SEBUAH HARAPAN YANG BARU
"Park Sanggung, apakah ada pesan dari Jusang Jeonha? Apakah dia akan ke Gyeotaejeon hari ini?" Yoon Bo-kyung bertanya kepada kepala dayang yang melayaninya itu dengan penuh harap. Sudah sebulan dia sadar dari komanya. Selama itu juga Lee Hwon tidak mengunjungi Gyeotaejeon.
Mereka memang selalu bertemu pada saat menyampaikan salam pagi kepada para tetua Istana di Istana Jangyeonjeon. Beberapa kali juga mereka minum teh bersama sambil berbincang-bincang di tepi kolam Istana. Namun, Lee Hwon tidak sekalipun mendatangi kediaman Yoon Bo-kyung dalam tempo satu bulan ini.
"Tidak ada, Jungjeon Mama," Park Sanggung memberikan jawaban yang membuat Yoon Bo-kyung merasa kecewa. Perempuan itu menghela nafas panjang. Didalam hatinya, Yoon Bo-kyung berusaha memahami kalau Lee Hwon sedang sibuk.
Suaminya itu sedang berjuang menciptakan sebuah peraturan yang mengharuskan setiap bangsawan menunjukkan harta mereka yang sebenarnya. Tujuan peraturan itu adalah untuk menetapkan pajak yang adil dan juga mencegah para bangsawan itu melakukan tindakan curang seperti korupsi. Jika harta mereka bertambah secara tidak wajar, pengawas Istana bisa melakukan pemeriksaan terhadap sumber dana mereka dan mengajukkan persidangan kepada Raja.
Jika peraturan itu terwujud maka para bangsawan itu akan berpikir berulang kali sebelum melakukan tindakan curang karena mereka diawasi dengan cara seperti itu.
"Apakah Jungjeon Mama kecewa?" Park Sanggung bertanya dengan suara lirih. Yoon Bo-kyung memperhatikan wajah pelayan seniornya itu. Park Sanggung terlihat agak pucat. Tampaknya dia saangat mengkhawatirkan Yoon Bo-kyung.
Yoon Bo-kyung menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Park Sanggung. Aku bisa mengerti kalau Jusang Jeonha sedang sangat sibuk," Yoon Bo-kyung memaksakan diri tersenyum untuk meyakinkan dayang senior itu kalau dia baik-baik saja.
"Anda tidak marah atau cemburu?"
"Mengapa aku harus marah, Park Sanggung? Bukankah perlakuannya juga sama kepada Selir yang baru diangkat itu?" Yoon Bo-kyung berusaha berkata dengan santai. Hendak memberi kesan kepada kepala dayangnya itu kalau perasaannya baik-baik saja. Sebelumnya, dia sudah menyuruh beberapa dayangnya untuk mencari tahu kegiatan Lee Hwon. Mereka mengatakan kalau suaminya itu langsung menuju Istananya sendiri setelah menghadiri pertemuan Dewan Istana. Tidak ada yang melihatnya keluar dari Istana Gangyeonjeon di malam hari.
"Iya, Jungjeon Mama. Istana Selir selalu terlihat sepi. Apakah kita sebaiknya memasukkan dayang yang bisa kita percayai untuk menjadi mata dan telinga kita disana?" Park Sanggung bertanya dengan nada suara yang pelan. Menyatakan keraguan atas usul yang dia ucapkan sendiri.
Yoon Bo-kyung menggelengkan kepalanya dengan cepat setelah mendengar usulan itu.
"Tindakanku dalam memata-matai Jusang Jeonha beberapa minggu ini sudah di luar batas. Aku tidak ingin menambah kesalahanku dengan memasukkan mata-mata ke dalam Istana Selir Sukwon. Jika suatu saat nanti Jusang Jeonha tahu masalah ini, dia akan sangat marah karena merasa telah dicurigai," Yoon Bo-kyung menjelaskan maksud rasa tidak setujunya itu.
"Saya mengikuti perintah anda, Jungjeon Mama," Park Sanggung berkata dengan sungguh-sungguh. Yoon Bo-kyung puas dengan jawaban dayang seniornya itu. Dia menganggukkan ke
"Hari sudah semakin larut. Aku akan beristirahat," Yoon Bo-kyung menutup percakapan mereka. Yoon Bo-kyung pun masuk kedalam ruang tidurnya sendirian.
Di dalam ruangan itu, dia tidak langsung tidur. Dia berjalan mendekati lemari kabinet yang berada di ruangam itu. Menarik salah satu laci dari lemari itu. Mengeluarkan kotak kayu yang berada di dalamnya. Dia membuka kotak itu dan melihat kaos kaki yang telah selesai dijahit olehnya. Seulas senyum terbit di wajahnya karena dia mengingat jerih payahnya menjahit kaos kaki itu.
Kaos kaki yang diperuntukkan untuk Lee Hwon itu sudah lama tersimpan di dalam laci. Pada awalnya dia berencana memberikan kaos kaki itu sambil mengutarakan perasaan cintanya yang tulus kepada suaminya. Apa yang dia rencanakan tidak terjadi dengan mulus. Yoon Bo-kyung memang telah menyampaikan rasa cintanya. Namun, kaos kaki itu tidak pernah sampai ke tangan Lee Hwon.
Bagaimana bisa dia menyampaikan kaos kaki itu? Sedangkan perasaannya saja dia ungkapkan dalam kemarahan bercampur sakit hati. Sampai saat ini, Yoon Bo-kyung tidak tahu apakah Lee Hwon mempercayai pernyataan cintanya itu. Dia juga tidak tahu apakah Lee Hwon menerima pernyataan cintanya itu atau tidak.
"Dia menjaga dan merawatku pada saat aku sakit, bukankah itu pertanda baik?" Yoon Bo-kyung bergumam sendiri. Dia mengingat masa buruk yang telah berlalu ketika maut menyapanya sekilas dari jauh. Pada masa terburuk dalam hidupnya itu, Lee Hwon terus mendampinginya.
'Jika dia masih membenciku, seharusnya dia membiarkanku saja. Bukankah aku sudah menitipkan surat yang dapat menyelamatkan selir itu kepada Park Sanggung,' Yoon Bo-kyung berkata didalam hati. Dia masih ingat perkataan yang didengarnya saat dalam keadaan tidak sadar. Lee Hwon tidak akan memaafkannya jika dia mati. Bukankah itu menunjukkan kalau Lee Hwon tidak mau kehilangan dirinya?
Yoon Bo-kyung mengambil kaos kaki itu dan mendekapnya. Pipinya terasa hangat.
"Apakah aku menyatakan perasaanku lagi kepadanya?" Yoon Bo-kyung tersenyum malu-malu. Dia meletakkan kaos kaki itu kedalam kotak. Saat itu dia melihat guci kecil untuk salep obat pemberian Heo Yeon Woo. Yoon Bo-kyung menyentuhnya perlahan lalu menghela nafas.
"Aku tahu kalau ini tidak adil untukmu, Sejabin Mama. Namun, sekali saja, izinkan aku bahagia. Aku tidak memintanya membalas cintaku seperti aku mencintainya karena aku tahu kalau di hatinya hanya ada diri Anda. Aku puas sekalipun dia hanya mempercayai rasa cintaku kepadanya. Dan aku akan sangat gembira jika dia bisa menganggapku sebagai temannya," Yoon Bo-kyung berkata lagi.
Yoon Bo-kyung menutup kotak kayu lalu memasukkannya ke dalam laci lagi. Perlahan dia berbaring diatas futon yang digelar oleh para dayang sebelum dia masuk ke dalam ruang tidur. Yoon Bo-kyung menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan waktu yang tepat baginya untuk memberikan kaos kaki yang telah dijahitnya itu.
***
"Selamat pagi, Jusang Jeonha," Yoon Bo-kyung membungkukkan badannya lalu menyapa Lee Hwon pada saat mereka bertemu di pertengahan jalan menuju Istana Jagyeonjeon untuk mengucapkan salam pagi kepada para tetua Istana yang tinggal di Istana itu.
"Selamat pagi, Jungjeon," Lee Hwon menjawab singkat lalu terdiam sejenak. Yoon Bo-kyung menatap wajah suaminya itu dengan harapan kalau suaminya akan berkata-kata lebih banyak lagi. Memberinya peluang untuk lebih banyak bicara. Tidak sekedar menyapa.
"Pagi ini cukup cerah, bukan?" Lee Hwon berkata lagi saat mereka berjalan berdampingan menuju Istana Jagyeonjeon. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya. Hatinya senang karena Lee Hwon tidak hanya menyapanya saja.
"Iya, Jusang Jeonha. Hari ini cuaca cerah sehingga saya berpikir untuk menghabiskan waktu lebih banyak siang ini di peternakan ulat sutra Kerajaan. Jika memungkinkan, saya juga ingin menemui istri Bangsawan Hwan," Yoon Bo-kyung menceritakan rencananya dengan antusias.
"Jangan terlalu memaksakan dirimu, Jungjeon. Kamu juga baru sembuh. Jika kamu memaksa dirimu maka kamu bisa jatuh sakit lagi," Lee Hwon berkata dengan tenang. Yoon Bo-kyung senang mendengar teguran itu karena teguran itu baginya adalah bukti kalau suaminya itu memperhatikan kesehatannya.
"Saya tidak akan memaksakan diri, Jeonha. Saya yakin kalau keadaan saya sudah sangat baik. Lagipula pertemuan itu penting untuk dilakukan. Sudah cukup lama aku tidak mengontak para pendukung kita,"
"Kamu tidak usah mencemaskan masalah itu. Yoon Seung Jae terus berkoordinasi dengan para pendukung kita secara rahasia. Kamu juga harus ingat kalau situasimu saat ini tidak seperti dulu. Setelah ayahmu tahu kalau kamu berada di pihakku maka posisimu tidak aman lagi. Aku khawatir kalau ayahmu akan bertindak nekad kepadamu," Lee Hwon menegaskan perintahnya. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya. Dia tahu perkataan suaminya itu benar. Dia harus lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Ini bukan saja demi nyawanya, tetapi juga nyawa para pendukung mereka.
"Anda juga harus memperhatikan kesehatan Anda, Jeonha. Saya mendengar kalau Anda sangat sibuk dalam penetapan peraturan baru. Jangan sampai Anda jatuh sakit karena kelelahan," Yoon Bo-kyung berkata dengan sungguh-sungguh. Lee Hwon menganggukkan kepalanya.
"Terimakasih, Jujeong," Lee Hwon menjawabnya.
Yoon Bo-kyung menatap suaminya sekilas dan tersenyum. Dia berharap hubungan mereka akan semakin membaik. Dia menatap ke depan. Istana Jagyeonjeon berada di depan mata. Sejak Nenek Raja menegur Ibu mertuanya, sikap Ibu Suri So-hye menjadi lebih baik kepadanya. Ibu mertuanya itu tidak lagi seganas dulu dalam mencela perkataan dan tindakannya. Hal itu membuatnya lega.
'Mungkin saat ini Daebi Mama sudah mulai bisa menerimaku. Bagaimanapun aku berada di pihak Jusang. Sama seperti dirinya. Seharusnya kami berdiri di sisi yang sama. Semoga kedepannya, Daebi Mama bisa semakin menerimaku sebagai menantunya,' Yoon Bo-kyung berkata di dalam hati.
Pemikirannya itu membuatnya merasa lebih percaya diri. Dia memasuki Istana Jagyeonjeon dengan semangat.
Seperti harapan Yoon Bo-kyung, Ibu Suri So-hye bersikap baik lagi kepadanya. Ibu mertuanya itu tersenyum kepadanya dan langsung menyuruh pelayan menyajikan makanan dan minuman untuknya. Sikapnya membuat Yoon Bo-kyung terharu. Selama ini dia selalu menjadi sorotan, tetapi sekarang tidak lagi. Yoon Bo-kyung bahkan berharap kalau hubungan mereka semakin baik maka kesempatannya untuk memiliki hati Lee Hwon sepenuhnya akan terbuka lebar.
Seorang anak pasti akan senang jika istri dan ibunya memiliki hubungan yang baik. Yoon Bo-kyung yakin kalau Lee Hwon juga akan merasa seperti itu. Suaminya itu pasti akan memandang dirinya dengan cara yang lebih positif bila hubungannya dengan mertuanya membaik.
Selain itu, pada saat ini Yoon Bo-kyung dan suaminya harus menghadapi kekuasaan para bangsawan yang berada di pihak ayah kandungnya sendiri. Jika Yoon Bo-kyung bisa menarik dukungan pendukung Ibu Suri So-hye maka kekuatan mereka untuk melawan Perdana Menteri Yoon akan bertambah.
Harapan Yoon Bo-kyung kalau Lee Hwon bisa mengokohkan tahtanya dengan cepat pun semakin besar. Alangkah baiknya jika dalam mengokohkan tahta suaminya tidak ada pertumpahan darah. Hal itu hanya bisa terjadi jika mereka berhasil melemahkan kekuatan para pendukung Perdana Menteri Yoon. Untuk melemahkan kekuatan yang besar seperti itu, perlu kekuatan yang lebih banyak lagi.
"Mengapa hari ini Jungjeong lebih banyak diam? Tidak seperti biasanya," Ibu Suri Istana Jung Hui berkata dengan suara yang tenang. Tidak terdengar seperti sedang menuduh.
"Maafkan saya, Wang Daebi Mama. Saya diam bukan karena saya punya masalah. Saya hanya sedang menikmati kasih sayang Anda dan kasih sayang Daebi Mama kepada saya," Yoon Bo-kyung berkata dengan terus terang tentang isi hatinya. Ibu Suri Jung Hui tersenyum.
"Daebi, Jungjeon sepertinya bisa merasakan kasih sayangmu. Rasanya tidak baik jika kamu menutupi rencana baik yang kamu utarakan kepadaku secara pribadi," Ibu Suri Jung Hui berkata sambil menatap Ibu Suri So-hye dengan tersenyum.
"Wang Daebi Mama, apa yang Anda katakan benar adanya. Jusang, Jungjeon, aku sudah mengutarakan rencanaku kepada Wang Daebi Mama. Kuharap kalian berdua akan meluluskan keinginanku," Ibu Suri So-hye berkata dengan tenang.
"Apakah itu, Eomma Mama?" Lee Hwon bertanya.
"Sebentar lagi, Jungjeon akan berulang tahun, bukan? Jika tidak salah menghitung, dia akan berusia dua puluh lima tahun pada tahun ini. Aku berencana melakukan sebuah ritual sebagai doa kepada Langit. Pertama, untuk berterimakasih karena dia berhasil melewati maut. Kedua, mendoakan kesehatannya. Terakhir, supaya Langit juga memberikan keturunan kepadanya," Ibu Suri So-hye berkata dengan tenang. Lee Hwon menatap Yoon Bo-kyung yang terkejut.
"Ritual apa yang akan dilakukan, Eomma Mama?"
"Aku akan pergi ke Biara dan tinggal disana untuk berdoa dan berpuasa,"
"Daebi Mama, saya memohon supaya Anda tidak melakukan pengorbanan seperti itu untuk saya. Biarlah saya saja yang melakukannya di Biara," Yoon Bo-kyung dengan segera menanggapi perkataan mertuanya.
"Jungjeon jangan salah memahami maksudku. Aku tidak sedang menyinggungmu. Selama ini kamu sudah berulang kali ke Biara dan berdoa. Namun, Langit belum juga mengabulkan. Mungkin Langit berkehendak supaya aku sendiri yang pergi dan berdoa untukmu," Ibu Suri So-hye berkata dengan tegas.
"Jungjeon, apa yang dikatakan Daebi adalah hal baik. Dia juga akan membawa Selir Sukwon menemaninya berdoa kepada Langit. Ini juga adalah kesempatan yang baik bagimu dan Jusang. Kalian berdua bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama-sama," Ibu Suri Jung Hui ikut memberikan penjelasan. Yoon Bo-kyung menatap Lee Hwon. Mencoba menilai apakah suaminya itu keberatan atau tidak dari raut wajahnya.
"Aku rasa perkataan Halma Mama ada benarnya. Sebelum kamu sakit, hubungan kita memang kurang baik. Kuakui itu karena kesalahanku yang telah mengambil Selir tanpa meminta pendapatmu. Dengan begini, kita bisa memperbaiki hubungan kita," Lee Hwon berkata dengan tenang.
Yoon Bo-kyung terpana sesaat. Dia tidak menyangka kalau suaminya akan berkata seperti itu. Perkataannya itu memupuk harapannya kalau suaminya itu memperhatikan perasaannya dan mungkin saja sudah mengizinkannya masuk ke dalam hatinya yang berkubu itu.
"Jika Wang Daebi Mama, Daebi Mama bahkan Jusang Jeonha berpikir seperti itu, saya akan menurut," Yoon Bo-kyung berkata dengan perlahan untuk menyembunyikan rasa senang yang membucah di dalam hatinya. Membayangkan kalau kehidupan rumah tangganya akan membaik seperti sebelum Selir itu muncul. Kesempatannya untuk menyatakan perasaannya dengan benar pun semakin besar.
"Baguslah jika kamu mengerti niat baikku ini," Selir So-hye berkata setelah menghela nafas. Terlihat sekali kalau dia senang dan lega.
"Saya yang berterimakasih kepada Anda, Wang Daebi Mama. Anda telah mengorbankan diri Anda untuk saya," Yoon Bo-kyung berkata dengan suara lirih. Hatinya sangat terharu. Tidak pernah dia bermimpi kalau mertuanya itu akan sebegitu perhatiannya kepadanya.
'Apakah ini upahku karena telah bersedia mengorbankan nyawaku sendiri?' Yoon Bo-kyung bertanya di dalam hati. Dia tersenyum dan meyakini kalau jawabannya adalah iya.
----
Selamat Malam, para pembaca yang kusayang
Saya sangat berterimakasih untuk segala perhatian yang kalian berikan
Ada yang mengirim pesan pribadi dan ada yang memberikan komen secara langsung yang isinya memberikan semangat kepada saya untuk melanjutkan kisah ini. Saya sungguh sangat berterimakasih untuk semua dukungan itu.
Alasan utama mengapa kisah ini lama lanjutannya adalah karena pekerjaan saya
Banyak pekerjaan yang sudah jatuh tempo. Bahkan sampai sekarang juga belum selesai
Saya akan berusaha mempercepat publikasi part selanjutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top