PILIHAN HIDUP
KOSAKATA
✔Abeoji = panggilan untuk ayah
✔Agasshi = panggilan untuk nona
✔Eomeoni = panggilan untuk ibu
✔Seja = putra mahkota, panggilannya seja jeoha yang artinya Yang Mulia Putra Mahkota
✔Sejabin = putri mahkota, panggilannya sejabin mama
✔Daegam = Tua n ( kalo nggak salah sih gitu artinya, koreksi kalau salah)
✔Jeogori = baju bagian atas hanbok perempuan. Hanbok = pakaian tradisionil Korea.
Selamat membaca part yang menurut saya sedih ini.
--------
"Semua persiapan telah selesai, Agasshi," ucap Jan Shil dengan suara pelan. Yoo Bo-Kyung mengangguk lalu tersenyum.
"Jadi kamu sudah meminta kepada beberapa pedagang yang kukenal untuk menyimpan barang-barang itu, bukan?" tanya Yoon Bo-Kyung lagi dan dijawab dengan anggukkan kepala.
"Ada surat yang dititipkan Pedagang Choi untukku?" tanya Yoon Bo-Kyung dan dengan pelan Jan Shil mengeluarkan surat dari balik jeogori (atasan hanbok) yang dikenakannya. Surat itu diserahkan kepada Yoon Bo-Kyung. Yoon Bo-Kyung segera membuka surat tersebut dan membacanya. Pedagang Choi dalam surat itu mengatakan kalau ada rombongan pedagang yang akan berangkat minggu depan. Sehari sebelum pengumuman sejabin terpilih. Pada hari itulah, Yoon Bo-Kyung berencana melarikan diri. Dia akan mengikuti rombongan pedangan dan memulai kehidupannya yang baru. Barang-barang yang akan dibawanya telah dititipkan kepada Pedagang Choi. Sehingga tidak akan menimbulkan kecurigaan.
"Agasshi, izinkan saya ikut," ucap Jan Shil dengan mata berkaca-kaca. Yoon Bo-Kyung menatap pelayannya itu dengan sedih.
"Kamu tahu, Jan Shil? Kehidupan di luar sana sangat keras. Ini pertama kalinya juga aku pergi. Aku bisa saja mati di luar sana dalam upayaku ini. Namun setidaknya aku telah berusaha daripada diam dan menyambut kematianku sendiri," ucap Yoon Bo-Kyung dengan lirih. Jan Shil yang melihat Nonanya terlihat sedih, ikut menunduk. Dia tidak tahu mengapa Yoon Bo-Kyung mengatakan dia akan mati dibunuh ayahnya kalau tidak melarikan diri. Namun Jan Shil percaya kepada Nonanya. Dia sendiri telah dijual ke Gibang oleh ayah kandungnya. Jika tidak bertemu Yoon Bo-Kyung maka dia sudah menjadi bagian dari Gibang dan tidak bisa keluar dari sana selamanya.
"Agasshi, karena saya tahu dunia luar sangat keras maka saya tidak akan membiarkan Agasshi sendirian. Saya akan sangat berguna untuk Agasshi dalam membawa semua barang-barang yang Agasshi bawa," ucap Jan Shil dengan sungguh-sungguh. Yoon Bo-Kyung menatap pelayannya dengan seksama. Apa yang dikatakan Jan Shil itu benar. Lagipula dia cemas kalau ayahnya akan menghukum Jan Shil jika dia tahu kalau Jan Shil yang membantunya melarikan diri.
"Baiklah. Kita akan melarikan diri bersama-sama," ucap Yoon Bo-Kyung dan Jan Shil tersenyum.
***
Yoon Bo-Kyung menatap kakak laki-lakinya dengan pandangan kaget. Dia sedang membaca buku di kamarnya dan mendadak kakak laki-lakinya datang menemuinya. Biasanya mereka akan berbicara di perpustakaan atau taman di kediaman mereka.
"Orabeoni, serius? Seja Jeoha hendak bertemu denganku?" tanya Yoon Bo-Kyung dengan kening berkerut. Pengumuman Sejabin tinggal tiga hari lagi, mengapa Lee Hwon ingin bertemu dengannya?
"Iya, Bo-Kyung. Seja akan pergi ke luar Istana dengan menyamar. Kita diminta menemuinya di sebuah tempat makan. Bo-Kyung mau, bukan?" tanya Yoon Seung Jae membuat Yoon Bo-Kyung menghela nafas. Dia tidak mungkin menolak permintaan Lee Hwon. Dia adalah putra mahkota.
"Baiklah, Orabeoni. Kapan kita pergi?" tanya Yoon Bo-Kyung dengan suara lirih. Sebenarnya dia malas menemui Lee Hwon. Sekalipun dia menerima hasil pemilihan Sejabin, masih ada rasa kesal di hatinya kepada Lee Hwon. Kadang Yoon Bo-Kyung merasa kalau dia dimanfaatkan pria itu untuk mengelabui orang-orang. Beberapa kali dia diajak berbicara dengan Lee Hwon, tetapi selalu ada Heo Yeon Woo disitu. Yoon Bo-Kyung yakin kalau Lee Hwon sebenarnya hanya ingin berbicara dengan Heo Yeon Woo tetapi tidak mau orang lain mengetahui hubungannya dengan Heo Yeon Woo.
"Sekarang," jawab Yoon Seung Jae.
"Sekarang?" tanya Yoon Bo-Kyung dengan kesal dan Yoon Seung Jae menganguk. Yoon Bo-Kyung pun menutup bukunya dan mengikuti kakak laki-lakinya keluar. Mereka berdua tidak saling berbicara sampai tiba di Pasar. Hari masih siang ketika mereka keluar.
"Bo-Kyung, ikuti aku," ucap Yoon Seung Jae dan Yoon Bo-Kyung mengikuti kakaknya menuju sebuah rumah makan yang cukup besar. Memasuki rumah makan, mereka langsung naik ke lantai dua. Lee Hwon sudah duduk disalah satu bangku yang dekat dengan jendela. Yoon Bo-Kyung mendekatinya. Karena Lee Hwon menyamar, Yoon Bo-Kyung tidak memberikan hormat layaknya di Istana.
"Silahkan duduk, Nona Yeon," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-Kyung pun duduk berhadapan dengannya.
"Ada apa? Mengapa Seja Jeoha ingin bertemu denganku?" tanya Yoon Bo-Kyung dan Lee Hwon menatapnya dengan seksama.
"Pilihlah makanan dan minuman yang mau kamu makan dan minum!" ucap Lee Hwon. Yoon Bo Kyung menatap kakak laki-lakinya yang duduk di bangku lain. Kakaknya bersama seorang pria yang tampaknya pengawal Lee Hwon yang juga sedang menyamar.
"Saya tidak lapar dan haus, Seja Jeoha," ucap Yoon Bo-Kyung tajam membuat Lee Hwon menghela nafas.
"Mengenai pemilihan Sejabin dan Heo Yeon Woo," ucap Lee Hwon namun disela oleh Yoon Bo-Kyung.
"Seja jangan khawatir. Saya tidak membicarakannya kepada Abeoji. Namun saya tidak bisa membohongi diri saya kalau saya marah kepada Anda. Jelas selama ini ketika Anda mengajak saya dan Nona Heo berbicara sebenarnya Anda hanya ingin berbicara dengan Nona Heo saja, bukan? Saya merasa dimanfaatkan tetapi saya memakluminya," ucap Yoon Bo-Kyung membuat Lee Hwon tercenung beberapa saat.
"Kamu tahu?"
"Iya. Setelah saya tahu kalau Anda memiliki hubungan istimewa dengan Nona Heo, saya langsung menduganya,"
"Awalnya memang begitu tujuanku, Nona Yoon. Aku minta maaf karena membuat Anda tidak nyaman," ucap Lee Hwon dan telinganya merah. Yoon Bo-Kyung menghela nafas.
"Namun saya benar-benar menghargai semua pembicaraan kita. Pemikiranmu dan kecerdasanmu, saya akui dan kagumi," ucap Lee Hwon tenang dan Yoon Bo-Kyung terdiam. Putra Mahkota menghargai kecerdasannya tetapi ayah kandungnya malah melemparnya dengan cawan. Ironis sekali.
"Saya berterimakasih untuk pujian Anda. Namun bolehkah saya tahu sejak kapan Anda menjalin hubungan dengan Nona Heo?"
"Itu," ucap Lee Hwon ragu namun akhirnya meneruskan ucapannya.
"Saya pernah berjalan-jalan ke Pasar Malam dan melihat bagaimana Nona Heo memberikan bantuan kepada para pengemis. Hati saya tersentuh sejak saat itu. Apalagi dia sampai membela seorang pengemis yang nyaris mati oleh," ucap Lee Hwon dan ucapannya terpotong lagi. Dia ragu meneruskan dan menatap Yoon Bo-Kyung dengan bimbang.
Yoon Bo-Kyung menggenggam ujung jeogori (atasan hanbok) dengan erat. Yoon Bo-Kyung tahu yang dimaksudkan oleh Lee Hwon adalah pristiwa saat dia membawa Jan-Shil ke rumahnya)*. Dia tentu dianggap hendak membunuh Jan-Shil. Yoon Bo-Kyung tersenyum sinis dan dadanya terasa sedikit nyeri. Ucapan Lee Hwon membuatnya sadar siapa dia. Dia berbeda dengan perempuan lain apalagi Heo Yeon Woo itu.
)*= baca bagian dua cerita ini 'Bulan di Musim Dingin'
"Saya mengerti. Anda membutuhkan perempuan berhati lembut untuk mendampingi Anda. Saya bukan perempuan seperti itu. Saya punya aturan hidup saya sendiri," ucap Yoon Bo-Kyung. Yoon Bo-Kyung memandang keluar jendela. Di luar sana, apakah ada yang benar-benar mengerti dirinya? Mengerti alasan segala tindak tanduknya yang keras dan terkesan jahat. Dia melakukan itu untuk melindungi dirinya sendiri. Memikirkan hal itu, membuat Yoon Bo-Kyung ingin segera keluar dari Joseon secepatnya.
"Saya rasa pembicaran ini sudah selesai. Saya harus kembali ke rumah. Anda juga sebaiknya kembali ke Istana sebelum yang lain mencari Anda," ucap Yoon Bo-Kyung dan berdiri dari duduknya.
"Sekarang saya tahu satu hal, Nona Yoon. Nona Yoon, Anda perempuan baik. Maafkan saya," ucap Lee Hwon dengan nada lirih. Yoon Bo-Kyung menatap laki-laki itu dengan seksama. Bertanya didalam hati mengapa Lee Hwon mengatakan dia perempuan baik. Apakah karena dia berjanji tidak menceritakan kepada ayahnya tentang hubungan Lee Hwon dan Heo Yeon Woo? Hal itu membuatnya kesal.
"Anda salah, Seja Jeoha. Saya bukan orang baik," ucap Yoon Bo-Kyung dan meninggalkan Lee Hwon yang mematung.
***
Yoon Bo-Kyung menatap langit yang berwarna biru. Musim Panas telah tiba. Pengumuman Sejabin akan dilaksanakan esok hari. Jantungnya berdegup kencang. Hari ini dia akan pergi dari Hanyang mengikuti rombongan pedagang. Dia akan berkelana dan melihat dunia luar yang begitu didambanya. Dengan riang dia keluar dari kamarnya menuju kamar ibunya. Dia akan memeluk ibunya untuk terakhir kalinya.
Dia tidak akan bercerita kepada ibunya kalau dia mau pergi karena pasti ibunya tidak setuju. Dia akan meminta izin berjalan-jalan ke Pasar. Seu-ri telah menunggu lebih dulu di rumah pedagang Choi. Dia akan menyusul bersama Jan Shil. Seu-ri sama seperti Jan Shil tidak mau ditinggal oleh Nonanya. Mereka bertiga akan berpetualang bersama-sama.
"Eomeoni," ucap Yoon Bo-Kyung dengan riang sambil memeluk ibunya yang sedang menyulam. Jang Hee-Soo tersenyum.
"Mengapa putriku bersikap begini? Apa gerangan yang membuatnya senang?" ucap Jang Hee-Soo dan terkekeh. Yoon Bo-Kyung memperat pelukannya kepada sang ibu.
"Aku sayang kepada Eomeoni, Eomeoni harus menjaga kesehatan agar berumur panjang. Suruhlah Orabeoni cepat menikah sehingga Eomeoni punya teman," ucap Yoon Bo-Kyung dengan suara lirih. Dia tidak bisa berterus terang kepada ibunya kalau dia akan melarikan diri.
"Aigoo, putriku seakan hendak pergi jauh saja. Kamu akan menikah lebih dulu dibanding Seung Jae. Kamu benar, aku akan kesepian nantinya. Namun ibu bisa sesekali mengunjungimu di Istana," ucap Jang Hee-Soo dengan suara yang lembut. Yoon Bo-Kyung hampir menangis. Dia tidak akan terpilih dan daripada mati di tangan ayahnya, lebih baik dia pergi.
"Iya, Eomeoni," ucap Yoon Bo-Kyung.
"Lalu kenapa kamu berpakaian sederhana seperti ini?" tanya Jang Hee-Soo melihat pakaian putrinya yang biasa. Bahan yang dipakai juga tidak semewah biasanya. Yoon Bo-Kyung sengaja memakai pakaian biasa ini. Dia akan berpetualang.
"Aku mau ke Pasar, eomeoni. Ada yang ingin aku beli. Lagipula hatiku tidak tenang karena besok adalah hari pengumuman Sejabin," ucap Yoon Bo-Kyung dan Jang Hee-Soo menepuk tangan anaknya dengan lembut.
"Jangan khawatir, Bo-Kyung. Ibu akan selalu melindungimu. Apapun yang terjadi. Pergilah!" ucap Jang Hee Soo. Yoon Bo-Kyung tersenyum dan memberi hormat secara formal kepada ibunya lalu pergi. Menyisakan tanda tanya di hati ibunya karena sikap aneh Yoon Bo-Kyung.
Yoon Bo-Kyung berjalan keluar gerbang dengan hati gembira. Disampingnya Jan Shil tersenyum. Melewati jalanan dengan hati yang senang membuat jarak tempuh terasa dekat. Sesampai di Pasar, hal mencengangkan justru terjadi. Yoon Dae-hyung sedang duduk di rumah Pedagang Choi. Seketika wajah Yoon Bo-Kyung menjadi pucat. Ditatapnya Pedagang Choi yang meringkuk kesakitan diatas lantai seakan habis dipukuli. Dia juga meliha Seu-ri dalam keadaan luka memar.
"Seu-ri-ya," pekik Yoon Bo-Kyung dan berlari menuju tubuh pelayannya yang sudah pingsan itu. Jan Shil juga mengikuti dan terisak-isak di dekat Seu-ri.
"Kau mencoba membodohiku, Bo-Kyung?" tanya Yoon Dae-hyung dengan suara yang tenang tetapi mengancam. Yoon Bo-Kyung menatap ayahnya dengan amarah dan kesedihan. Dipeluknya tubuh Seu-ri yang tidak sadarkan diri. Air mata mengalir di pipinya.
"Apa yang Abeoji lakukan? Seu-ri salah apa?"
"Dia mengkhianatiku. Kalian berencana melarikan diri, bukan? Hendak membuat keluarga Yoon malu? Dimana otakmu saat merencanakan pelarian ini?" tanya Yoon Dae-hyung sambil menunjuk-nunjuk wajah Yoon Bo-Kyung.
"Abeoji, pelarian ini adalah keinginanku. Abeoji tidak bisa menghukum mereka," ucap Yoon Bo-Kyung dengan suara yang terisak.
"Ini akan menjadi pelajaran bagimu, Bo-Kyung! Jangan pernah mencoba untuk mengelabuiku. Aku berada dimana-mana. Hanyang ini adalah wilayahku. Bahkan satu Joseon ini aku tahu. Kamu mau melarikan diri kemana pun, pasti akan kutemukan," ucap Yoon Dae-hyung dengan amarah yang meletup. Yoon Bo-Kyung menatap Seu-ri yang mencoba membuka matanya.
"Agasshi, maafkan Seu-ri," ucap Seu-ri dan memuntahkan darah dari mulutnya. Yoon Bo-Kyung terkejut dan melihat jeogori miliknya telah bernoda darah. Seu-ri pun memegang tangan Jan Shil dan berbicara lambat-lambat kepadanya. Nafasnya telah satu-satu.
"Jaga Agasshi," ucap Seu-ri dan menutup matanya. Jan Shil menyetuh hidung Seu-ri dengan tangan gemetar. Yoon Bo-Kyung menatap Jan Shil penuh harap tetapi Jan Shil memberikan sebuah gelengan kepala. Yoon Bo-Kyung terkejut dan menangis terisak-isak.
"Seu-ri ya, Seu-ri ya," ucap Yoon Bo-Kyung dengan pedih sambil menepuk pipi salah satu pelayan setianya itu. Namun tidak ada reaksi apapun dari pelayannya itu.
***
Jan Shil menatap Yoon Bo-Kyung dengan hati sedih. Sejak kemarin, Nona yang dilayaninya itu hanya melamun di kamar. Tidak mau makan atau minum. Hanya menangis tanpa suara. Air mata terus mengalir seakan tidak ada habisnya. Sekalipun Nyonya-nya telah membujuk, Yoon Bo-Kyung tidak mau dihibur. Tuan Muda Yoon Seung Jae sedang berada di Istana sehingga tidak mungkin menghibur Yoon Bo-Kyung.
Jan Shil mendekati Nonanya dengan pelan.
"Agasshi, makanlah!" ucap Jan Shil dan Yoon Bo-Kyung menggelengkan kepalanya perlahan.
"Jika Anda tidak mau makan, Seu-ri pasti akan sedih. Dia meminta saya menjaga Anda. Kumohon Agasshi," pinta Jan Shil lagi dan Yoon Bo-Kyung memasukkan sesendok bubur ke mulutnya tetapi segera saja menarik pot dan memuntahkannya.
"Agasshi," ucap Jan Shil dengan cemas tetapi Yoon Bo-Kyung menunjukkan telapak tangannya. Dia meminta Jan Shil diam.
"Bagaimana pemakaman Seu-ri?" tanya Yoon Bo-Kyung dengan suara lirih.
"Semua telah berjalan sesuai keinginan Anda. Keluarganya telah menerima pemberian Agasshi dan berkata kalau mereka sangat berterimakasih karena Agasshi telah menjaga Seu-ri selama ini," ucap Jan Shil dan menangis. Yoon Bo-Kyung meneteskan air matanya.
"Tahukah kamu, Jan Shil? Seu-ri sudah mengikutiku sejak usiaku sepuluh tahun. Kami sangat dekat. Dia selalu mengikutiku. Namun aku membuatnya terbunuh," ucap Yoon Bo-Kyung dengan suara bergetar. Jan Shil terdiam. Dia tahu ucapan Yoon Bo-Kyung benar karena dia mendengar sendiri dari Seu-ri ketika mereka sedang mencuci pakain mereka bersama-sama.
"Jan Shil, kamu tahu mengapa aku melayani Agasshi?" tanya Seu-ri dan Jan Shil menggelengkan kepalanya.
"Dulu aku mencoba mencuri uang Agashhi yang sedang berjalan-jalan dengan Nyonya. Namun ketahuan oleh Agasshi. Orang-orang hendak menghakimiku tetapi Agasshi berkata 'dia yang mengambil milikku berarti milikku, namanya sejak sekarang Seu-ri dan akan ikut aku, kemana pun'," ucap Seu-ri. Mereka berdua tertawa saat itu memikirkan bagaimana Nona mereka suka memberi nama yang baru untuk pelayannya.
Semua tinggal kenangan. Seu-ri sudah pergi dan Nonanya sekarang terpuruk.
***
Yoon Bo-Kyung menatap ayahnya di ruang pertemuan. Sedangkan ibunya tidak diberikan izin untuk masuk. Ibunya menunggu di luar. Pengumuman Sejabin telah tiba dan seperti yang dipikirkan oleh Yoon Bo-Kyung, Seja memilih Hae Yeon Woo untuk menempati posisi Sejabin. Penguman yang datang di sore hari itu membuat Yoon Dae-hyung murka. Jika tidak ditahan Jang Hee-Soo mungkin dia sudah menampar Yoon Bo-Kyung sekarang.
"Kemarin kamu mencoba melarikan diri dan sekarang kamu kalah. Apakah kau sudah tahu sejak awal kalau kau akan kalah?" tanya Yoon Dae-hyung dengan suara menggelegar.
"Tidak, Abeoji. Saya tidak tahu kalau sejak awal akan kalah. Saya saja yang tidak mau menjadi Sejabin makanya saya mencoba melarikan diri," ucap Yoon Bo-Kyung. Berbohong. Jika dia jujur maka kakak laki-lakinya yang akan mendapat masalah. Kakaknya jelas-jelas mencoba mengkhianati ayah mereka karena tidak mau memberi tahu kalau Lee Hwon telah menjalin hubungan asmara dengan Heo Yeon Woo.
Cukup dia saja yang menanggung semuanya sendiri. Menanggung kemarahan ayahnya yang kalah. Seolah harimau yang kakinya terluka ketika berburu. Bukannya diam tetapi semakin mengganas. Yoon Bo-Kyung menundukkan kepalanya. Apakah kali ini ayahnya akan langsung membunuhnya?
"Sial! Namun Peramal itu jelas mengatakan kalau kau akan menjadi Ratu," ucap Yoon Dae-hyung dan memukul mejanya keras-keras. Lalu ditatapnya Yoon Bo-Kyung dengan seksama.
"Apakah ada kalimat yang tertinggal dari ramalan itu?" gumam Yoon Dae-hyung lalu menghela nafas. Ditatapnya putrinya tajam.
"Jika tidak bisa menjadi bulan, bayangan dapat mencurinya sekejap. Itu benar. Sama saat gerhana bulan, orang hanya bisa melihat bulan di atas air," ucap Yoon Dae-hyung. Dia pun tersenyum licik.
"Kudengar Nona Heo adalah orang yang baik. Dia tentu senang kalau kamu berkunjung ke rumahnya. Selama ini kalian selalu berbicara bertiga dengan Seja, bukan? Kalian pasti cukup akrab," ucap Yoon Dae-hyung membuat Yoon Bo-Kyung menatap ayahnya dengan pandangan kaget dan takut.
"Abeoji, jangan katakan kalau Anda akan menyakiti dia," ucap Yoon Bo-Kyung dan Yoon Dae-hyung melempar cawan. Namun kali ini cawan itu tidak mengenai Yoon Bo-Kyung. Hanya sebagai ancaman.
"Aku sudah membuatmu kehilangan salah satu pelayanmu, Bo-Kyung. Apa kamu pikir aku akan melepaskan yang lain? Apa kamu pikir aku tidak akan pernah menyakiti Eomeoni-mu?" tanya Yoon Dae-hyung membuat Yoon Bo-Kyung gemetar.
"Setelah mereka, maka nyawamu Pembawa Sial, akan kuambil," ucap Yoon Dae-hyung. Yoon Bo-Kyung menundukkan kepalanya lagi. Posisinya kini terjepit.
"Jika kamu masih memikirkan nyawa ibumu dan para pelayanmu, maka kamu harus mengkuti perkataanku. Curilah cahaya bulan dan jadilah bulan," ucap Yoon Dae-hyung membuat Yoon Bo-Kyung merasakan takut dan sesak bersamaan.
"Sekarang pilihan ada ditanganmu, Bo-Kyung. Kamu memilih hidupmu atau hidup orang yang tidak kamu kenal dengan baik?" ucap Yoon Dae-hyung lagi.
***
Yoon Bo-Kyung turun dari tandu yang membawanya. Lalu masuk ke dalam kediaman keluarga Heo dengan dada yang terasa sesak. Dia telah mengirimkan surat sehari sebelumnya kalau dia ingin bertemu dengan Heo Yeon Woo. Perempuan yang baik hati itu tidak menaruh rasa curiga dan langsung meminta Yoon Bo-Kyung untuk datang mengunjunginya.
"Silahkan, Agasshi," ucap seorang pelayan yang telah menunggu di depan gerbang. Dia mengantar Yoon Bo-Kyung ke kama Heo Yeon Woo.
"Nona Yoon, Anda datang? Silahkan duduk!" pinta Heo Yeon Woo yang diikuti oleh Yoon Bo-Kyung. Namun sebelum duduk dia teringat posisi perempuan yang dihadapannya. Dia hendak memberi salam hormat sebagaimana Sejabin harus terima tetapi Heo Yeon Woo segera mencegahnya.
"Pengumuman baru diberikan minggu lalu, Nona Yoon. Saya juga belum menikah dengan Seja Jeoha, sekarang saya masih perempuan biasa. Jangan memberi hormat!" ucap Heo Yeon Woo dan Yoon Bo-Kyung mengangguk. Dia pun duduk. Teh aroma bunga matahari pun segera disajikan. Setelah dipersilahkan, Yoon Bo-Kyung meminumnya.
"Saya sungguh senang bisa bertemu dengan Anda. Sebenarnya saya merasa bersalah kepada Anda. Saya telah berbicara dengan Seja Jeoha. Sikap kami memang keterlaluan kepada Anda. Namun saya tahu sebenarnya Anda perempuan yang baik. Saya telah memprotes Seja Jeoha karena menuduh Anda hendak membunuh pengemis itu. Saya jelaskan kalau Anda pada akhirnya mengangkatnya menjadi pelayan Anda," ucap Heo Yeon Woo panjang lebar tanpa jeda. Yoon Bo-Kyung takjub mendengar perkataan yang panjang itu. Berbeda dengan perempuan bangsawan lainnya yang selalu menjaga citra kebangsawanan. Heo Yeon Woo ini sekalipun berhati lembut, dia tidak bersikap kaku.
"Tidak apa-apa," ucap Yoon Bo-Kyung dan meminum tehnya lagi.
"Anda sungguh berpikir terbuka, Nona Yoon. Saya pernah berbicara dengan kakak Anda dan mengetahui kalau Anda memiliki pengetahuan yang luas. Saya pikir sangatlah menyenangkan kalau kita bisa berteman. Apakah hal itu mungkin?" tanya Heo Yeon Woo membuat Yoon Bo-Kyung membeku seketika. Dia menatap Heo Yeon Woo yang tersenyum bagaikan purnama. Memberikan ketentraman.
"Saya adalah rakyat Joseon. Anda adalah calon pendamping Raja, dapatkah saya menolak permintaan Anda, Sejabin mama?" tanya Yoon Bo-Kyung. Tetapi didalam hatinya dia menangis karena dia harus mencuri cahaya bulan untuk tetap hidup. Untuk itulah dia datang ke kediaman Heo. Untuk meletakkan jimat, sehingga esok hari ketika diadakan inspeksi mendadak di Kediaman Heo, Nona Heo ini bisa dituduh sebagai orang yang menggunakan mantra untuk memikat Lee Hwon.
Yoon Bo-Kyung meminum tehnya lagi dan berusaha menahan air matanya yang jatuh.
'Maafkan saya, Sejabin Mama', ucap Yoon Bo-Kyung didalam hati.
Pembaca yang kusayang,
Terimakasih masih berjuang membaca kisah penuh spoiler ini. Mungkin sebenarnya kalian sudah dapat menebak hampir seluruh plot cerita ini. Namun saya memasukkan hati saya kedalam kisah ini (ciee,,,,-_-). Jujur saja ya, saat mengerjakan kisah ini berulang kali saya mau menangis. Mungkin kelihatan berlebihan tetapi itulah yang saya rasakan.
Sumatera Utara, 12 Juni 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top