PERPUSTAKAAN
KOSAKATA
1. Jungjeon Mama = panggilan untuk Ratu
2. Jusang Jeonha = panggilan untuk Raja
3. Gyotaejeon = Istana tempat Ratu tinggal
4. Sangjeongjeon = tempat Raja dan para menteri (kabinetnya) berdiskusi, keterangan bisa lihat gambar paling bawah
5. Sanggung = dayang Istana rangking satu yang biasa melayani Ratu
6. Nain = dayang Istana
🍃🍂🌿🍂🍃
"Jungjeon Mama, Anda benar-benar akan melakukannya? Pergi ke Perpustakaan Kerajaan untuk mengambil laporan kondisi negara tahun lalu?" tanya Park Sanggung dengan wajah yang terlihat khawatir kepada Yoon Bo-kyung yang telah bersiap-siap untuk pergi keluar dari Gyeotajeon.
Baru saja Yoon Bo-kyung tiba di kediamannya setelah memberi salam pagi kepada Wang Daebi Mama dan Daebi Mama. Yoon Bo-kyung hanya mengganti pakaiannya dengan dangui yang tidak terlalu mewah karena perpustakaan pasti penuh debu yang dapat mengotori danguinya. Yoon Bo-kyung berbalik dan tersenyum kepada Sanggung yang melayaninya selama ini, lalu menganggukkan kepalanya.
"Apa yang Anda lakukan saat ini akan dianggap sebagai perlawanan oleh Perdana Menteri," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menghela nafas. Memegang bahu kiri Park Sanggung dan berbicara dengan lirih.
"Aku tahu. Oleh karena itu, jangan sampai ada yang tahu rencana kita. Ingat! Kita akan memakai alasan mencari buku mengenai ritual dan tata cara pembuatan Meju di masa lalu. Petugas Perpustakaan Kerajaan pasti tidak akan curiga. Jadi kamu dan Nain yang ikut denganku harus hati-hati. Tujuan kita adalah mengambil buku laporan kondisi negara tahun lalu dan menyelundupkannya keluar dari Perpustakaan. Hanya itu. Aku harus membawanya keluar dari sana karena aku pasti tidak leluasa memeriksa laporan itu di Perpustakaan Kerajaan. Orang-orang ayahku bisa saja ada yang betugas memata-matai disana," ucap Yoon Bo-kyung panjang lebar, tetapi raut cemas tidak juga hilang dari wajah Park Sanggung.
"Jungjeon Mama, tetap saja itu berbahaya. Perempuan, bahkan Ratu sekalipun tidak diperkenankan ikut campur dalam urusan Pemerintahan. Jika ketahuan, Wang Daebi Mama dan Daebi Mama akan menghukum Anda dengan sangat berat," ucap Park Sanggung yang masih menyiratkan keraguannya itu. Bahkan memperingatkan resiko yang bisa didapatkan jika ketahuan.
"Aku tahu resiko itu. Apa yang akan kita lakukan akan sangat berbahaya. Makanya kita semua harus hati-hati,"
"Apakah Anda sangat tidak mempercayai Perdana Menteri?" ucap Park Sanggung membuat Yoon Bo-kyung terdiam sesaat. Sebenarnya didalam hati dia ragu dengan perkataan Hwan Nari. Jika ucapan Hwan Nari benar maka ayahnya telah mengkhianati Raja. Yoon Bo-kyung yakin kalau ayahnya tidak akan bertindak sejauh itu.
"Lagipula Perdana Menteri adalah ayah Jungjeon Mama. Beliau pasti memikirkan Anda dan tidak mungkin melakukan kecurangan yang akan merugikan posisi Anda jika ketahuan. Maafkan saya yang berkata lancang ini, Jungjeon Mama," ucap Park Sanggung lagi. Perkataan sanggung itu membuatnya sedih. Hal itu dikarenakan selama ini dia tidak pernah merasa diperlakukan sebagai seorang anak oleh ayahnya itu. Dia pun sudah tahu semua kelicikkan ayahnya selama ini. Termasuk pristiwa boneka sihir yang membuat Nona Heo Yeon Woo batal menjadi Sejabin. Namun, dia tidak mungkin mengatakan itu kepada Park Sanggung.
"Sebenarnya aku juga ragu dengan perkataan nain yang bertugas sebagai perawat itu. Namun, aku sudah berjanji untuk melakukan penyelidkan. Apa pun resikonya, aku adalah orang yang menepati janji, Park Sanggung. Lagipula jika aku sudah melihat catatan itu, aku akan semakin yakin kalau Abeoji tidak membohongi Raja," ucap Yoon Bo-kyung dengan jawaban yang masuk akal. Park Sanggung pun menghela nafas.
"Baiklah, Jungjeon Mama. Saya akan membantu Anda," ucap Park Sanggung dan mereka pun berjalan beriringan keluar dari Gyotaejeon. Yoon Bo-kyung berada di urutan paling depan. Park Sanggung mengikuti di belakanya bersama enam orang nain muda. Cukup lama mereka berjalan sampai akhirnya mereka tiba di Perpustakaan Kerajaan.
Petugas Perpustakaan Kerajaan terlihat sangat terkejut ketika Yoon Bo-kyung tiba di Perpustakaan. Keterkejutan itu membuat mereka sampai sujud di atas tanah. Tidak sembarang orang boleh bertemu dengan perempuan Kerajaan terutama wanita-nya Raja. Yoon Bo-kyung sebagai Ratu mendapat perlakuan yang sama.
"Jungjeon Mama, semoga Anda panjang umur. Ada apa gerangan sehingga Anda datang ke tempat penuh debu ini?" ucap petugas Perpustakaan Kerajaan. Yoon Bo-kyung tersenyum dan masuk ke dalam ruangan. Kepalanya menatap ke seliling ruangan luas yang penuh rak berisi buku. Aroma buku usang secara samar menyapa indera penciumannya.
"Siapa namamu? Dimana Kepala Perpustakaan Kwon" tanya Yoon Bo-kyung tanpa melihat laki-laki paruh baya yang masih berada dalam posisi sujud sampai ke tanah. Kepalanya mencari-cari Kepala Perpustakaan Kwon yang telah dikenalnya.
"Nama saya Jong Nam dari klan Seo, Jungjeon Mama. Kepala Perpustakaan Kwon telah pensiun dan saya menggantikan posisinya itu," ucap petugas perpustakaan itu.
"Bangunlah Kepala Perpustakaan Seo. Tolong aku untuk menemukan buku-buku mengenai ritual!" ucap Yoon Bo-kyung dan Seo Jong Nam bangun dari sujudnya. Ditatapnya Yoon Bo-kyung dengan wajah penuh keraguan.
"Maafkan saya, Jungjeon Mama. Bolehkah saya menemani Park Sanggung saja dan beberapa Nain? Tempatnya agak jauh di belakang dan sangat berdebu. Sebaiknya Anda menunggu disini," ucap Seo Jong Nam. Yoon Bo-kyung sudah menduga kalau jawaban seperti itu yang akan diterimanya. Dia tahu kalau Perpustakaan Kerajaan tidak mungkin penuh debu. Para petugasnya pasti berusaha keras menjaga keutuhan dokumen-dokumen Kerajaan. Mereka rajin melakukan pembersihan dan pangasapan dengan aroma wangi alami yang mencegah datangnya rayap.
"Baiklah," ucap Yoon Bo-kyung sehingga Kepala Perpustakaan Seo dan beberapa petugas perpustakaan menngajak Park Sanggung dan beberapa Nain menuju belakang perpustakaan. Hanya empat nain dan dua orang petugas perpustakaan yang tersisa di depan.
"Aku bosan jika hanya duduk-duduk saja. Aku akan melihat-lihat di sekitar sini," ucap Yoon Bo-kyung dan kedua petugas perpustakaan yang muda itu terlihat gugup. Kepala Perpustakaan saja segan menemani Ratunya, mereka berdua mungkin sudah ketakutan sekarang
"Kalian berdua disini saja. Aku bersama para Nain-ku ini saja yang melihat-lihat," ucap Yoon Bo-kyung.
"Siap, Jungjeon Mama," ucap kedua orang petugas perpustakaan itu. Yoon Bo-kyung dengan santai menuju rak demi rak. Seakan tidak mencari. Para Nain disuruhnya berjalan di depannya untuk mencari buku demi buku yang dibutuhkannya. Yoon Bo-kyung berada di belakang para nain-nya untuk mencegah petugas perpustakaan mengawasi mereka. Mereka pasti takut untuk melihat Ratu mereka, bahkan punggungnya sekalipun.
"Kamu menemukannya, Mirae?" tanya Yoon Bo-kyung kepada Nain yang berada tepat di depannya dengan suara berbisik.
"Ya, Jungjeon Mama. Saya sudah menyembunyinkannya di balik Chima)* saya. Yang lain juga sudah menemukan laporan dari daerah lain,"
Chima)*= rok hanbook
"Kita ambil secara acak saja. Ingat, utamakan laporan Joseon Timur," ucap Yoon Bo-kyung dan dijawab dengan anggukan. Mereka cukup lama mencari. Sesekali Yoon Bo-kyung berbalik dan tersenyum kepada petugas Kerajaan yang segera menunduk karena ketakutan.
"Sudah ketemu, Jungjeon Mama," ucap Mirae dan Yoon Bo-kyung menghela nafas lega.
"Kalian lebih dulu mendekati petugas perpustakaan. Aku ingin berjalan-jalan di sekitar perpustkaan ini. Sudah lama sekali aku tidak mengunjungi perpustakaan Kerajaan," ucap Yoon Bo-kyung yang dituruti oleh para nain. Perlahan-lahan Yoon Bo-kyung berjalan menuju lokasi buku-buku dari negeri Qing. Letaknnya ada di belakang juga tetapi pada sisi yang bersebrangan dengan lokasi buku-buku ritual.
Banyak sekali catatan sejak awal era Joseon di Perpustakaan Kerajaan ini. Disana juga ada catatan mengenai Dinasti Goryeo yang berkuasa sebelum Dinasti Joseon. Yoon Bo-kyung sangat menyukai catatan era sebelum Dinasti Joseon itu karena dari catatan itu dia bisa mengetahui kehidupan masyarakat masa itu. Masa itu perempuan memiliki posisi yang sama dengan laki-laki. Aktivitas perempuan tidak terlalu dibatasi.
Bahkan di era sebelum Goryeo, tepatnya di masa era Tiga Kerajaan ada Dinasti yang dipimpin perempuan. Dinasti Shilla tepatnya. Di masa itu ada Ratu hebat bernama Ratu Seondeok yang memerintah Kerajaan Shilla dan membawanya kepada awal kejayaan Shilla. Ratu itu tidak pernah menikah. Sekalipun melajang seumur hidup, dia bisa membawa persatuan kepada Shilla dan meletakkan dasar-dasar penyatuan Tiga Kerajaan yang baru bisa direalisasaikan oleh Keponakannya, Raja Chunchun. Sayangnya Ratu hebat itu meninggal di usia yang tergolong muda. Dia digantikan seorang Ratu juga yang bernama Ratu Jindeok.
Kali ini, Yoon Bo-kyung ingin mengambil buku yang menceritakan kehidupan prajurit di masa Shilla berkuasa. Yoon Bo-kyung pernah mendengar kalau perempuan pun ikut berperang masa itu. Ada pasukan elit Kerajaan khusus perempuan di masa Shilla berkuasa. Yoon Bo-kyung mencari-cari dan tertarik dengan buku yang berada di barisan paling atas. Dia menjijitkan kakinya tetapi tidak juga bisa mencapainya. Bahkan melomat-lompat pun dia tidak bisa meraihnya. Yoon Bo-kyung menghela nafas nyaris menyerah. Namun dia melihat ada sebuah tangga kecil.
Yoon Bo-kyung menarik tangga itu dan menyenderkan salah satu sisinya ke rak buku. Tanpa ragu menarik Chimanya keatas dan menaiki anak-anak tangga dengan antusias. Dia berhasil meraih buku itu, tetapi ketidak seimbangan membuat tangganya miring dan perlahan jatuh.
🍀🍀🍀
Lee Hwon berjalan bersama Kasim Go menuju taman. Dia sudah terlalu penat menghadiri pertemuan para menteri. Sejak Perdana Menteri Yoon Hyun Dae menjadi mertuanya, fraksi yang dipimpin klan Yoon sering mendominasi pertemuan. Hampir semua kebijakan yang diusulkan oleh fraksi lain di tolak dengan ragam alasan. Jangankan fraksi lain, usulan yang diajukkan oleh dirinya sebagai Raja pun di bantah. Terkadang Lee Hwon ingin sekali Joseon kembali ke masa awal Joseon dimana Raja memiliki kekuasaan lebih besar daripada sekarang.
"Apakah tidak masalah jika anda tiba-tiba meninggalkan Sangjeongjeon, Jusang Jeonha?" tanya Kasim Go yang berada di belakang Lee Hwon. Lee Hwon berhenti berjalan dan berbalik melihat Kasimnya yang setengah membungkuk.
"Melihat mereka bertengkar satu dengan yang lain membuat kepalaku pusing. Yang paling membuatku kesal, mertuaku itu tidak merelai perdebatan tetapi hanya diam. Aku bisa melihat senyumannya yang samar-samar. Mengejekku yang sejak tadi memberikan aba-aba untuk diam dengan tanganku tetapi tidak digubris," ucap Lee Hwon setengah berteriak.
"Bersabarlah Jusang Jeonha. Anda harus bersabar. Semua akan berakhir dan mereka akan menghormati Jusang Jeonha sebagaimana seharusnya," ucap Kasim Go dan Lee Hwon menghela nafas.
"Kamu benar. Aku akan mencari cara membuat semua kekacauan ini berakhir secepat mungkin," ucap Lee Hwon.
"Jadi kemana kita akan pergi, Jusang Jeonha?" tanya Kasim Go dan Lee Hwon menatap langit. Memikirkan hal yang akan dia lakukan. Dia tidak punya rencana apa-apa selain menghadiri pertemuan dengan Dewan Istana hari ini. Dia tidak menyangka kalau pertemuan itu berlangsung sekacau tadi.
"Kita pergi ke Perpustakaan Kerajaan. Aku sudah meminta Kepala Perpustakaan Seo untuk mencari buku sejarah masa lalu. Siapa tahu, aku menemukan gagasan lama yang bisa diterapkan di masa ini tanpa banyak pertentangan," ucap Lee Hwon.
"Baik, Jeonha," ucap Kasim Go. Mereka pun berjalan menuju Perpustakaan Kerajaan. Sesampainya disana, pemandangan yang tidak biasa muncul. Beberapa nain menunggu di depan Perpustakaan. Lee Hwon tidak mengenal mereka.
"Kalian melayani siapa? Mengapa kalian berdiri di luar?" tanya Lee Hwon kepada para nain yang menunggu di depan. Para nain itu terlihat sangat terkejut dan membungkukkan badan.
"Semoga Jusang Jeonha diberi umur yang panjang. Kami adalah Nain yang bertugas di Istana Gyotaejeon, Jusang Jeonha. Kami kesini bersama Jungjeon Mama yang hendak mencari buku ritual," ucap salah satu nain. Lee Hwon tidak lagi bertanya dan berbalik hendak meninggalkan perpustakaan. Setiap bertemu dengan Yoon Bo-kyung, hatinya selalu panas. Kemarahan segera meletup di dadanya. Lebih baik menghindarinya dan pergi sejauh mungkin. Namun, baru beberapa langkah dia berjalan meninggalkan Perpustakaan, dia berbalik.
Dia membutuhkan buku tentang Goryeo. Dia sekarang sudah tiba di Perpustakaan. Mengapa dia harus pergi dengan tangan kosong? Sekalipun dia seorang Raja, membuang waktu adalah hal buruk. Lee Hwon pun memasuki gedung perpustakaan. Kasim Go awalnya berjalan beberapa langkah mengikutinya di belakang, berhenti mendadak. Membiarkan Lee Hwon berjalan sendiri.
Jika Yoon Bo-kyung datang untuk mencari buku ritual berarti dia berada di posisi yang bersebrangan dengan tempat yang dituju olehnya. Maka dia berjalan dengan santai karena yakin tidak akan bertemu dengan perempuan yang terpaksa dinikahinya itu. Ketika dia hampir sampai di rak yang ditujunya, pemandangan yang tidak biasa lagi-lagi muncul di hadapannya.
Yoon Bo-kyung sedang berjinjit dan tangannya keatas berusaha meraih buku yang berada di rak paling atas. Dia tidak berhasil. Kemudian dia melompat-lompat untuk meraih buku itu. Lee Hwon tersenyum melihatnya. Perempuan yang berada di hadapannya itu tidak menyadari keberadaannya dan kini melupakan statusnya sebagai Ratu. Melompat-lompat seperti seorang anak kecil sedang berusaha memetik buah jeruk yang berada jauh di atas kepalanya.
Tidak berhasil juga.
Kali ini Yoon Bo-kyung menarik tangga dan menyenderkannya di salah satu rak. Lee Hwon menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kenekatan istrinya itu. Setelah menyenderkan tangga, Yoon Bo-kyung menarik Chimanya sehingga betis putihnya terlihat.
'Bagaiamana kalau petugas perpustakaan tiba-tiba lewat dan melihatnya? Perempuan itu bodoh atau apa?' ucap Lee Hwon dalam hati.
Yoon Bo-kyung pun menaiki anak tangga satu demi satu. Setelah berhasil meraih buku yang diincarnya, tangga yang dinaikinya oleng. Lee Hwon tidak lagi berpikir dan berlari mendekatinya dan meraih tubuhnya yang nyaris jatuh terjerembab di atas lantai bersama tangga yang dinaikinya.
🍁🍁🍁
"Jusang Jeonha?" tanya Yoon Bo-kyung di dalam rangkulan Lee Hwon. Dia kaget suaminya tiba-tiba berada di Perpustakaan dan menolongnya. Seketika mukanya terasa panas.
"Ya. Lagi-lagi kamu jatuh," ucap Lee Hwon dan menatapnya dengan muka cemberut. Yoon Bo-kyung tersenyum kecut. Ini kali kedua mereka bertemu dan selalu ada adegan terjatuh. Lee Hwon tiba-tiba saja melepas tangannya yang menahan tubuh Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung pun berpegang kepada rak buku supaya dapat berdiri.
"Anda sedang apa?" tanya Yoon Bo-kyung dan pertanyaan itu terasa konyol sekarang, membuat Yoon Bo-kyung ingin bersembunyi saja diantara halaman buku yang dipeganganya.
"Mengambil buku. Apa lagi?" tanya Lee Hwon balik dan ketus.
"Saya juga kesini untuk mengambil buku ritual dan buku sejarah Shilla. Saya dengar di zaman itu perempuan dan laki-laki memiliki status yangs sama. Saya ingin tahu lebih jauh," ucap Yoon Bo-kyu dan Lee Hwon menatap sekilas buku yang berada dalam genggamannya. Lee Hwon berbalik dan menatap buku yang berada di rak itu.
"Aku tidak bertanya kepadamu. Aku juga tidak mau tahu urusanmu disini," uca Lee Hwon dengan nada ketus. Yoon Bo-kyung merasa sebuah sayatan melukai perasaannya. Lee Hwon selalu melakukan hal yang sama berulang kali. Tidak memberikan kesempatan baginya untuk berbicara satu sama lain.
"Sebaiknya kamu pergi saja," ucap Lee Hwon dingin dan Yoon Bo-kyung menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan bulir air matanya yang jatuh. Dihadapan Lee Hwon, dia selalu lemah seperti saat ini. Menangisi apa yang dialaminya, tidak akan memberikan keuntungan apapun. Selain makin direndahkan.
"Saya undur diri, Jusang Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung dan melangkahkan kakinya. Rasa sakit segera menyerangnya. Pergelangan kakinya terasa sakit. Tampaknya saat jatuh tadi, kaki kirinya itu tersangkut salah satu anak tangga. Yoon Bo-kyung meringis dan memegang rak untuk berjalan. Namun, tetap saja rasa sakitnya semakin terasa.
"Kenapa?" tanya Lee Hwon yang mendengar suara lirih Yoon Bo-kyung saat mengaduh kesakitan. Yoon Bo-kyung menatapnya dengan gugup. Tidak tahu harus menjawab apa. Matanya mengarah kebawah. Menatap kakinya yang sakit.
"Terkilir? Apa boleh buat," ucap Lee Hwon dan dengan tiba-tiba mengangkat tubuh Yoon Bo-kyung. Lee Hwon berjalan sambil menggendong tubuh Yoon Bo-kyung.
"Jangan merasa senang. Aku terpaksa melakukannya. Tidak mungkin penjaga perpustakaan atau laki-laki lain membantumu ke Gyotaejeon. Aku terpaksa," ucap Lee Hwon dengan nada suara yang terdengar kesal. Yoon Bo-kyung merasa pipinya panas. Hatinya merasa senang. Sekalipun Lee Hwon bersikap memusuhinya, tetapi dia memiliki kebaikan. Memaksakan dirinya sendiri menolong Yoon Bo-kyung yang secara terang-terangan dibenci olehnya. Sekalipun terpaksa, dia telah menolong Yoon Bo-kyung.
Park Sanggung yang sudah berada di depan perpustakaan menunggu Yoon Bo-kyung terlihat terkejut. Samar, Yoon Bo-kyung bisa melihat senyuman sanggung yang melayaninya itu.
🌺🌿🍂🍁🍂🌿🌺
Pembaca yang kusayang,
Maaf karena seminggu tidak update. Kesibukan di dunia nyata ternyata tidak terelakkan. Maafkan juga kisah ini berjalan lambat. Soalnya saya ingin menampilkan beberapa detail. Terutama yang menyangkut perasaan. Maaf untuk ketidak nyamanan ini.
Terimakasih untuk vote dan komentar kalian yang membuat saya bersemangat dalam melanjutkan karya ini. Terimakasih juga untuk yang sudah follow saya.
Sumatera Utara, 22 Juli 2017
Keterangan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top