap Yoon Bo-kyung dan wajahnya terlihat sedih. Lee Hwon menghela nafas. Apa dia berbicara keterlaluan kali ini?

"Aku tidak kesal, Jungjeon," ucap Lee Hwon, tidak tahu harus memberi penjelasan seperti apa lagi kepada istrinya itu. Yoon Bo-kyung sendiri hanya tersenyum menanggapi jawabannya yang singkat.

"Baiklah, sebelum pergi menemui Wang Daebi Mama dan Daebi Mama, ayo kita sarapan!" ucap Yoon Bo-kyung. Park Sanggung yang menunggu di ambang pintu, langsung mengerti kalau waktunya untuk sarapan.

Para dayang memasukkan meja yang penuh dengan ragam sajian makanan dia atasnya. Lee Hwon pun duduk ditemani oleh Yoon Bo-kyung. Mereka berdua makan sedikit. Lee Hwon sendiri merasa kurang berselera untuk makan. Pertemuan Dewan Istana yang akan dia hadapi kali ini adalah sebuah pertaruhan. Hal buruk bisa saja terjadi di waktu-waktu terakhir, bukan? Kemenangan dapat berbalik menjadi kekalahan dalam sekejap. Jika Menteri Kanan tidak mengundurkan diri, dia tidak akan bisa mengajukkan Bangsawan Hwan sebagai penggantinya.

"Anda jangan cemas, Jeonha. Percayalah, semua kan berjalan sesuai dengan rencana. Bukankah Langit akan mendukung hal yang baik?" ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon yang sedang memainkan sumpitnya karena keenggannannya untuk makan, mengadahkan kepalanya. Ditatapny Yoon Bo-kyung yang tersenyum. Ada optimisme yang terpancar di wajahnya. Membuat Lee Hwon merasa hatinya kembali tenang.

"Benar! Langit pasti mendukung yang baik," ucap Lee Hwon dalam hati.

🌷🌷🌷🌷🌷

Lee Hwon memasuki aula Sajeongjeon. Aula yang merupakan kantor bagi Raja. Disinilah Dewan Istana selalu mengadakan rapat setiap pagi. Lee Hwon juga belajar Naskah Konfusius dengan para pakar dan berdiskusi untuk mencapai sebuah persetujuan politik. Setiap detail rapat dewan Istana ini akan dicatat. Semua tulisan itu disebut 'sacho'.

Setiap kata-kata yang dikeluarkan Lee Hwon sebagai Raja akan dicatat dan dibukukan. Namun, dia tidak diizinkan untuk melihat catatan tersebut. Hal itu dikarenakan fungsi catatan tersebut adalah untuk evaluasi dirinya yang dilakukan oleh para anggota kabinet pemerintahan.

Untuk evaluasi pribadinya, Lee Hwon memerintahkan anggota Sekretariat Kerajaan untuk mencatat setiap kegiatannya, setiap kata-kata yang dikeluarkannya, apa yang diperintahkannya, dan laporan apa yang dia dapat dari setiap divisi pemerintahan. Semuanya akan dikumpul dan menjadi sebuah catatan sejarah yang disebut 'Seungjeongwon Igli'. Kumpulam catatan ini bisa digunakan Raja pada generasi selanjutnya sebagai pertimbangna dalam pengambulan keputusan.

Lee Hwon yang telah berdiri di depan dan mengahadap semua anggota Dewan Istana dengan gagah berani. Hari ini adalah hari paling bersejarah dalam kepemimpinannya. Dia akan melakukan langkah pertama sebuah perubahan. Hari ini, sama seperti hari kemarin, setiap kata-kata Lee Hwon akan dicatat dan menjadi kenangan bagi penerusnya kelak.

"Semoga, Jusang Jeonha panjang umur. Manse. Manse. Manse," ucap Kasim diikuti oleh semua anggota Dewan Pemerintahan yang hadir, termasuk Perdana Menteri Yoon Dae Hyung.

Setelah Lee Hwon duduk, satu demi satu anggota Dewan Istana maju. Mereka melaporkan evaluasi akhir masing-masing divisi yang menjadi tanggung jawab mereka. Dimulai dari yang terbawah lalu maju ke jabatan yang lebih tinggi. Terakhir, Perdana Menteri Yoon memberikan laporan kesimpulan. Seperti biasa, laporannya selalu berisi hal baik. Lee Hwon tidak bisa menyembunyikan senyum sinisnya ketika memdengar laporan mertuanya itu.

"Tahun ini adalah tahun yang baik," ucap Lee Hwon dengan maksud berbasa-basi. Namun, matanya melirik tajam kepada Perdana Menteri Yoon. Dia pun mengedarkan pandangannya dan mencari sosok Menteri Kanan, Cho Jae-hyun. Saat mempresentasikan laporannya, Menteri Kanan itu gugup dan berulang kali mengucapkam kata-kata yang salah. Kali ini, ditatap tajam oleh Lee Hwon, Cho Jae-hyun menundukkan kepalanya. Lee Hwon tahu kalau menteri yang dikatakan monyet oleh Yoon Bo-kyung itu masih enggan mengundurkan diri. Sikapnya seakan-akan tidak tahu apa-apa.

"Sayang sekali di tahun yang baik ini, aku mendapat kabar kurang mengenakkan," ucap Lee Hwon dan nada suaranya dia buat semengancam mungkin. Cho Jae-hyun yang menundukkan kepalanya seketika menegakkan kepalanya. Wajahnya memucat setelah matanya bersibobrok langsung dengan mata Lee Hwon.

"Jusang Jeonha, semoga Anda panjang umur!" ucap Cho Jae-hyun yang segera maju ke depan membawa papan kecil milik anggota dewan istana. Setiap anggota yang hendak berbicara, akan memegang tongkat itu sebagai bentuk merendahkan diri.

"Menteri Kanan, Anda masih tetap pada pendirian Anda. Padahal kita sudah berbicara kemarin, bukan? Sayang sekali kamu tetap mengambil keputusan yang sama," ucap Lee Hwon dan Cho Jae-hyun mennundukkan kepalanya sejenak.

Seisi ruangan menjadi ribut karena semua saling berbisik-bisik, menebak-nebak apa yang terjadi. Sayup Lee Hwon mendengar suara bisik-bisik yang mengatakan Raja mendengar Cho Jae-hyun berbuat amoral dan dia murka. Tampaknya Yoon Bo-kyung sengaja menyebar berita dari mulut ke mulut untuk membuat opini publik. Tujuannya hanya satu, menekan Cho Jae-hyun.

"Saya mengalami sakit cukup parah, Jusang Jeonha," ucap Cho Jae-hyun. Dia menoleh sejenak kepada Perdana Menteri Yoon yang terlihat masih belum bisa membaca situasi. Lee Hwon ingin tertawa, tetapi menahannya. Sebaliknya dia berusaha memasang wajah penuh simpati.

"Aku tahu. Kamu sudah menceritakannya beberapa waktu yang lalu. Aku turut sedih dengan apa yang kamu alami, Cho Jae-hyun. Namun, haruskah kamu tetap mengundurkan diri?" tanya Lee Hwon dan berusaha suaranya terdengar tidak rela. Perdana Menteri Yoon jelas tidak dapat menyembunyikan kekagetannya. Diatatapnya tajam Cho Jae-hyun yang kembali menunduk karena ditatap seperti itu.

"Jeonha, sakit saya sangat parah. Jika saya memaksakan diri, saya takut akan menyusahkan yang lain kelak karena akan membuat pekerjaan terbengkalai," ucap Cho Jae-hyun.

"Menteri Kanan Cho, sebaiknya kamu memikirkan keputusanmu lebih dulu," ucap Perdana Menteri Yoon, menimpali. Tatapan matanya jelas mengancam Cho Jae-hyun. Tidak rela ikan lepas dari perangkap, Lee Hwon kembali bicara.

"Perdana Menteri Yoon bicara benar, Mentri Cho. Rakyat tentu akan bertanya-tanya nantinya, bukan?" ucap Lee Hwon yang maksudnya adalah 'Rakyat sudah tahu rumormu, aku pasti dituntut menindakmu. Kamu mau dipermalukan atau mundur sekarang,'

"Terimakasih untuk kebaikan dan perhatian dari Jusang Jeonha dan Perdana Menteri Yoon, saya terharu," ucap Cho Jae-hyun lalu menghela nafas panjang.

"Namun, saya harus pergi ke perbatasan untuk proses pengobatan. Saya bahkan mungkin harus menyebarang ke Manchuria untuk menemukan Tabib yang lebih baik," lanjut Cho Jae-hyun.

"Sayang sekali," ucap Lee Hwon dan pura-pura kecewa.

"Sebaiknya kamu bertahan, Menteri Cho. Sampai setidaknya kita menemukan orang yang cocok menggantikanmu," ucap Perdana Menteri Yoon dan suaranya terdengar berat. Lee Hwon menatap mertuanya tajam.

"Akh, benar! Pengganti! Perdana Menteri Yoon, Menteri Cho sudah sejak lama menceritakan penyakitnya kepadaku. Aku sangat cemas, tetapi kudengar dari Jungjeon kalau darah tinggi Anda belakangan sering kumat. Maafkan aku tidak menndiskusikan hal ini denganmu. Aku terlalu mengkhawatirkan kesehatanmu ," ucap Lee Hwon dan Perdana Menteri Yoon terlihat tidak senang. Salah satu ujung bibirnya naik, membentuk senyuman sinis.

"Tidak apa, Jeonha. Berarti Anda setuju, bukan? Kita meminta Menteri Cho bertahan sampai kita menemukan penggantinya," ucap Perdana Menteri Yoon. Lee Hwon menghela nafas. Lalu menunduk sejenak. Berpura-pura berpikir. Kemudian dia menegakkan kepalanya kembali.

"Aku sudah memikirkan hal ini dan berbicara dengan Wang Daebi Mama dan Daebi Mama. Aku juga membicarakan ini dengan beberapa tetua dewan Istana. Akhirnya Menteri Cho sendiri telah mengusulkan nama. Aku rasa nama yang diajukkannya memang berpotensi," ucap Lee Hwon dan Cho Jae-hyun terlihat ketakutan. Dia melihat Perdana Menteri Yoon yang melotot kepadanya. Cho Jae-hyun menggelengkan kepalanya kepada Perdana Menteri Yoon. Memberi kode kalau dia tidak mengucapkan nama siapa pun.

"Menteri Cho bilang, bangsawan Hwan memiliki kapabilitas sebagai Menteri Kanan," ucap Lee Hwon, tidak peduli dengan sikap Cho Jae-hyun. Semua terkejut ketika nama itu disebut. Kehebohan pun terjadi. Seisi ruangan menjadi ribut.

"Jeonha, tidak baik jika memutuskan sesuatu tanpa diskusi lebih dulu dengan Dewan Istana," tegur Yoon Dae Hyung.

"Apakah kamu tidak mendengar kalau aku sudah membicarakan ini dengan Wang Daebi Mama, Daebi Mama dan para tetua Dewan Istana? Baiklah, sekarang apa kekurangan dari Bangsawan Hwan sehingga kamu enggan menerimanya? Lagipula sebagai Raja, apa aku tidak berhak mengajukkan calon?" ucap Lee Hwon dan Yoon Dae Hyung terlihat terkejut. Kata-kata Lee Hwon kali ini tidak saja menohok tetapi menyatakan kekuasaannya sebagai Raja.

"Bukan begitu maksud saya, Jeonha. Bagaimana kalau kita membuat sebuah pertemuan untuk menguji calon yang Anda ajukkan dan calon lainnya?" ucap Perdana Menteri Yoon. Lee Hwon terdiam sejenak. Sebenarnya dia tidak suka dengan usulan Perdana Menteri Yoon, tetapi dia tidak punya alasan menolak usul tersebut. Dia akan dianggap otoriter jika memaksa.

"Baiklah. Persiapkan segala sesuatunya. Pengujian kali ini harus dijamin kebersihan dan keakuratannya," ucap Lee Hwon tegas dan semua anggota dewan terlihat lega. Namun, Lee Hwon di dalam hatinya merasa sangat kesal. Apalagi Perdana Menteri Yoon terlihat senang. Mertuanya itu tersenyum dengan senyuman yang meremehkan Lee Hwon.

🌷🌷🌷🌷🌷

"Brengsek!" umpat Lee Hwon sambil mengobrak abrik isi kamarnya. Pertemuannya dengan Dewan Istana masih membuatnya tidak bisa bergerak. Dia benar-benar murka. Apakah semua akan kembali ke titik nol? Dia benar-benar tidak terima. Ketika kemenangan nyaris di tangannya, Perdana Menteri busuk itu membalikkan keadaan menjadi satu sama dengannya.

"Jungjeon Mama tiba," ucap Kasim dari luar. Lee Hwon menatap ke arah pintu kamar.

"Dalam situasi seperti ini, perempuan itu malah datang. Sedangkan kemarahan masih menguasaiku, mana bisa dia bicara baik-baik," ucap Lee Hwon di dalam hati. Yoon Bo-kyung masuk ke dalam kamar. Menundukkan tubuhnya sedikit sebagai cara memberi hormat. Kemudian menatap Lee Hwon. Keadaan ruangan yang kacau balau membuat istrinya itu tercenung.

"Keluar. Tinggalkan aku sendiri," ucap Yoon Bo-kyung. Para dayang segera keluar. Yoon Bo-kyung menutup pintu dan memastikannya terkuci rapat. Dia maju selangkah.

"Sebaiknya kamu tidak mendekatiku. Melihatmu, membuatku ingat dengan ayahmu," ucap Lee Hwon tajam, tetapi Yoon Bo-kyung tetap melangkahkan kakinya. Lee Hwon nyaris mendorong perempuan itu, tetapi dia kalah cepat. Yoon Bo-kyung segera memeluknya erat. Dengan segenal tenaganya, mengunci Lee Hwon dalam pelukannya. Lee Hwon bisa merasakan tubuh Yoon Bo-kyung gemetar hebat. Dia merasakan air mata istrinya jatuh berderai membasahi pakaiannya Lee Hwon.

"Jungjeon?" tanya Lee Hwon dalam kebingungannya.

"Jika saya tidak menjadi Ratu, Abeoji tidak akan memiliki kekuasaan sebesar saat ini," ucap Yoon Bo-kyung dan suaranya terdengar bergetar.

"Dia tidak akan membuat Anda dan rakyat menderita," ucap Yoon Bo-kyung. Namun, dia tidak melepas pelukannya sama sekali.

"Saya berjanji akan mengembalikan seluruhnya ke tangan Anda, Jeonha. Saya akan melakukan apa pun untuk mewujudkannya," ucap Yoon Bo-kyung dan suaranya terdengar bersungguh-sungguh. Lalu perlahan Yoon Bo-kyung melepas pelukannya. Dihapusnya air matanya sendiri dengan ujung dangui yang dikenakannya.

"Kita harus berpikir dengan tenang saat ini. Kita akan memikirkan langkah kita selanjutnya," ucap Yoon Bo-kyung sambil menatap Lee Hwon tajam. Wajah istrinya itu terlihat bersungguh-sungguh.

"Dalam permainan Janggi. Satu langkah skak, belum menyatakan kemenangan. Kita masih bisa melawan balik. Kita masih punya pion kuda dan gajah, Jeonha. Kemenangan bukanlah hal  yang tidak mungkin, Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung lagi.

Lee Hwon melihat istrinya dengan pandangan tidak mengerti. Kemarahannya hilang karena tindakan Yoon Bo-kyung yang spontan memeluknya. Dalam hati Lee Hwon penuh pertanyaan yang membuatnya bingung. Mengapa istrinya terlihat berbeda saat ini? Mengapa dia tidak melihat wajah penuh ambisi untuk diri sendiri? Sebaliknya dia melihat kesungguhan hati istrinya untuk membela Lee Hwon dengan tulus. Kesungguhan apa ini? Mengapa pandangan mata Yoon Bo-kyung memberi rasa hangat di relung hatinya? 

Lee Hwon takut dengan jawaban bagi semua pertanyaan di dalam hatinya itu.

🌷🌷🌷🌷🌷

Pembaca yang kusayang,
Maaf telat sehari. Kemarin dapat kerjaan dadakan, selepas itu mood ilang untuk ngetik. Plot step by step, ada jenis cinta yang timbulnya perlahan kan? Thanks banyak untuk dukungan yang kalian berikan. Saya sangat berterimakasih. Tanpa kalian, aku nol.

(Nb. Kalo ada waktu, singgah ke cerita aku yang lain ya. Ada Hubungan Kita, My Waste Prince dan Cinta Yang Tersemat. Ketiganya berlatar Tiongkok. Terimakasih)

Sumatera Utara, 23 Februari 2018.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top