MENGUMPULKAN KEKUATAN

KOSAKATA

Jungjeon Mama = panggilan untuk Ratu

Jusang Jeonha = panggilan untuk Raja

Sanggung = kepala dayang Istana

🍀🍀🍀

"Jungjeon Mama, makan siang Anda telah siap? Bolehkah saya menyajikannya?" Seo Mirae, dayang junior yang berada dibawah pengawasan Park Sanggung bertanya kepada Yoon Bo-kyung yang sedang menulis diatas kertas di ruangannya. Seo Mirae yang duduk di depan pintu ruangan dimana Yoon Bo-kyung terlihat tidak nyaman. Biasanya yang melakukan tugas ini adalah Park Sanggung sendiri. Namun, kepala dayang itu berpamitan kepadanya kalau dia harus ke Kota untuk membeli barang yang penting.

"Aku belum lapar, Mirae," ucap Yoon Bo-kyung dengan nada lirih sambil terus menggoreskan kuasnya di atas kertas.

"Park Sanggung menyuruh saya untuk memastikan Anda tidak terlambat makan selama dia pergi ke Kota," ucap Seo Mirae dengan takut-takut. Yoon Bo-kyung menghela nafasnya dengan berat kemudian meletakkan kuas yang berada di atas penyangga kuas.

"Baiklah. Sajikan makan siang untukku!" ucap Yoon Bo-kyung dengan suara lembut. Seo Mirae menganggukkan kepalanya dan tersenyum setelah mendengar jawaban dari majikannya itu. Di tariknya pintu yang setengah terbuka di hadapannya sehingga terbuka seluruhnya. Dayang junior itu dibantu seorang dayang lagi, Choi Soo Hye membawa meja dengan makanan yang tersaji diatasnya masuk ke dalam ruangan Yoon Bo-kyung.

Yoon Bo-kyung menatap makanan yang tersaji dihadapannya. Sama seperti hari-hari yang telah berlalu, makanan yang tersaji adalah menu vegetarian. Namun, kali ini aroma dari masakannya terasa lebih mengunggah selera makan. Yoon Bo-kyung mengambil sumpit dan mencoba sedikit. Seulas senyum terbit di wajahnya.

"Mirae, masakanmu hari ini lebih baik dari kemarin," ucap Yoon Bo-kyung

"Terimakasih Jungjeon Mama. Saya hanya menambahkan bubuk halus jamur kancing kering dan sedikit bubuk beras. Rasa gurih dari jamur dan manis dari beras membuat rasanya lebih baik," ucap Seo Mirae dengan penuh semangat menjelaskan masakan yang dibuatnya.

"Kerja yang bagus, Mirae. Pastikan seisi Biara juga merasakan masakan enak ini. Park Sanggung tidak salah memilihmu ikut bersamaku ke Biara,"

"Baik, Jungjeon Mama. Saya dan Choi Soo Hye akan memastikan seisi Biara mendapatkan menu yang sama," ucap Seo Mirae dan Yoon Bo-kyung mengganggukkan kepalanya.

" Bagus, Mirae," ucap Yoon Bo-kyung kemudian tersenyum.

"Jungjeon Mama, Park Sanggung berkata kalau dia akan membeli barang penting di Kota. Saya telah meminta beliau untuk membelikan bumbu lainnya yang akan menambah rasa masakan juga,"

"Itu sangat baik. Jika dia kembali, itu sangat baik," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara bergetar dan pandangan matanya terlihat sendu. Seo Mirae menatapnya dengan heran membuat Yoon Bo-kyung mengambil cawan air dan meminum isinya sebelum berucap.

"Maksudku, jika Park Sanggung segera kembali itu baik sekali," ucap Yoon Bo-kyung lalu tersenyum. Seo Mirae menganggukkan kepalanya sebagai tanda dia paham. Yoon Bo-kyung berusaha menghabiskan makan siangnya. Sekalipun pikirannya melambung ke percakapannya dengan Park Sanggung malam sebelumnya.

"Sekarang setelah kamu tahu kalau aku terlibat dalam kematian Bingoong Mama sebelumnya, apakah kamu akan bertahan di sisiku?" tanya Yoon Bo-kyung sambil menghapus air matanya yang jatuh mengalir di pipinya.

"Mengapa Jungjeon Mama membiarkan saya tahu rahasia yang kelam ini?" tanya Park Sanggung dengan wajah yang pucat. Yoon Bo-kyung menatap mata pelayan yang paling dipercayainya itu. Mata Park Sanggung memancarkan ketidak percayaan dan kekecewaan. Membuat dada Yoon Bo-kyung seakan ditusuk sesuatu.

"Saya sangat mempercayaimu, Park Sanggung. Kamu sudah seperti ibu bagiku di Istana yang dingin itu," ucap Yoon Bo-kyung lalu menghela nafasnya sendiri.

"Dan untuk memperbaiki keadaan yang sudah runyam ini, aku membutuhkan pertolonganmu Park Sanggung. Oleh karena itu, penting bagiku kalau kamu mengetahui kejadian yang sebenarnya dari mulutku sendiri," lanjut Yoon Bo-kyung dan Park Sanggung menundukkan kepalanya.

"Bagaimana jika saya tidak membantu Anda, Jungjeon Mama? Apa yang Anda lakukan di masa lalu terlalu," ucap Park Sanggung tertahan. Dia tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

"Kejam? Biadab? Itu benar. Tindakanku di masa lalu pantas disematkan kata-kata itu. Aku sangat menyesalinya. Seandainya aku punya kekuatan untuk membalikkan waktu maka aku akan memilih mati daripada memfitnah Nona Heo. Namun, aku tidak punya kekuatan semacam itu," ucap Yoon Bo-kyung dan air mata kembali mengalir.

"Menanggung rasa bersalah seumur hidup dan menanggung kebencian dari orang yang dicintai itu begitu berat. Itu hukuman bagiku dan aku tidak akan mengeluhkannya lagi. Aku hanya ingin menolong Jusang Jeonha. Aku ingin dia berada diatas tahta tanpa gangguan dari siapapun. Aku ingin rakyat Joseon merasakan kebahagiaan di bawah pimpinannya,"

"Lalu Anda akan mendapat pujian juga, Jungjeon Mama. Sebagai seorang Ratu yang mendampingi Raja yang besar, tentu akan mendapat kehormatan juga. Orang-orang akan lupa kejadian di masa lalu dan menganggap kematian Bingoong Mama sebagai ketidak beruntungan belaka. Bukan pengkhianatan," ucap Park Sanggung dan nada suaranya terdengar sinis. Rasa kecewa terasa kental dari nada suaranya.

"Kamu benar. Hal itu terlintas di benakku. Menjadi sesuatu bagi rakyat Joseon dan dikenang oleh rakyat Joseon adalah hal yang sangat menarik dan menggiurkan. Namun, setelah merenung di Biara ini, aku sadar aku tidak pantas mendapatkannya. Kejahatanku terlalu besar dan hukuman lain pasti akan datang menghampiriku," ucap Yoon Bo-kyung kemudian mengadahkan kepalanya keatas sebagai upaya menghentikan air matanya yang terus ingin mengalir.

"Akan tetapi, aku tidak mau hanya diam menunggu hukuman itu. Setidak-tidaknya aku harus berusaha memperbaiki keadaan. Sekecil apapun itu," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara yang bergetar. Park Sanggung menatapnya dengan tajam.

"Aku memberimu waktu, Park Sanggung. Besok pergilah ke Kota. Jika kamu merasa lebih baik bagimu untuk tidak bersamaku lagi maka jangan kembali. Namun, kamu tidak boleh menceritakan pengakuanku kepada siapa pun. Hal itu akan membahayakan nyawamu. Abeojiku pasti akan memburumu," ucap Yoon Bo-kyung.

"Namun aku sangat berharap kamu kembali," ucap Yoon Bo-kyung dan meninggalkan Park Sanggung sendirian di taman. Yoon Bo-kyung kembali ke ruangannya sendirian dan berusaha menahan isakannya. Dadanya terasa sesak. Semua yang menyayanginya satu demi satu menghilang. Seu-ri, Jan Shil, Orabeoni-nya dan sekarang dia pun akan kehilangan Park Sanggung.

"Park Sanggung pasti segera kembali, Jungjeon Mama. Dia selalu mengkhawatirkan Anda. Tidak mungkin dia berlama-lama di Kota," ucap Seo Mirae lalu tertawa kecil. Ucapannya membuat lamunan Yoon Bo-kyung bubar. Yoon Bo-kyung tersenyum dengan terpaksa.

"Maafkan saya, Jungjeon Mama. Susah sekali mencari peganan kesukaan Anda di Kota siang-siang begini jadi saya terlambat menemani Anda makan siang," sebuah suara terdengar ceria dari ambang pintu ruangan. Seo Mirae yang menghadap Yoon Bo-kyung mengerutkan dahinya kemudian berbalik dan menatap ke ambang pintu. Park Sanggung berdiri di ambang pintu dengan tangan kiri memegang Jang-ot miliknya dan tangan kanan membawa bingkisan beraroma manis. Seo Mirae tersenyum lalu dengan setengah tertawa menatap Yoon Bo-kyung lagi.

"Lihat, Jungjeon Mama. Park Sanggung cepat kembali, bukan?" ucap Seo Mirae dengan mimik lucu. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Air matanya jatuh membuat Seo Mirae mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan ekspresi Ratu-nya.

"Jungjeon Mama, sebaiknya Anda menghabiskan makanan Anda," ucap Park Sanggung sambil masuk kedalam ruangan. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Dia kembali memakan makanannya.

"Mirae, kenapa kamu menatap Jungjeon Mama dengan pandangan seperti itu? Kamu mau aku hukum karena tidak sopan?" tegur Park Sanggung dengan tangan terancung seakan hendak menampar. Seo Mirae menundukkan kepalanya refleks.

"Maafkan saya, Park Sanggung," ucap Seo Mirae takut sampai menutup kedua matanya, tetapi bukan tamparan yang dia dapat. Sebaliknya dia mendapat tepukan lembut di pundaknya berulang-ulang. Tepukan untuk memberi semangat. Seo Mirae membuka matanya dan menatap Park Sanggung dengan heran. Park Sanggung tertawa. Begitu juga Yoon Bo-kyung. Seo Mirae menatap Choi Soo Hyun yang terlihat bingung juga. Mereka tersenyum.

Entah apa yang membuat Ratu-nya dan Sanggung yang paling dihormatinya itu tertawa? Namun, Seo Mirae senang melihat mereka tertawa.

🌻🌻🌻

Yoon Bo-kyung menatap pemandangan di hadapannya. Daun-daun Maple di area Biara, satu-satu telah berubah warnanya sebagai tanda Musim Gugur telah tiba. Yoon Bo-kyung berjalan perlahan menuju pohon itu dan menyentuhnya. Rasa tentram mengalir di hatinya. Setelah berbulan-bulan merenung di Biara, ada ketenangan yang muncul di hatinya.

"Pengorbanan tidak selalu buruk, bukan?" gumam Yoon Bo-kyung.

"Seperti halnya dirimu. Satu demi satu daun-daunmu berubah warna lalu gugur. Kamu mengorbankan daun-daunmu untuk menampilkan pemandangan indah dan peringatan bagi orang-orang sehingga mereka bersiap menghadapi Musim Dingin," ucap Yoon Bo-kyung kepada pohon Maple yang disentuhnya.

"Jungjeon Mama, Anda disini? Saya mencari Anda kemana-mana," ucap Park Sanggung sambil mendekati Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung menolehkan kepalanya ke kiri dan melihat Park Sanggung yang terlihat khawatir.

"Minggu depan, kita akan kembali ke Istana. Anda harus menjaga kesehatan Anda," ucap Park Sanggung sambil melampirkan Jang-ot ke pundak Yoon Bo-kyung.

"Apakah semua yang kita butuhkan hari ini telah kamu sediakan, Park Sanggung?" tanya Yoon Bo-kyung kepada Park Sanggung yang segera menganggukkan kepalanya.

"Saya telah membungkuskan pakaian dan beras yang akan kita bagikan. Semua telah diangkut ke perbatasan Hanyang, Jungjeon Mama,"

"Kalau begitu, kita sudah bisa berangkat?" tanya Yoon Bo-kyung yang dijawab dengan anggukan tegas.

"Tandu yang akan membawa Anda pun telah menunggu," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya.

"Terimakasih Park Sanggung," ucap Yoon Bo-kyung

"Jungjeon Mama berlebihan, ini memang tugas saya,"

"Tidak, Park Sanggung. Terimakasih karena kamu percaya kepadaku dan mau bertahan untuk menolongku,"

"Jungjeon Mama, saya menganggap Anda tidak menceritakan apapun sebelumnya. Yang saya kenal sekarang adalah Jungjeon Mama di masa ini. Saya tidak mengenal Nona dari keluarga Yoon yang Anda ceritakan melakukan kesalahan. Saya hanya tahu kalau mulai sekarang Anda akan berjuang untuk negeri dan rakyat Joseon. Maka saya akan terus mendampingi Anda sampai Anda mewujudkannya, Jungjeon Mama," ucap Park Sanggung dengan sungguh-sungguh.

"Kita sudah membuang banyak waktu, Jungjeon Mama. Sudah saatnya kita pergi," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya kemudian berjalan menuju gerbang Biara. Sejak tinggal di Biara, beberapa kali Yoon Bo-kyung pergi ke perbatasan Hanyang untuk memberikan bantuan kepada penduduk yang kesulitan disana. Kali ini adalah terakhir baginya untuk melakukan kegiatan itu, sebelum kembali ke Istana.

🍀🍀🍀

"Ini bingkisan yang terakhir, Nyonya," ucap Seo Mirae dengan semangat menyerahkan sebuah buntalan terakhir kepada Yoon Bo-kyung. Seperti perintah Yoon Bo-kyung kepadanya, dia tidak memanggil dengan sebutan Jungjeon Mama. Yoon Bo-kyung meminta dipanggil Nyonya Yoon saja. Mereka berada di depan sebuah gubuk yang terlihat nyaris roboh. Seorang ibu dan anak berdiri di depan pintu dengan kondisi buruk.

"Adik kecil, ini untukmu," ucap Yoon Bo-kyung sambil menyerahkan bingkisannya kepada anak perempuan di hadapannya. Ibu si anak yang mendampingi terlihat terharu dan meneteskan air mata.

"Terimakasih, Nyonya Yoon untuk kebaikan yang Anda berikan kepada rakyat kecil seperti saya. Ini sangat berarti," ucap Ibu si anak perempuan dengan suara bergetar.

"Anda terlalu berlebihan. Sesama rakyat kita harus saling tolong menolong," ucap Yoon Bo-kyung dengan semangat.

"Maafkan saya. Sebelumnya saya pikir orang-orang dari klan Yoon tidak baik. Namun, Anda berbeda," ucap ibu itu dan Yoon Bo-kyung menghela nafas.

"Tidak apa-apa. Saya sendiri tidak suka dengan tindakan Perdana Menteri Yoon, tetapi saya hanya seorang perempuan dari klan cabang. Tidak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya bisa memberikan ini. Saya tahu ini terdengar tidak adil, tetapi ketika memberikan apa yang saya miliki ada rasa lega di hati saya," ucap Yoon Bo-kyung. Dia tidak berbohong. Sejak dia mulai memberikan apa yang dia miliki dari perbendaharaannya pribadi kepada rakyat yang kesusahan, ada rasa nyaman di hatinya. Hal yang membuatnya mengerti mengapa Nona Heo Yeon Woo selalu aktif dalam kegiatan amal sewaktu dia masih hidup.

"Saya mengerti, Nyonya. Saya tidak menyalahkan Anda. Saya berterimakasih untuk bantuan Anda. Anda bahkan tidak mengumpulkan kami lalu memberi bantuan tetapi datang ke rumah kami masing-masing. Semoga Langit membalaskan kebaikan Anda dengan kebahagiaan," ucap ibu itu.

"Terimakasih untuk doa yang Anda berikan. Rumah Anda terlihat tidak baik keadaannya,"

"Sejak suami saya meninggal dalam pristiwa es dahulu, keadaan kami semakin buruk tiap harinya. Seandainya dia masih hidup, kerusakan gubuk ini pasti sudah diperbaikinya," ucap ibu itu lalu menangis. Yoon Bo-kyung merasa sedih dan menepuk-nepuk bahu ibu itu perlahan.

"Sabarlah. Saya akan menyuruh pelayan laki-laki saya untuk memperbaikinya," ucap Yoon Bo-kyung instruksi kepada pengawal mereka yang menyamar dengan berpakaian layaknya pelayan. Mereka segera memperbaiki gubuk itu.

"Terimakasih Nyonya untuk pertolongan Anda," ucap Ibu itu lagi dalam haru melihat orang-orang yang disuruh Yoon Bo-kyung segera melakukan perbaikan.

"Mirae, perhatikan pekerjaan mereka. Aku dan Pelayan Park pergi sebentar ke tempat lain," ucap Yoon Bo-kyung dan dijawab dengan anggukan kepala. Yoon Bo-kyung pun berjalan bersama Park Sanggung ke sebuah kedai teh yang terletak di tempat yang tersembunyi.

"Benarkah ini tempatnya, Park Sanggung?"

"Benar, Nyonya. Sesuai dengan alamat di surat yang dikirimkan Bangsawan Hwan. Saya juga telah mendapat kabar dari pelayan Pedagang Choi kalau beliau sudah lebih dulu berangkat untuk memeriksa keadaan. Karena tidak ada kabar baru, artinya keadaan aman, Nyonya," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya kemudian menghela nafas panjang sebelum masuk ke dalam kedai teh. Di dalam kedai teh, dia bertanya kepada seorang pelayan yang akhirnya mengantar mereka berdua ke ruangan yang terpisah dari ruang depan.

"Selamat datang, Nyonya," ucap Pedagang Choi yang telah berdiri di depan pintu ruangan terpisah itu memberikan hormat.

"Terimakasih karena kamu telah membantuku mengatur pertemuan ini, Pedagang Choi. Sudah lama sekali kita tidak bertemu," ucap Yoon Bo-kyung dan tersenyum.

"Apapun akan saya lakukan untuk Anda, Nyonya," ucap Pedagang Choi dengan sungguh-sungguh. Mereka pun masuk satu demi satu ke dalam ruangan. Seorang lak-laki yang telah tua usianya duduk dengan tenang. Laki-laki itu terlihat sangat berwibawa. Berbeda dengan ayahnya, laki-laki tua dihadapannya tidak memancarkan aura mengancam. Sebaliknya, terlihat sebagai seorang yang memiliki kebijaksanaan. Disampingnya seorang perempuan tua juga duduk dengan anggun.

"Selamat datang, Nyonya," ucap laki-laki tua itu dan bersama perempuan disampingnya berdiri untuk memberi hormat.

"Saya Hwan Byeong-ok dari Joseon Timur dan ini adalah istriku, Noh Myung-ji," ucap laki-laki itu memperkenalkan diri.

"Silahkan duduk," ucap Yoon Bo-kyung dan mereka pun duduk. Seorang pelayan segera menyajikan makanan dan minuman. Saat Park Sanggung hendak memeriksa keamanan makanan itu, Yoon Bo-kyung mencegahnya.

"Aku percaya kepada Bangsawan Hwan. Dia telah melupakan keselamatannya sendiri dan rela berjalan jauh dari Joseon Timur menuju Hanyang untuk menemuiku. Oleh karena itu, aku pun akan melupakan keselamatanku sendiri untuk mempercayainya," ucap Yoon Bo-kyung membuat Bangsawan Hwan tersenyum.

"Saya berterimakasih karena Anda mau menemui saya. Saya ingin berterimakasih langsung kepada Anda karena telah mengorbankan harta Anda untuk menyelamatkan rakyat di Joseon Timur," ucap Bangsawan Hwan.

"Anda juga telah begitu baik kepada cucu saya yang tidak beruntung itu. Hwan Nari, cucu saya itu, nasibnya tidak baik. Ayahnya meninggal disaat dia masih bayi sedangkan ibunya yang berstatus pelayan tidak bisa memberikan perlindungan karena statusnya itu. Saya sendiri gagal mencarikan pasangan untuknya karena status, sehingga terpaksa saya mengizinkannya bekerja di Istana sebagai perawat. Tidak disangka, anak itu malah bisa mempertemukan saya dengan Anda, Nyonya," lanjut Hwan Byeong-ok dengan suara lirih.

"Dia bukan tidak beruntung. Dia justru membawa keberuntungan bagiku. Membuatku bisa melihat segala sesuatunya dengan jelas. Jika tidak bertemu dengannya maka aku tidak akan melihat kebenaran," ucap Yoon Bo-kyung dan meminum teh dari cawan.

"Jadi apakah yang bisa laki-laki tua ini lakukan untuk Anda, Jungjeon Mama?" tanya Hwan Byeong-ok yang kali ini tidak lagi memanggil dengan sebutan Nyonya. Kali ini dia memamggil Yoon Bo-kyung dengan sebutan Jungjeon Mama, sekaan hendak memberi penegasan pada kalimat yang dilontarkannya.

Yoon Bo-kyung meletakkan cawannya di atas meja lalu berucap, "Joseon Timur. Aku memerlukan orang-orang terbaik dan bisa dipercaya dari Joseon Timur bekerja di Istana,"

"Termasuk Anda, Bangsawan Hwan," lanjut Yoon Bo-kyung tegas membuat Hwan Byeong-ok sejenak terpaku menatapnya. Kemudian dia tertawa kecil. Park Sanggung mengerutkan dahi tanda tidak senang dengan sikap laki-laki tua dihadapannya.

"Aku yang telah hampir turun ke dunia orang mati ini bisa apa?" tanya Hwan Byeong-ok setelah selesai tertawa.

"Anda memiliki kebijaksanaan. Aku mendengar di saat Anda masih muda, Almarhum Kakek Raja memberikan pujian untuk setiap keputusan yang Anda buat. Seandainya saja beliau hidup sedikit lebih lama lagi maka tentulah Anda yang akan menjadi Perdana Menteri. Bukan Abeoji-ku," ucap Yoon Bo-kyung dengan tenang. Bangsawan Hwan menghela nafas lalu mengambil cawan teh dan meminum isinya sekali teguk.

"Saya tidak menyangka Anda telah menyelidiki saya lebih dulu,"

"Maafkan ketidak sopanan saya, Bangsawan Hwan. Saya memang menyelidiki Anda diam-diam. Saat Hwan Nari memintaku menolong rakyat Joseon Timur, aku meminta Pedagang Choi untuk untuk menyelidiki keadaan sebenarnya di seluruh negeri. Secara khusus, aku juga memintanya memeriksa riwayat Hwan Nari karena kekagumanku akan keberaniannya. Tidak kusangkan kalau dia sebenarnya adalah cucu Anda. Orang yang namanya tertulis di buku khusus Kakek Raja. Sebuah buku yang khusus mendaftarkan nama-nama orang yang mendapat pujian dari Kakek Raja karena melakukan jasa besar bagi negeri ini," ucap Yoon Bo-kyung dengan tenang.

"Itu adalah masa lalu, Jungjeon Mama. Setelah Kakek Raja meninggal, Raja sebelumnya segera menyuruh saya keluar dari Istana. Sampai sekarang, saya tidak tahu kesalahan apa yang saya buat sehingga beliau menyuruhku keluar dari Istana," ucap Hwan Byeong-ok dengan suara bergetar.

"Aku tahu, Bangsawan Hwan. Itu sangat tidak adil. Anda tahu siapa yang membuat situasi Anda memburuk? Dia adalah Abeoji-ku. Dia menuduh Anda punya niat mengangkat saudara Kakek Raja sebagai penggantinya. Di masa itu, Abeoji-ku gagal menuduh Anda sehingga Anda hanya disuruh kembali ke daerah asal Anda. Jika tidak, nasib Anda dan keluarga Anda akan sama dengan keluarga Heo," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara bergetar. Bangsawan Hwan menatap Yoon Bo-kyung dengan mimik heran.

"Setelah Anda tahu kalau Perdana Menteri Yoon terlibat, mengapa Anda meminta saya untuk masuk ke Istana lagi? Perdana Menteri Yoon adalah ayah Anda dan pendukung utama Anda untuk tetap menempati tahta bulan. Bukankah saya justru adalah orang yang akan mengancam posisi Anda,"

"Alasan yang kuucapkan ini mungkin terdengar aneh. Perdana Menteri Yoon, Abeoji-ku itu sudah jatuh ke dalam jurang keserakahan. Harimau itu telah melewati batasannya terlalu jauh dan perlahan seakan bersiap hendak menerkam sang Naga" ucap Yoon Bo-kyung dengan mengibaratkan posisi Perdana Menteri sebagai Harimau dan Raja sebagai Naga kemudian meminum teh dari cawan yang telah diisi ulang.

"Apa yang dia lakukan yaitu memanipulasi data keuangan rakyat adalah kejahatan besar. Sudah dapat dipastikan, dia melakukan kejahatan lainnya seperti korupsi yang pasti akan menghancurkan negeri ini kelak seperti masa Goryeo akhir dahulu. Aku tidak bisa membiarkannya menghancurkan negeri ini dan menghancurkan suamiku," ucap Yoon Bo-kyung lagi dengan tegas.

"Sekalipun posisiku sebagai taruhannya, aku mau," ucap Yoon Bo-kyung dengan tenang. Dalam hatinya dia menambahkan, "Bahkan jika nyawaku harus dipertaruhkan,"

"Dia adalah ayah Anda, Jungjeon Mama. Anda tentu tahu, mengabdi kepada orang tua adalah kewajiban seorang anak? Sesuatu yang buruk bisa terjadi kepada Anda sebagai akibat perlawanan ini,"

"Bangsawan Hwan, manakah lebih tinggi posisi orang tua dibandingkan posisi Langit? Langit telah memberikan wewenangnya kepada Jusang Jeonha, aku punya kewajiban mendukung orang yang diberikan mandat Langit. Lagipula aku juga adalah seorang istri yang harus mengabdikan dirinya kepada suami," jawab Yoon Bo-kyung.

"Dan sebagai anak, mendukung kejahatan orang tua bukankah artinya menjerumuskannya lebih dalam ke jurang kesalahan yang membawanya semakin dekat kepada hukuman yang berat dari Langit. Sebagai anak, apakah aku akan sanggup melihatnya dihukum oleh Langit karena kejahatannya? Entah di kehidupan ini atau di kehidupan yang lain," ucap Yoon Bo-kyung dengan pelan.

"Baktiku sebagai seorang anak kepada Abeoji-ku adalah menghalanginya bertindak lebih buruk lagi," lanjut Yoon Bo-kyung dengan mata berkaca-kaca. Bangsawan Hwan menghela nafas dan megadahkan kepalanya ke atas.

"Sebagai seorang perempuan, suami adalah orang yang paling harus didukung dan dihormati olehnya melebihi orang tua sendiri. Itu adalah nilai yang menyakitkan tetapi juga sebuah kebijaksanaan," ucap Noh Myung-ji sambil menatap suaminya. Perempuan yang sedari tadi diam itu, akhirnya berbicara dengan tenang dan anggun.

"Seorang anak harus menghormati orang tua, tetapi diatasnya harus menghormati Pemimpin Negara karena pemimpin negara adalah orang yang diberi mandat oleh Langit.," ucap Noh Myung-ji lagi. Kemudian perempuan itu menuangkan teh kedalam cawan-cawan yang telah kosong.

"Alasan utama melawan Pemimpin Negara hanya jika dia melawan Langit dan melakukan perbuatan yang menista Sang Pencipta. Karena di saat dia melawan Langit, artinya dia telah kehilangan Mandat Langit itu sendiri," lanjut Bangsawan Hwan.

"Pertanyaannya adalah orang seperti apakah Jusang Jeonha? Apakah benar dia adalah orang yang tetap berjalan di bawah Mandat Langit? Pantaskah dia mendapat dukungan?" tanya Bangsawan Hwan sambil menatap Yoon Bo-kyung lagi. Seakan bertanya apakah Yoon Bo-kyung mempercayai suaminya yang belakangan ini seakan tidak bisa berbuat apa-apa selain menonton saja dari singgasananya.

"Seseorang yang nyaris kehilangan nyawanya saat menyelidiki korupsi balok es? Seseorang yang terus berusaha mencari kebenaran sekalipun belum mendapatkannya? Seseorang yang menginginkan rakyat Joseon seluruhnya terdidik sekalipun belum mencapainya? Seseorang itu adalah suamiku," ucap Yoon Bo-kyung tegas.

"Dia adalah orang yang diberi Mandat Langit. Sebagai seorang istri dan sebagai seorang Ratu, aku menjamin kalau dia memiliki kesungguhan yang tidak Anda duga kedalamannya. Oleh karena itu, aku meminta Anda untuk kembali ke Istana!" ucap Yoon Bo-kyung dengan nada tegas yang meyakinkan. Park Sanggung menatapnya dengan pandangan terharu.

🍀🍀🍀

"Jungjeon Mama, saya sungguh terkesan dengan percakapan kita hari ini," ucap Noh Myung-ji di depan ruangan mereka minum teh tadi. Pembicaraan telah usai dan Yoon Bo-kyung telah memberikan batasan waktu bagi Bangsawan Hwan untuk menjawab keinginannya. Namun, Nyonya Bangsawan Hwan itu menghentikannya sesaat untuk berbincang sejenak.

"Terimakasih, Nyonya Noh," ucap Yoon Bo-kyung.

"Anda begitu mendukung suami Anda. Namun, saya mendengar kabar aneh dari Istana. Tentu bukan dari cucu saya yang tidak suka bergossip itu. Kabar aneh kalau," ucap Nyonya Noh tetapi dijegal Yoon Bo-kyung.

"Dia tidak tertarik kepada saya, bukan? Ini memang aneh, seharusnya aku membiarkannya saja dan tidak bersikap peduli dengan apa yang akan terjadi padanya. Sesekali aku memang berniat begitu, tetapi aku sadar kalau aku tidak bisa," ucap Yoon Bo-kyung. Karena didalam hatinya dia punya rasa bersalah. Dia merasa dia adalah salah satu penyebab Lee-Hwon, suaminya itu tidak bisa berbuat banyak. Sejak Yoon Bo-kyung menjadi Ratu, klan Yoon seakan kebal terhadap apa pun. Ayahnya yang sebelumnya telah berkuasa menjadi lebih berkuasa lagi. Seolah-olah yang Raja itu adalah ayahnya sendiri.

" Selain semua alasan yang aku berikan kepada Bangsawan Hwan tadi, sebenarnya aku memiliki alasan lain. Aku mencintai Jusang Jeonha sehingga tidak bisa melihatnya dalam keadaan seperti ini terus menerus," ucap Yoon Bo-kyung dengan lembut mengungkapkan isi hatinya yang terdalam. Perasaan kepada Lee Hwon yang tidak juga musnah.

"Itu alasan yang tidak rasional, tetapi saya dapat memahaminya karena saya mengalaminya lebih dulu. Saya dan suami saya berasal dari dua keluarga Bangsawan yang saling membenci satu sama lain. Namun, kami berdua melawan semuanya untuk bersama. Semua karena cinta," ucap Noh Myung-ji kemudian tersenyum.

"Kasih bisa membuat seseorang menahan segala penderitaan, bukan?" ucap Noh Myung-ji lalu tersenyum.

"Terimakasih karena Anda memahami alasanku,"

"Suamiku pun pasti memahami alasan Anda," ucap Noh Myung-ji sambil tersenyum.

"Aku membutuhkan tangan Anda juga, Nyonya," ucap Yoon Bo-kyung sambil menepuk tangan perempuan tua di hadapannya.

"Tenanglah, Jungjeon Mama," ucap Noh Myung-ji kemudian meninggalkan Yoon Bo-kyung, lalu mendekati suaminya yang sedang berbincang-bincang dengan Pedagang Choi.

🐾🐾🐾

Pembaca yang kusayang,

Terimakasih untuk semua jenis dukungan yang kalian berikan kepada saya. Semuanya itu memberikan kekuatan kepada saya. Cerita ini memang panjang. 

Nb. Gusti Ora Sare

Sumatera Utara, 14 November 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top