RAMALAN
kosa kata
1. Agasshi adalah Nona
2.Eomeoni adalah sebutan/panggilan kepada ibu.
3. Abeoji adalah sebutan/panggilan kepada ayah.
4. Orabeoni adalah sebutan/panggilan untuk kakak laki-laki.
5. Binyeo adalah hiasan rambut berupa tusuk konde.
-----------------------------------------------------------------------------
Yoon Bo-Kyung tersenyum ketika dia tiba di rumah. Perlahan dilepasnya Jang-ot yang menutupi kepalanya dan menyerahkannya kepada pelayan yang menunggu di depan rumah. Ditatapnya Jan-Shil yang kotor. Suara perut samar-samar didengarnya. Yoon Bo-Kyung tahu kalau suara itu berasal dari perut Jan-Shil yang kelaparan. Dihelanya nafas panjang lalu menatap pelayan yang menyertainya keluar rumah tadi.
"Seu-ri-ya, kamu bawa Jan-Shil untuk membersihkan dirinya. Berikan pakaian pelayan setelah itu ajak dia makan,"
"Baik, Agassi (Nona)," ucap Seu-ri dan menarik Jan-Shil pergi.
Yoon Bo-Kyung pun berjalan menuju kamar Ibunya. Setelah menggeser pintu dilihatnya Ibunya sedang berdiri menatap keluar jendela.
"Lama sekali kamu baru tiba di rumah," tegur Jang Hee-Soo, ibu Yoon Bo-Kyung setelah putrinya itu masuk ke dalam rumah. Yoon Bo-Kyung tersenyum dan memeluk pinggang ibunya dengan riang.
"Eomeoni (ibu), aku mencari sesuatu yang penting di Pasar Malam. Tentu saja lama," ucap Yoon Bo-Kyung dan ibunya itu tersenyum kemudian melepas pelukan putrinya.
"Kamu memungut sesuatu lagi di jalan?" tanya ibunya dan Yoon Bo-Kyung tersenyum, ibunya selalu mengetahui apa yang dia lakukan.
"Dia sesuatu yang berharga Eomeoni. Dia tidak takut kepada kematian. Bukankah itu menarik?" ucap Yoon Bo-Kyung dengan senyum angkuh. Jang He-Soo memukul kepala putrinya pelan.
"Kamu sudah dewasa, Bo-Kyung-ah. Jangan bersikap seperti anak-anak lagi," ucap Jang Hee-Soo.
"Bagaimana jika Abeoji (ayah)-mu tahu kalau kamu membawa orang baru lagi ke rumah?" tegur Jang Hee-Soo. Yoon Bo-Kyung tersenyum.
"Aku tahu, Eomeoni akan melindungiku dari kemarahan Abeoji," ucap Yoon Bo-Kyung yang dihadiahi sebuah pukulan lemah di kepala oleh ibunya. Yoon Bo-Kyung memegang kepalanya dan tersenyum.
"Kamu ini," ucap Jang Hee-Soo. Malu-malu Yoon Bo-Kyung menyodorkan Binyeo (hiasan rambut/tusuk konde) yang dibelinya tadi. Jang Hee-Soo mengambil dan mengamatinya.
"Indah sekali, Bo-Kyung. Ini batu giok, bukan?" tanya Jang Hee-Soo dengan seulas senyum bangga lalu menyematkannya ke rambut Yoon Bo-Kyung yang menolaknya.
"Eomeoni, Binyeo ini khusus aku belikan untukmu. Aku berharap Eomeoni menyukainya," ucap Yoon Bo-Kyung. Jang Hee-Soo terdiam sejenak menatap putrinya.
"Untukkku?" tanya Jang Hee-Soo dengan tatapan bingung.
"Eomeoni, hari ini adalah hari kelahiran Eomeoni, bukan? Aku tahu Abeoji pasti lupa tetapi aku akan selalu ingat," ucap Yoon Bo-Kyung membuat ibunya meneteskan air mata.
"Mengapa Eomeoni menangis?" tanya Yoon Bo-Kyung dan ibunya menggelengkan kepalanya perlahan lalu tersenyum.
"Aku terharu karena kamu memperhatikanku," ucap Jang Hee-Soo membuat Yoon Bo-Kyung tersenyum.
"Orabeoni menyuruhku membeli sesuatu juga untuk Eomeoni. Dia harus mengikuti Abeoji mengunjungi anggota Klan sehingga tidak punya waktu membelinya," ucap Yoon Bo-Kyung sambil menyodorkan sebuah cincin giok. Jang Hee-Soo menerimanya dan tersenyum.
"Indah sekali. Baik binyeo maupun cincin ini. Kamu sungguh pandai memilih barang yang bagus,"
"Barang-barang ini berasal dari luar Joseon, Eomeoni. Aku juga membeli teh yang dibawa dari India. Eomeoni pasti akan menyukainya,"
"Terimakasih, Bo-Kyung,"
"Aku yang seharusnya berterimakasih kepada Eomeoni. Jika tidak karena Eomeoni, aku tidak akan berumur panjang. Terimakasih, Eomeoni. Semoga Eomeoni diberi umur yang panjang," ucap Yoon Bo-Kyung sambil memberikan hormat. Jang Hee-Soo berusaha menahan tangisnya melihat budi luhur putrinya itu.
***
Yoon Bo-Kyung pergi ke kamar setelah makan malam bersama ibunya. Seorang pelayan diutus sang ayah untuk memberitahukan kalau dia dan kakak laki-lakinya tidak akan pulang ke rumah malam ini sehingga dia dan ibunya makan malam tanpa mereka berdua. Di kamar, dia mengambil buku dan membacanya dengan antusias. Sejak dulu dia sangat suka membaca. Dari bahan bacaan itu dia mengetahui banyak hal termasuk ha-hal di luar Joseon.
Apa yang dilihatnya di pasar tadi sangat menarik. Dia bahkan berbicara dengan beberapa pedagang yang bercerita kalau mereka berdagang ke luar Joseon. Yoon Bo-Kyung iri mendengar pengalaman mereka. Seandainya dia bisa memilih, dia ingin menjadi pedagang dan berkeliling dunia. Melihat secara langsung apa yang diceritakan para pedagang itu.
Padang pasir berwarna keemasan. Lautan luas bagaikan sutra biru yang tiada habisnya. Pegunangan hijau yang menjulang menantang langit. Hal-hal itulah yang ingin dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.
"Agasshi, Jan-Shil menghadap," ucap seorang pelayan di luar kamar Yoon Bo-Kyung.
"Masuklah!" ucap Yoon Bo-Kyung dan pintu digeser. Dua orang pelayan masuk. Seu-ri dan Jan-Shil yang telah bersih dan berganti pakaian.
"Ada apa?" tanya Yoon Bo-Kyung dengan nada dingin. Kedua orang pelayan di hadapannya saling berpandangan. Akhirnya seorang diantaranya berbicara.
"Saya berterimakasih kepada Agasshi karena telah menyelamatkan saya yang hina ini. Namun bolehkah saya bertanya? Mengapa Agasshi mau menyelamatkan saya? Bukankah lebih mudah jika saya mati saja? Agasshi sampai harus membayar uang tebusan untuk saya ke Gibang. Saya sungguh berhutang budi kepada Agasshi," ucap Jan-Shil dan Yoon Bo-Kyung menghela nafas panjang.
"Aku melakukannya bukan karena kasihan. Aku tidak punya perasaan sentimental seperti itu. Aku memerlukan orang seberani dirimu. Hanya itu," ucap Yoon Bo-Kyung dengan tenang. Jan-Shil yang mendengar jawaban itu menatap Yoon Bo-Kyung dengan tatapan bingung di awal. Kemudian dengan suara lantang dia berbicara.
"Agasshi, saya bersumpah akan melakukan apa pun untuk Aggassi. Saya sungguh berhutang budi," ucap Jan-Shil membuat Yoon Bo-Kyung mengernyitkan dahi karena merasa tidak nyaman. Kalau saja dia tidak ingat kalau Jan-Shil ini baru pertama kali masuk ke lingkungannya, dia sudah pasti menghukumnya. Yoontany Bo-Kyung menghela nafas lagi.
"Baiklah! Sekarang aku memintamu untuk belajar tata krama rumah ini dengan sungguh-sungguh. Jika kamu tidak bisa mempelajarinya, aku benar-benar akan membunuhmu," ucap Yoon Bo-Kyung dingin dan sungguh-sungguh. Hal yang diajarkan oleh ayahnya melekat erat di benaknya. Segala yang tidak berguna sebaiknya disingkirkan.
"Siap, Agasshi!" ucap Jan-Shil dengan suara yang tetap lantang. Yoon Bo-Kyung sampai ingin menutup telingannya dengan tangannya. Kedua pelayan itu pamit dan pergi dari kamar Yoon Bo-Kyung.
Seketika perasaan Yoon Bo-Kyung lega.
Ditutupnya buku yang terbuka di atas meja kemudian beridiri. Perlahan dia berjalan mendekati jendela dan menatap keluar dari jendela. Langit masih menurunkan butiran salju. Esok hari butiran salju itu akan menumpuk. Sangat menyenangkan jika bisa bermain dalam tumpukan salju itu. Membuatnya jadi gulungan bola salju lalu melemparnya kepada Orabeoni-nya. Sudah lama sekali Yoon Bo-Kyung tidak melakukannya.
Terakhir dia melakukan permainan itu, ayahnya terkena salju dan memakinya. Kemudian ayahnya mengambil bambu kecil untuk memukulnya. Yoon Bo-Kyung ingat rasa sakit yang dideritanya oleh pukulan ayahnya. Tepat di kedua telapak tangannya. Membuat Yoon Bo-Kyung menangis sepanjang hari. Membuatnya bertanya-tanya didalam hati mengapa ayahnya tidak mencintainya. Ayahnya begitu menyayangi kakak laki-lakinya, tetapi kepadanya dia bersikap dingin. Yang paling menyakitkan, ayahnya bahkan lebih mengasihi sepupunya, Yoon Suk Min dibanding dirinya.
Lama sekali Yoon Bo-Kyung baru mendapatkan jawaban yang dia cari. Ibunya baru berani menceritakannya lima tahun lalu. Membuatnya mengerti mengapa dia mendapat perlakuan yang berbeda dibandingkan kakak laki-lakinya, Yoon Seung Jae.
Kenyatan yang tidak disangkanya diceritakan dengan sangat jelas. Dia dan kakak laki-lakinya sebenarnya terlahir kembar. Klan Yoon percaya kalau kelahiran anak kembar akan membawa bencana kepada Klan. Apalagi dia terlahir kembar berpasangan. Solusi untuk itu biasanya membunuh salah satu dari anak yang lahir. Ayahnya tentu saja memilih untuk mempertahankan kakak laki-lakinya. Namun ibunya berkeras untuk melindunginya.
Ibunya sempat melarikan diri. Dia bersembunyi di kediaman seorang peramal perempuan yang berada di perbatasan kota Hanyang. Tidak butuh waktu lama, ayah menemukan mereka dan hendak membunuhnya. Namun peramal perempuan itu mencegah ayahnya. Peramal itu berkata kalau dirinya adalah bayangan bulan.
Bulan. Lambang dari Ratu. Peramal itu mengatakan kalau dirinya kelak akan menjadi Ratu meskipun hanya sementara. Hal itu berhasil membuat ayahnya menunda waktu untuk membunuhnya. Ayahn memanggil peramal Istana untuk menguji perkataan peramal di kota perbatasan apakah benar.
Peramal istana berkata kalau dia tidak yakin mengenai bayangan bulan. Namun melihat wajah Yoon Bo-Kyung, peramal itu melihat peluang Yoon Bo-Kyung untuk menjadi Ratu sangatlah besar. Ayahnya membatalkan niatnya untuk membunuh dan membiarkannya hidup. Menyembunyikan fakta kalau dia memiliki anak kembar. Ayahnya menyuruh seseorang merawatnya selama setahun di perbatasan Joseon sebelum membawanya kembali ke kediaman Klan Yoon di Hanyang. Mengatakan kepada orang-orang kalau Yoon Bo-Kyung lahir dengan fisik kuat sehingga terlihat seperti bayi berumur setahun.
Bahkan ayahnya tega mengatakan kepada siapa pun kalau dia adalah anak yang lahir dari selir ayahnya tetapi telah diangkat menjadi anak kandung ibunya.
Yoon Bo-Kyung terkadang merasa tercekik jika mengingat masa lalu yang tersembunyi itu. Sebagai perempuan saja dia sudah danggap rendah dibandingkan laki-laki di masa ini. Ditambah lagi dia dikatakan sebagai pembawa sial karena terlahir kembar. Juga kenyataan kalau dia bisa saja mati kalau tidak dicegah peramal itu.
Yoon Bo-Kyung tersenyum dan mentertawakan dirinya sendiri. Baru saja dia berkata kalau segala sesuatu yang tidak berguna makan harus dibuang. Hal itu berlaku juga bagi dirnya. Ayahnya akan membuangnya bahkan membunuhnya jika dia tidak berguna. Jika dia tidak bisa mewujudkan perkataan peramal itu. Dia harus menjadi bayangan bulan jika ingin hidup lebih lama lagi. Bahkan sedapat mungkin menjadi bulan yang sebenarnya. Sehingga dia bisa hidup sampai tua dan berambut putih lalu meninggal dalam keadaan tenang.
Yoon Bo-Kyung menjulurkan tangannya keluar jendela dan merasakan butiran salju dingin jatuh ke tangannya. Dingin namun akhirnya meleleh di atas tangannya. Begitu menyedihkan. Air matanya pun jatuh setetes lalu disekanya kasar. Dia tidak akan menangis lagi. Dia harus kuat untuk tetap hidup.
------------------------------------------------------------------
side story (tambahan)
Kelahiran Sang Bayangan
Suara bayi terdengar nyaring di kediaman Klan Yoon di Hanyang. Istri dari kepala Klan sekaligus saudara dekat dari Ibu Suri Jung-hui akhirnya melahirkan keturunan cabang utama Klan Yoon setelah sekian lama. Seisi kediaman terlihat puas. Yoon Dae-hyung yang sedang menenangkan diri di ruang belajar karena mengkhawatirkan istrinya yang sedang melahirkan akhirnya dapat bernafas lega. Ditutupnya buku yang sedang di bacanya lalu bergegas keluar dari ruang belajar. Menatap langit yang sedang memamerkan keindahan bulan.
"Selamat, Tuan. Anda mendapatkan seorang putra," ucap seorang pelayan sambil menyodorkan seorang bayi yang telah dibersihkan dan dikenakan pakaian bayi. Yoon Dae-hyung tersenyum. Dia memang telah menduga kalau istrinya, Jang Hee-Soo akan melahirkan anak laki-laki. Perut istrinya itu sangat besar saat mengandung. Lebih dari perut sepupunya yang juga sedang mengandung.
"Aigoo, tampan sekali putraku. Namamu pun telah aku persiapkan. Seung Jae. Yoon Seung Jae," ucap Yoon Dae-hyung dengan riang. Namun saat akan melangkahkan kakinya kedalam ruangan tempat istrinya berbaring, seorang pelayan mencegahnya. Dia terlihat panik.
"Ada apa?" tanya Yoon Dae-hyung dengan nada suara yang dingin. Pelayan itu kelihatan bingung dan dengan gemetar dia berbicara.
"Nyonya akan melahirkan lagi, Tuan," ucap pelayan itu. Membuatnya terkejut. Pelayan itu memanggil bidan yang baru saja akan pergi. Bidan itu terlihat sangat terkejut. Tidak biasanya kelahiran kembar memiliki jeda waktu yang lama. Bahkan dia tidak menemukan keberadaan bayi yang satu lagi saat memeriksa Nyonya keluarga Yoon selama ini.
Tidak lama, seorang bayi lagi lahir ke dunia. Bidan itu berkata kalau kali ini yang lahir adalah perempuan. Tidak ada lagi kebahagiaan. Semua seakan berhenti bernafas. Tanda kesialan telah muncul. Klan Yoon akan mendapatkan musibah.
"Aku harus membunuhnya," ucap Yoon Dae-hyung dan mengambil pedang dari salah satu pengawal di rumah itu. Tidak ada yang berani mencegah. Hal ini telah beberapa kali terjadi di masa lalu. Bayi kembar tidak dapat diterima. Salah satunya harus mati. Namun Jang Hee-Soo tidak mengizinkan siapa pun merenggut nyawa putrinya. Dipeluknya putrinya erat dan menjadikan dirinya tameng manusia.
"Berilah waktu untukku bersamanya sehari saja," ucap Jang Hee-Soo dan Yoon Dae-hyung tidak bisa berkata apa-apa. Dia iba kepada perempuan yang telah menjadi istrinya selama sepuluh tahun ini. Perasannya untuk melindungi anak yang lama dinanti dapat dipahaminya. Maka dibiarkannya saja satu malam ini sang istri menikmati waktu bersama bayi yang akan mati itu. Esok bayi itu tidak akan ada lagi.
Dia tidak menyangka kalau waktu sehari yang diberikannya dijadikan peluang bagi Jang Hee-Soo melarikan diri. Perempuan yang masih lemah sehabis melahirkan itu bisa melarikan diri dibantu pelayan setianya.
Yoon Dae-hyung mencarinya kemana-mana. Semakin lama bayi itu hidup maka semakin terancam posisinya sebagai kepala Klan. Jangan sampai orang di luar kediamannya tahu. Seminggu mencari akhirnya, Yoon Dae-hyung menemukan mereka. Bersembuyi di perbatasan kota. Diantara rakyat jelata. Mereka berusaha melindungi Jang Hee-Soo dan bayinya tetapi kekuatan mereka terbatas. Akhirnya seorang perempuan berpakaian serba putih berani mendekat.
Menceritakan ramalan yang dia dapati saat mengamati sang bayi.
"Bayi itu adalah bayangan bulan." ucap peramal itu dengan sungguh-sungguh.
Yoon Dae-hyung menatap bayi yang nyaris dibunuhnya. Pikirannya yang tamak muncul. Sekalipun hanya bayangan, bayi itu tetaplah bulan. Lambang dari Ratu. Bayi itu bisa membawa Klan Yoon menuju puncak meski sementara dan waktu singkat itu akan dimanfaatkannya untuk membangun kekuatan Klan Yoon lebih lagi. Seulas senyum licik muncul di wajahnya.
Dia akan menanti waktu dimana bayi itu menjadi bayangan bulan. Jika tidak terwujud, saat itu dia akan membunuh biang kesialan itu dengan tangannya sendiri.
Sumatera Utara, 9 Juni 2017
Pembaca yang saya sayangi,
Terimakasih kalian sudah menyempatkan diri membaca karya ini. Berhubung pengetahuan saya terbatas dalam budaya Korea, tolong dikoreksi istilah-istilah yang saya gunakan. Cerita ini bukan mini seri. Saya sadar kalau tanpa support kalian, saya akan kesulitan menyelesaikan karya ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top