PERTEMUAN DI KEDAI TEH

KOSAKATA

Jungjeon = Ratu, panggilannya Jungjeon Mama (Yang Mulia Ratu).

Jusang = Raja, panggilannya Jusang Jeonha (Yang Mulia Raja)

Buin = sebutan/panggilan kepada istri oleh suami dari kelas Yangban

Songbanim = sebutan/ panggilan kepada suami oleh istri dari kelas Yangban

Sejabin = putri mahkota

Halma Mama = panggilan kepada Nenek Raja oleh cucunya.

Eomma Mama= panggilan kepada Ibu (Ratu) oleh anak-anaknya di Kerajaan. Secara khusus ditunjukkan kepada Ratu.

Abba Mama = panggilan kepada Ayah (Raja) oleh anak-anaknya di Kerajaan.

Abeoji = panggilan kepada ayah.

🌷🌷🌷

Yoon Bo-kyung menatap Lee Hwon dengan mimik heran. Apakah yang didengarnya barusan itu sungguhan? Apakah Lee Hwon tadi berkata kalau dia mempercayainya? Ketidak yakinannya akan apa yang didengarnya tadi, membuat Yoon Bo-kyung terpaku.

Buin, mengapa kamu diam?” tanya Lee Hwon yang masih menaungi mereka berdua dengan payung. Pertanyaan Lee Hwon itu menyadarkan Yoon Bo-kyung.

“Jusa.., maksudku Songbangnim bicara apa tadi?” tanya Yoon Bo-kyung balik dan Lee Hwon menghela nafas panjang sebelum menjawab.

Buin, aku bilang kalau aku percaya kamu ada di pihakku,” ucap Lee Hwon.

“Jadi sekarang Anda tidak akan meragui saya lagi?” ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Yoon Bo-kyung yang tidak puas dengan pertanyaan itu saja kemudian bertanya lagi.

“Anda tidak akan menyudutkan saya lagi dalam masalah Nona Heo Yeon Woo lagi, bukan?” tuntut Yoon Bo-kyung, tetapi Lee Hwon tidak langsung menjawabnya. Dia terdiam sejenak sebelum menjawab.

“Aku akan berusaha untuk mengendalikan diriku sehingga tidak menyebut namanya dihadapanmu dan menyudutkanmu lagi dengan menyebut nama Yeon Woo,” ucap Lee Hwon dengan lambat yang menyiratkan keengganannya untuk menyatakan persetujuan. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya lalu tersenyum.

Dia cukup puas dengan jawaban Lee Hwon. Sekarang dia bisa yakin jika kelak ada yang berusaha memecah belah mereka berdua, hal itu tidak akan langsung berhasil. Lee Hwon percaya kepadanya. Kepercayaan adalah dasar utama semua hubungan. Pernikahan, persahabatan dan bisnis membutuhkan kepercayaan sebagai alasnya.

“Sekarang kita akan berjalan kemana?” tanya Lee Hwon dengan tangan kirinya tetap menggenggam payung untuk menaungi mereka berdua.

“Kita akan ke Barat,” ucap Yoon Bo-kyung antusias. Keantusiasannya membuatnya tanpa sadar memegang tangan kiri Lee Hwon yang memegang payung. Lee Hwon menatap mata Yoon Bo-kyung, membuat Yoon Bo-kyung sadar.

“Maaf.” Ucap Yoon Bo-kyung tetapi Lee Hwon tidak bersikap judes seperti yang biasa dia lakukan. Dia membiarkan tangan Yoon Bo-kyung menggandeng tangannya yang memegang payung. Mereka berjalan seiringan. Membuat hati Yoon Bo-kyung terasa hangat. Rasa kesalnya tadi kini telah menghilang.

Kerumunan manusia tidak juga berkurang meskipun salju sudah turun. Mungkin karena salju yang turun pun tidak banyak. Selain itu tampaknya para pengunjung merasa sayang untuk melewati perayaan Festival Musim Dingin. Sangat banyak jenis barang di jual selama Festival dengan harga lebih murah dibandingkan hari-hari biasa. Mereka pun berburu barang yang mereka inginkan dan para pedangan semakin gigih menawarkan dagangannya. Suasana yang sangat ramai itu membuat Yoon Bo-kyung, Lee Hwon dan rombongan yang mengikuti mereka kesulitan berjalan. Semakin repot lagi karena beberapa kali mereka harus berhenti atas arahan Kepala Pengawal Istana yang menyertai mereka.

“Beginilah repotnya kalau pergi dengan memberitahu Halma Mama dan Eomma Mama lebih dulu. Para Pengawal ini benar-benar membuat repot. Aku bahkan tidak bisa berjalan cepat,” ucap Lee Hwon setengah berbisik di telinga Yoon Bo-kyung setelah dia memberikan arahan kepada Kepala Pengawalnya. Yoon Bo-kyung merasa mukanya memanas karena Lee Hwon berbicara sedekat itu dengannya. Setelah mencerna perkataan suaminya itu, rasa panik menderanya. Dia menatap Lee Hwon yang berjalan disampingnya dengan mimik kaget.

“Jadi Songbangnim suka berpergian sendirian ke luar Istana tanpa izin? Tanpa pengawalan?”tanya Yoon Bo-kyung nyaris berteriak karena kaget. Lee Hwon segera meletakkan jarinya di bibir Yoon Bo-kyung.

“Ssstt..Jika Kepala Pengawal Istana mendengarnya, dia mungkin akan mengikat dirinya di pilar Istana kediamanku untuk mengawasiku setiap waktu,” ucap Lee Hwon dan berbalik sejenak melihat Kepala Pengawal Istana yang berjalan selangkah di belakang mereka. Kepala Pengawal yang juga sahabatnya itu sedang sibuk meladeni pertanyaan Mirae yang sangat banyak. Yoon Bo-kyung merasa mukanya semakin panas saja karena jari Lee Hwon masih berada tepat di bibirnya.

“Akh, kenapa mukamu semerah itu? Kamu demam?” tanya Lee Hwon setelah menarik jari tangannya. Yoon Bo-kyung menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Songbangnim. Mungkin karena cuaca mendadak lebih dingin,” ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya.

“Tubuh perempuan kebanyakan lemah, ya. Mudah sekali terpengaruh cuaca,” ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung dengan terpaksa menganggukkan kepalanya. Dia berdoa dalam hati semoga jatungnya yang berdetak kecang tidak diketahui oleh Lee Hwon. Saking cepatnya, Yoon Bo-kyung takut suara degup jantungnya akan terdengar keras dan membuatnya malu.

Setelah berhasil melewati kerumunan manusia, mereka bergerak menuju arah Barat. Sebuah Kedai Teh yang berusia tua dan tidak mencolok terlihat. Yoon Bo-kyung segera memasukinya, diikuti oleh semua orang yang datang bersamanya. Beberapa pengawal berhenti di sekitaran Kedai Teh tersebut dan mengawasi diam-diam.

“Adakah ruangan yang dipesan atas Nama Bangsawan Hwan?” tanya Yoon Bo-kyung kepada laki-laki dengan pakaian berwarna abu-abu yang tampaknya adalah pemilik kedai.  Laki-laki yang berdiri di dekat pintu masuk langsung menyambut mereka. Kepala Kedai itu menganggukkan kepalanya dan bibirnya tersenyum.

“Silahkan Tuan,Nyonya. Ikuti saya! Mereka sudah menunggu,” ucap Pemilik Kedai itu. Yoon Bo-kyung, Lee Hwon dan para pelayan pun mengikuti sang pemilik kedai. Mereka menuju bangunan di  belakang Kedai Teh. Bangunan itu dipisah sebuah taman kecil dengan pepohonan yang menyamarkan keberadaannya. Membuatnya menjadi tempat yang tepat untuk melakukan pertemuan rahasia.

“Aku baru tahu ada tempat sebagus ini di Ibu Kota. Sangat bagus untuk melakukan pertemuan rahasia,” ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya.

“Namun Abeojiku lebih pintar, Songbangnim. Dia mengadakan pertemuan di Gibang. Orang-orang tentu menganggap dia dan para pengikutnya sedang bersenang-senang,” ucap Yoon Bo-kyung. Lee Hwon menatap Yoon Bo-kyung seksama.

“Aku mengerti sekarang kenapa kamu bisa mengalahkanku dalam permainan Janggi. Kamu bisa memiliki sudut pandang yang berbeda dengan orang kebanyakan,” ucap Lee Hwon membuat Yoon Bo-kyung menatapnya balik. Apakah Lee Hwon kini sedang memujinya? Dia ingin bertanya tetapi malu. Namun, dia yakin kalau kali ini suara Lee Hwon tidak bernada sinis. Suaranya terdengar biasa tanpa intonasi berlebihan.

“Kalian menunggu disini saja,” ucap Lee Hwon kepada Kepala Pengawal ketika mereka sudah berada di bangunan belakang Kedai Teh dan Yoon Bo-kyung ikut memberi kode kepada Mirae untuk ikut menunggu di luar. Yoon Bo-kyung pun mempersilahkn Lee Hwon lebih dulu masuk. Bangsawan Hwan yang menunggu di dalam beserta beberapa orang lainnya segera melakukan penghormatan tanpa bersuara. Ada Pedagang Choi diantara mereka.

Jusang Jeonha, selamat datang,” ucap Bangsawan Hwan dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Mereka semua pun duduk seperti biasa setelah Lee Hwon duduk. Yoon Bo-kyung menyusul dengan duduk di sebelah suaminya itu. Seorang pelayan segera membagikan teh dan makanan kepada yang hadir di ruangan tersebut. Yoon Bo-kyung tidak langsung membiarkan Lee Hwon meminum dan memakan apa yang disajikan. Secara langsung Yoon Bo-kyung melakukan gimi (menguji makanan dan minuman untuk memastikan tidak beracun). Apa yang dilakukannya membuat Bangsawan Hwan menatap mereka berdua dengan ekspresi kekaguman.

“Terimakasih Bangsawan Hwan karena kamu mau menemuiku? Tampaknya sulit sekali membujukmu menemuiku, ya. Sampai-sampai Jungjeon harus turut campur,” ucap Lee Hwon dengan nada sindir yang kentara. Yoon Bo-kyung tahu kalau Lee Hwon tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya karena Bangsawan Hwan tidak mempercayainya.

“Maafkan sikap saya, Jusang Jeonha. Saya tidak bermaksud menyulitkan Anda. Namun, pengawasan kepada Anda terlalu ketat. Saya juga takut kalau saya bersikap gegabah justru akan mempersulit posisi Anda, Jusang Jeonha,” ucap Bangsawan Hwan dengan suara yang tenang.

“Pengawasan? Maksudmu Ayah mertuaku itu?” ucap Lee Hwon dan suaranya terdengar kesal. Yoon Bo-kyung menghela nafas, dia mengerti betapa kesalnya Lee Hwon setiap menyebut nama ayahnya. Wajahnya pasti menyiratkan rasa jijik.

“Maafkan saya sebelumnya, Jusang Jeonha. Maafkan saya juga, Jungjeon Mama. Saya mendengar kalau hubungan Jusang Jeonha dan Jungjeon Mama tidak baik. Hal itu membuat saya bingung dengan situasi Anda yang sebenarnya. Saya sempat curiga kalau Jungjeon Mama mungkin adalah mata-mata yang dikirim oleh Perdana Menteri Yoon sehingga Anda tidak akrab dengan Jungjeon Mama,”

“Jaga bicaramu, Bangsawan Hwan. Jangan menuduh Jungjeon seperti itu,” sela Lee Hwon. Ucapan Lee Hwon itu melegakan hati Yoon Bo-kyung. Sejujurnya dia tidak marah kalau Bangsawan Hwan menaruh curiga. Hal yang wajar karena seorang anak biasanya mendukung orang tuanya. Apalagi hubungannya dengan Lee Hwon memang tidak baik. Sekarang Lee Hwon membelanya. Entah itu sungguh-sungguh atau berpura-pura. Jika berpura-pura sekalipun, Bangsawan Hwan sekarang tentu merasa kalau Lee Hwon menyayangi dan menghormatinya sebagai istrinya sehingga membelanya.

“Maafkan saya, Jusang Jeonha. Maafkan saya Jungjeon Mama,” ucap Bangsawan Hwan sambil membukukkan kepalanya berkali-kali.

“Lalu Jungjeon Mama meminta bertemu dengan saya. Perkataan Jungjeon Mama waktu itu membuat saya sadar kalau Jungjeon Mama sepenuhnya berada di pihak Anda, Jusang Jeonha. Apalagi baru saja Jungjeon Mama melakukan gimi untuk Anda. Kelihatan benar kalau Jungjeon Mama benar-benar mendukung dan berusaha melindungi Anda,” ucap Bangsawan Hwan lagi setelah Lee Hwon memberi instruksi dengan tangannya agar Bangsawan Hwan melanjutkan perkataannya.

“Syukurlah kalau kamu tahu sekarang,” ucap Lee Hwon dan menatap Yoon Bo-kyung dengan sedikit memincingkan mata. Yoon Bo-kyung mengerti kode yang diberikan Lee Hwon.

“Jangan merasa bersalah, Bangsawan Hwan,” ucap Yoon Bo-kyung dengan suara yang tenang.

“Kami memang sering tidak terlihat akrab di hadapan orang-orang. Namun, aku tidak menyangka kalau hal itu bisa menimbulkan rumor kalau aku tidak menyukai Jungjeon Mama dan membuat seolah-olah kami saling membenci,” ucap Lee Hwon lagi dan Yoon Bo-kyung tersenyum kecut mendengar sandiwara suaminya itu. Yoon Bo-kyung melihat betapa lihainya suaminya itu membalikkan pemikiran seseorang bahkan membuat orang tersebut merasa bersalah.

“Maafkan saya, Jusang Jeonha. Maafkan saya Jungjeon Mama,” ucap Bangsawan Hwan lagi.

“Sudahlah. Aku malas membahas hal itu. Sekarang aku bertanya kepadamu, Bangsawan Hwan. Apakah kamu bersedia kembali ke Dewan Istana?” tanya Lee Hwon tegas. Bangsawan Hwan menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkan perlahan sebelum berbicara.

“Perkataan Jungjeon Mama membuat saya sadar kalau kewajiban saya adalah berbakti kepada negeri ini, Jusang Jeonha. Sekalipun saya sebenarnya pernah merasa kecewa karena Mendiang Raja dahulu karena meminta saya keluar dari Dewan Istana, padahal saya telah berusaha keras memberikan yang terbaik untuk negeri ini. Saya sadar kalau Langit punya rencana dalam hidup saya. Klan Hwan dari generasi ke generasi selalu mendukung pemerintahan yang sah. Lahir dalam klan ini artinya saya punya tugas yang sama yaitu mendukug Anda, Jusang Jeonha,” ucap Bangsawan Hwan terus terang. Yoon Bo-kyung menatap Lee Hwon dengan mata yang menyiratkan kecemasan. Dia berharap Lee Hwon bisa berpikiran terbuka dan tidak marah sekalipun Bangsawan Hwan secara tidak langsung telah menjelekkan mendiang ayahnya.

“Aku mengerti perasaanmu, Bangsawan Hwan. Abba Mama pun merasa tidak enak hati karena terpaksa melakukan hal itu kepadamu,” ucap Lee Hwon dan mengambil cawan teh dan meminum isinya.

“Akan tetapi, tahukah kamu? Abba Mama terpaksa melakukannya bukan untuk memperoleh izin menikahi Eomma Mama saja. Itu alasan yang terlalu egois bagi seorang Raja,” ucap Lee Hwon sambil meletakkan cawan yang masih dalam genggaman tangannya.

Abba Mama meninggalkan sepucuk surat yang baru saja aku peroleh. Dia mengatakan alasan sebenarnya adalah melindungi Anda, Bangsawan Hwan. Saat itu Anda sangat lantang menyuarakan transparansi keuangan bagi seluruh Keluarga Bangsawan. Kebijakan transparansi keuangan adalah hal yang paling ditakuti mereka yang kerap berbuat curang,” ucap Lee Hwon dengan perlahan. Yoon Bo-kyung mengernyitkan dahi. Dia baru tahu fakta terbaru ini. Karena sama seperti orang lain, Yoon Bo-kyung menyangka Raja terdahulu setuju menyingkirkan Bangsawan Hwan karena ingin menjadikan Daebi Mama sebagai Sejabin dulu.

Abba Mama telah mencium gerakan kalau Anda dan Klan Hwan akan dijatuhkan dengan tuduhan palsu. Abba Mama menyingkirkan Anda dari Dewan Istana dengan pemikiran jika dia mengeluarkan Anda maka Perdana Menteri dan pendukungnya akan menganggap Anda bukan ancaman lagi bagi mereka,” ucap Lee Hwon lagi.

“Ini adalah surat yang aku maksud. Seorang Kasim yang telah pensiun dan tinggal di luar Istana dipercaya Abba Mama untuk menyimpannya. Abba Mama berpesan untuk memberikannya kepadaku setelah aku cukup kuat bertahan. Sekarang Jungjeon ada di pihakku dan Pedagang besar di negeri ini juga, maka Kasim itu merasa kalau  aku sudah cukup kuat untuk melawan balik,” ucap Lee Hwon sambil menyodorkan surat yang dia sembunyikan di balik pakaian yang dikenakannya. Bangsawan Hwan menerimanya dan membukanya. Yoon Bo-kyung bisa melihat stempel yang tertera di surat tersebut asli.

“Aku tidak bisa bergerak tanpa orang berkompenten di dalam Istana. Pedagang besar sekalipun perannya penting, hanya bisa berada di luar Istana. Sedangkan Jungjeon tidak bisa membantuku terang-terangan karena aturan yang mengikat perempuan Istana,” ucap Lee Hwon sambil menatap Pedagang Choi yang segera menundukkan kepala sebagai sikap hormat sejenak. Yoon Bo-kyung pun menatap Lee Hwon dengan hati yang lega. Semua perkataan Lee Hwon menyiratkan kebijaksanaannya. Yoon Bo-kyung seakan melihat Lee Hwon yang dulu di temuinya saat pemilihan Sejabin. Pandangannya yang luaslah yang membuat Yoon Bo-kyung jatuh cinta. Bukan kepada rupanya yang rupawan.

“Maafkan saya, Jeonha,” ucap Bangsawan Hwan dan air matanya menetes setelah membaca surat yang disodorkan oleh Lee Hwon. Yoon Bo-kyung merasa sedih melihatnya. Dia paham mengapa Bangsawan Hwan kecewa dan setelah tahu keadaan sebenarnya, tentu dia merasa bersalah. Permintaan maaf itu jelas ditunjukkan kepada Mendiang Raja yang telah disalah pahaminya dulu.

Abba Mama semakin terpuruk karena dia pun tidak berhasil melindungi Bangsawan Heo,” ucap Lee Hwon dan gurat kepedihan muncul di wajahnya. Hal itu membuat Yoon Bo-kyung menundukkan kepalanya. Hatinya merasa sakit karena rasa bersalah. Dia adalah pion yang digerakkan ayahnya dahulu untuk menghancurka Klan Heo.

“Saya akan melangkahkan kaki saya ke dalam Istana jika Jusang Jeonha berkenan. Saya akan meyakinkan mereka yang hatinya telah surut untuk kembali percaya,” ucap Bangsawan Hwan dengan sungguh-sungguh. Ucapannya itu memberikan kelegaan di hati Yoon Bo-kyung.

🌷🌷🌷

Hari telah sangat larut ketika Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung keluar dari Kedai Teh, tempat pertemuan mereka. Orang-orang yang berlalu lalang jumlahnya sedikit. Hanya beberapa pedagang yang masih bertahan menjajakan dagangannya. Hujan salju belum juga berhenti. Meskipun perlahan turun, lama kelamaan menumpuk juga di atas tanah. Lee Hwon memperhatikan Yoon Bo-kyung yang berjalan di sampingnya. Mereka berjalan dalam payung yang sama, payung yang tadi dibelinya.

Lee Hwon ingin bicara. Ingin berterimakasih kepada istrinya itu. Bagaimana pun, hari baik ini tidak akan bisa terjadi tanpa bantuannya. Sekalipun pengakuan Yoon Bo-kyung adalah untuk mempertahankan tahta bulan hanya untuk dirinya sendiri, Yoon Bo-kyung telah menolongnya. Namun, Lee Hwon merasa lidahnya seakan melekat pada rongga mulutnya. Mengapa dia masih saja kesulitan berbicara baik kepada istrinya ini?

“Dingin,” ucap Yoon Bo-kyung yang menjulurkan tangannya keluar dari payung sehingga tangannya dapat menampung salju yang turun. Ketika salju itu mencair di tangannya, istrinya itu pun berucap ‘dingin’. Saat berucap begitu, istrinya itu tersenyum. Yoon Bo-kyung bahkan berjalan keluar dari payung. Dia berhenti dan mengadah ke langit. Kedua tangannya mengadah ke atas. Menampung butiran salju yang jatuh.

Lee Hwon tercenung melihat pemandangan di hadapannya. Dia seakan melihat Yoon Bo-kyung di saat pemilihan sejabin dulu. Yoon Bo-kyung saat itu terlihat polos dan berani seperti anak-anak yang bermain tanpa memperhitungkan resiko. Ketika gadis lain membicarakan puisi, Yoon Bo-kyung malah  membicarakan rumus phytagoras. Ketika gadis lain membicarakan bunga, maka Yoon Bo-kyung malah membicarakan lebah, serangga dan proses penyerbukan. Ketika gadis lain menunjukkan kemampuan dalam menari, Yoon Bo-kyung menceritakan pengetahuannya akan anatomi tubuh manusia.

Gadis itu berbeda dengan semua gadis yang pernah dia temui. Dia berbeda dengan Heo Yeon Woo yang lembut. Hal yang membuatnya tertarik kepada Heo Yeon Woo adalah pemikirannya yang sama dengan Lee Hwon. Mereka menaruh minat yang sama dalam bisang sosial. Namun, Yoon Bo-kyung cendrung menaruh minat kepada segala sesuatu yang bersifat keilmuan dan logika. Hal itulah yang membuat Yoon Bo-kyung ahli dalam permainan yang mengutamakan strategi.

“Anda tahu, Songbangnim? Bagaimana terbentuknya salju? Tidak jauh berbeda dengan hujan. Ini adalah uap air tetapi suhu di atas sangat dingin sehingga uap air yang terkumpul di atas sana membeku dan jatuh dalam bentuk serpihan es,” ucap Yoon Bo-kyung dengan bersemangat. Lee Hwon terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia melihat sebuah kecantikan yang tidak biasa pada diri istrinya itu. Dia baru menyadarinya sekarang.

“Ini adalah udara kebebasan. Aku menyukainya,” ucap Yoon Bo-kyung dan tertawa. Lee Hwon merasa sesuatu yang berbeda terjadi di hatinya. Tanpa sadar dia memegang dadanya sendiri.

Sumatera Utara, 8 Februari 2018.

Pembaca yang kusayang,
Terimakasih untuk semua bentuk dukungan kalian. Syukurlah kali ini aku bisa tepat waktu  menulis part baru. Namun kendala utama adalah jaringan lemot. Entah mengapa Wattpad error lagi. Mohon dukungan kalian juga untuk kisah saya yang lain juga. Terimakasih.

Tanpa dukungan kalian aku nol.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top