MAKNA RAMALAN
KOSAKATA
Jusang Jeonha = Yang Mulia Raja
Jungjeon Mama = Yang Mulia Ratu
Sanggung = dayang tingkat satu
Sansik = dayang yang mengurus dapur Istana
Pangeran Besar Yoon = Pangeran Dalam Yoon. (disebut dengan Buwon-gun dalam bahasa Korea, bisa dilihat di Joseon :The King, The Queen, The Princes, Princesses and The People karya LoveyChelsea tepatnya pada part Pangeran Joseon). Jadi Pangeran Dalam ini adalah gelar yang diberikan kepada Ayah dari Ratu.
Berhubung part ini panjang tetapi penting, sebaiknya dibaca cermat.
🍀🍀🍀
Park Sanggung menyentuh pundak Yoon Bo-kyung. Beragam makanan dengan aroma yang mengundang rasa lapar tersaji dihadapannya. Namun, Ratu-nya itu tidak terlihat antusias memakannya. Sebaliknya, dia melamun dihadapan makanan yang disajikan itu. Park Sanggung bisa melihat kalau Han Sansik yang menyajikan makanan bagi Yoon Bo-kyung terlihat muram. Dia tampaknya kecewa karena makanan yang disajikan olehnya tidak disentuh.
"Jungjeon Mama, adakah yang kurang dari makanan ini sehingga Anda tidak memakan makanan yang disajikan Han Sansik untuk Anda?" tanya Park Sanggung kepada Yoon Bo-kyung yang menatapnya dengan heran karena pundaknya disentuh.
"Tidak ada yang kurang. Semua makanan ini memiliki rasa yang enak. Namun, aku memang tidak berselera untuk makan," ucap Yoon Bo-kyung lalu meletakkan sumpit yang berada di tangannya di atas meja. Diambilnya teh yang disajikan lalu meminumnya.
"Anda hanya memakan beberapa suap saja, Jungjeon Mama. Jika terus begini, Anda bisa sakit. Ini sudah minggu kedua sejak Anda jatuh dari jembatan. Sejak saat itu, Anda tidak juga berselera makan," ucap Park Sanggung dengan khawatir. Ratu-nya itu bukan saja sedikit makan. Bahkan kadang dia memuntahkan kembali makanan yang dimakannya. Park Sanggung telah meminta Hwan Nari memeriksa kondisi Ratu-nya. Hwan Nari mengatakan kalau ada hal yang membebani pikiran Ratu mereka.
"Han Sansik, bawalah semua makanan ini keluar. Beberapa jam lagi, bawalah bubur. Jungjeon Mama tampaknya masih tidak berselera untuk makan," ucap Park Sanggung kepada Han Sansik yang menganggukkan kepalanya dengan enggan.
"Maaf karena mengecewakanmu, Han Sansik. Sungguh masakanmu enak, hanya saja aku yang tidak berselera untuk makan," ulang Yoon Bo-kyung kepada Han Sansik.
"Saya mengerti, Jungjeon Mama. Saya akan mencoba memasak makanan lain. Siapa tahu itu akan membuat Anda berselera untuk makan," ucap Han Sansik lalu bersama Nain yang berada dalam pengawasannya, membawa meja saji keluar dari ruang tidur Yoon Bo-kyung.
"Jungjeon Mama, adakah hal yang mengganggu pikiran Anda?" tanya Park Sanggung setelah Han Sansik dan para Nain tidak berada di ruangan itu lagi.
"Aku tidak memikirkan apa pun, Park Sanggung,"
"Maafkan saya, Jungjeon Mama. Saya telah melayani Anda selama bertahun-tahun lamanya. Saya tahu kalau Anda memikirkan sesuatu dan hal yang Anda pikirkan sangat mengganggu Anda," ucap Park Sanggung dengan perlahan-lahan.
"Apakah Anda masih mengingat pristiwa pembakaran desa itu, Jungjeon Mama?" tanya Park Sanggung lagi dan kali ini mata Yoon Bo-kyung sedikit membelak seakan kaget dengan ucapan yang dilontarkan Park Sanggung.
Park Sanggung menghela nafas, kini dia tahu kalau pemikirannya benar. Ratu-nya masih mengingat pristiwa yang tidak beradab itu. Siapa pun akan trauma melihat kejadian mengerikan itu. Dirinya sendiri pun demikian, tetapi dia punya tanggung jawab besar yang memaksanya untuk bersikap normal. Mirae yang juga melihat kejadian itu terpaksa dibawa keluar Istana untuk menenangkan diri karena berteriak-teriak setiap malam. Nain yang berada dalam pengawasannya itu baru pulang kemarin setelah sebulan menenangkan diri di Biara.
"Saya tahu kalau Anda memiliki hati yang lembut, Jungjeon Mama. Pastilah Anda masih mengingat pristiwa yang mengerikan itu. Saya yang salah karena tidak menyadari betapa terbebannya Anda dengan kejadian itu. Saya meminta maaf karena ketidak hati-hatian saya, Anda sampai melihat kejadian yang seharusnya tidak Anda lihat," ucap Park Sanggung dengan rasa bersalah yang dalam. Yoon Bo-kyung menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Tidak, Park Sanggung. Aku memang harus tahu kebenaran itu. Tampaknya Yang Maha Kuasa sengaja membuatku tahu kejadian itu," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara lirih lalu terdiam sesaat.
"Kamu benar. Aku merasa sangat tertekan. Aku merasa bersalah karena tidak bisa menolong orang-orang di desa itu. Aku takut kalau ada banyak tempat yang alami kekejaman yang sama. Aku juga merasa bersalah kepada Jusang Jeonha. Seharusnya dia tahu," lanjut Yoon Bo-kyung dan air matanya jatuh. Park Sanggung mengambil sapu tangan dan memberikannya kepada Ratu-nya.
"Jika Anda mengatakannya kepada Jusang Jeonha, ada banyak hal yang akan terjadi. Pertama, Wang Daebi Mama dan Daebi Mama pasti akan menghukum Anda dan semua yang pergi bersama Anda malam itu karena kita semua telah melanggar aturan Istana. Kedua, Anda akan mendapat kemarahan Ayah Anda, Pangeran Dalam Yoon. Ketiga, faksi yang mendukung Pangeran Dalam Yoon akan membenci Anda dan membuat kedudukan Anda goyah. Terakhir, Anda bahkan akan dibenci oleh Jusang Jeonha karena Anda tidak segera mengatakan pristiwa itu," ucap Park Sanggung dengan perlahan-lahan.
"Aku tahu hal-hal itu akan terjadi. Aku bahkan menduga kalau Abeoji-ku akan menuduhku telah memfitnahnya. Mungkin juga dia akan mengatakan kalau aku sudah gila dan menyalahkan Jusang Jeonha sebagai penyebab kegilaanku. Orang-orang akan memandang rendah kepada Jusang Jeonha jika hal itu terjadi. Kedudukan Jusang Jeonha akan terancam," ucap Yoon Bo-kyung dan tangannya meremas ujung lengan dangui yang dikenakannya.
"Saya tidak berpikir kalau Pangeran Dalam Yoon akan melakukan hal sejauh itu. Lagipula Jusang Jeonha adalah penerus tahta yang sah. Tidak mudah membuatnya lengser dari tahta yang menjadi haknya," tolak Park Sanggung. Baginya, tidak mungkin seorang ayah akan menyakiti anaknya sampai sejauh itu. Pastilah karena rasa sayangnya sebagai seorang ayah, Pangeran Besar Yoon mendukung Yoon Bo-kyung sebagai Ratu Joseon.
"Kamu tidak mengenal Abeoji-ku, Park Sanggung," ucap Yoon Bo-kyung dan dia berdiri.
"Jungjeon Mama, tidak baik meragui Pangeran Dalam Yoon. Dia adalah ayah sekaligus pendukung utama Anda," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menatapnya dengan dingin dan senyumannya terlihat seperti senyuman orang yang putus asa.
"Aku pernah bermimpi bertemu seorang anak kecil. Dia bertanya kepadaku. Apa yang aku pilih? Kebenaran dan Keadilan atau Kekuasaan dan Kehidupan? Jika pertanyaan yang sama diberikan kepadamu, apa yang akan kamu pilih?" tanya Yoon Bo-kyung kepada pelayan yang paling dekat dengannya itu.
"Saya akan memilih kebenaran dan keadilan, Jungjeon Mama. Tanpa keduanya, kekuasaan akan membuat seseorang menjadi tiran dan itu mengambil banyak kehidupan. Pada akhirnya penguasa yang tiran akan kehilangan kehidupannya dengan jalan yang tragis. Sama seperti Raja yang tiran di masa lalu, dia dikudeta oleh kaum yangban karena tindakannya yang tiran," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menundukkan kepalanya sejenak.
"Kamu benar, Park Sanggung. Hal itu memenuhi pikiranku belakangan ini selain pristiwa pembakaran desa yang kita lihat bersama. Mimpi itu membuatku berada dalam dilema yang besar. Haruskah aku terus berdiam diri dan mempertahankan kehidupan dengan menutupi kebenaran? Haruskah aku tetap berada di posisi sebagai Ratu jika aku tidak berkeadilan? Saat menatap langit malam dan saat bulan muncul disana, aku selalu bertanya-tanya didalam hati. Apakah aku benar-benar seorang Ratu?" tanya Yoon Bo-kyung dengan suara lirih kepada Park Sanggung sambil mendekati pintu ruang tidurnya yang mengarah ke taman dalam kediamannya. Langit telah gelap dan bintang-bintang bermunculan. Ujung bulan terlihat samar di langit. Bulan yang perlahan-lahan akan menjadi sabit lalu purnama. Bulan yang menjadi lambang seorang Ratu.
Park Sanggung tahu sekalipun pertanyaan itu diucapkan Yoon Bo-kyung kepadanya, tetapi Ratu-nya itu tidak meminta jawaban darinya. Sang Ratu sedang bertanya kepada dirinya sendiri. Pertanyaan yang menyatakan kegundahan Sang Ratu tentang jati dirinya sendiri. Tidak ada pertanyaan yang lebih membuat hati gundah selain pertanyaan yang mempertanyakan jati diri sendiri. Karena hal itu menyangkut esensinya sebagai manusia.
Sesungguhnya Ratu-nya itu sedang bertanya kepada dirinya sendiri dengan pertanyaan paling berat bagi seorang manusia, "Apa tujuannya hidup?"
🍀🍀🍀
Ketika Jang He-soo mendengar putrinya jatuh kedalam kolam di Istana, firasat buruk segera menghantuinya. Akhirnya dengan ribuan alasan yang bisa dia buat, dia meminta izin kepada suaminya untuk menemui putrinya. Tidak mudah mendapat izin itu. Suaminya, Yoon Dae-hyung sering melarangnya ke Istana. Suaminya berkata, kedatangannya ke Istana hanya akan membuat Yoon Bo-kyung manja. Namun, dia seorang ibu. Ibu mana yang tidak khawatir dengan putrinya?
Akhirnya setelah tiga minggu mencari alasan, dia mengajukan alasan terakhir yang bisa dikarangnya. Alasan yang paling mengada-ngada menurutnya pribadi. Jang He-soo berasalan kalau putrinya itu diganggu roh jahat dan dia harus menemuinya. Alasan yang asal-asalan itu nyatanya bisa meluluhkan suaminya. Awalnya, dia pikir kalau suaminya itu iba kepadanya karena alasannya yang mengada-ngada itu menunjukkan keputus-asaannya. Ternyata, suaminya tidak saja menyuruhnya pergi ke Istana menemui Yoon Bo-kyung. Dia bahkan menyuruh Jang He-soo untuk membawa Peramal Ari bersamanya menemui Yoon Bo-kyung. Pikiran suaminya itu sering tidak dapat dipahaminya.
Dengan kekuasaannya, Yoon Dae-hyung membantu Jang He-soo masuk ke Istana membawa Peramal Ari di sore hari. Peramal Ari adalah peramal yang dulu meramal Yoon Bo-kyung saat bayi. Peramal Ari terlihat senang ketika Jang He-soo mengajaknya ke Istana. Bahkan terlalu antusias, menurutnya.
"Nyonya Jang, mengapa Anda memperhatikan saya terus dari tadi?" tanya Peramal Ari itu dalam perjalanan dari gerbang Istana menuju kediaman Yoon Bo-kyung. Mereka bisa masuk karena Yoon Dae-hyung mengatakan kalau Peramal Ari adalah Bibi Yoon Bo-kyung yang tinggal di perbatasan Joseon dengan Qing.
"Kamu terlihat sangat antusias ketika aku mengajakmu ke Istana kali ini. Padahal sebelum-sebelumnya, saat aku memintamu untuk menemui Jungjeon Mama sekali saja, kamu menolaknya. Misalnya saat Jungjeon Mama masih mencalonkan diri sebagai Sejabin. Aku memintamu dengan segala cara dan menjanjikan banyak hal supaya kamu menemuinya dan memberi nasehat untuknya sehingga Jusang Jeonha tertarik kepadanya. Namun, kamu menolaknya,"
"Anda benar, Nyonya Jang. Aku memang menolak saat itu. Karena aku tahu, dia tidak membutuhkan nasehat. Dia sudah memiliki kekuatan besar untuk duduk di singgasana Ratu. Kekuatan besar dari suami Anda," ucap Peramal Ari dengan kata-kata yang memuji tetapi Jang He-soo tahu kalau Peramal Ari sedang mengkritik Yoon Dae-hyung.
"Lalu sekarang, kenapa kamu mau?"
"Sudah saatnya saya menemuinya, Nyonya. Kupu-kupu putih terbang di kediamanku adalah tandanya," ucap Peramal Ari dengan seulas senyum.
'Kupu-kupu? Aku bertanya alasan dia mau menemui putriku tetapi jawabannya adalah kupu-kupu?' ucap Jang He-soo didalam hati lalu menghela nafas, sekalipun kesal dengan sikap Peramal Ari yang nyentrik itu, dia tidak bisa marah. Perempuan itu telah menyelamatkan putrinya saat bayi dan terus menjaga rahasia kelahirannya hingga kini. Bagaimana bisa dia marah kepada penolong mereka?
"Anda tidak puas dengan jawaban saya, Nyonya?" tanya Peramal Ari dengan kening berkerut.
"Yang Maha Kuasa mengawasi kita. Dia punya rencana untuk masing-masing orang. Dia tahu kapan waktu-Nya bertindak. Saat inilah waktunya," ucap Peramal Ari dengan suara yang lirih. Jang He-soo menatap Peramal Ari dengan tatapan sedih.
"Aku selalu bertanya-tanya didalam hati, Peramal Ari. Apakah ramalanmu tentang putriku saat dia masih bayi itu benar? Ataukah hanya kebohongan untuk menyelamatkan nyawanya?"
"Kebohongan tidak akan bisa menyelamatkan, Nyonya. Sekejap saja dia memberi jalan keluar dan setelahnya hanyalah kebuntuan,"
"Jadi ramalan itu benar? Kalau putriku hanya bayangan?" tanya Jang He-soo dengan wajah pucat tetapi Peramal Ari memberi tanda supaya Jang He-soo menutup mulutnya.
"Apa Anda lupa, Nyonya? Angin pun bisa mendengar. Seperti yang Pangeran Dalam Yoon katakan, saya sekarang adalah Bibi dari Jungjeon Mama, bukan?" ucap Peramal Ari dan mengingatkan sandiwara mereka. Dia pun berjalan dengan langkah lebih cepat menuju kediaman Yoon Bo-kyung. Jang He-soo terpaksa mengikuti langkah Peramal Ari meskipun hatinya dipenuhi pertanyaan yang minta dijawab.
🍀🍀🍀
"Aku senang Eomeoni datang," ucap Yoon Bo-kyung setelah Ibu dan Peramal Ari tiba di kediamannya. Mereka duduk di ruang yang digunakan Yoon Bo-kyung untuk menerima tamu dari luar Istana. Ruangan itu agak luas dengan pintu terbuka menghadap taman. Minuman pun telah tersaji dengan peganan-peganan tradisionil yang manis.
"Iya. Aku dan Bibi-mu ini memang rindu bertemu denganmu," ucap Jang He-soo dan tersenyum kaku kemudian dengan gugup dia mengambil cawan teh dan meminum isinya perlahan. Sedangkan Peramal Ari terlihat senang melihat Yoon Bo-kyung dan tersenyum saja.
"Eomeoni, aku baru tahu kalau aku punya seorang Bibi yang tinggal di perbatasan Joseon dengan Qing," ucap Yoon Bo-kyung yang membuat Jang He-soo menyemburkan minuman yang sedang diminumnya lalu terbatuk-batuk. Peramal Ari menahan tawa sambil menepuk punggung Jang He-soo yang terbatuk-batuk itu.
"Aigoo, adikku ini tidak pernah bercerita tentang Bibinya ini rupanya," ucap Peramal Ari dan terlihat berusaha menahan tawa. Yoon Bo-kyung mengernyitkan dahinya tanda tidak mengerti. Namun, instingnya cukup kuat.
"Park Sanggung, tinggalkan aku bersama Ibu dan Bibiku. Suruh semua Nain juga pergi dari ruangan ini," ucap Yoon Bo-kyung kepada dayang tingkat satu itu.
"Baik, Jungjeon Mama," ucap Park Sanggung dan dengan isyarat tangan menyuruh para Nain mengikuti langkahnya keluar dari ruang pertemuan itu. Yoon Bo-kyung pun berdehem dan mengatur suaranya. Dia sadar kalau yang berada didepannya bukan Bibinya. Pasti ada alasan penting sehingga Ibunya berbohong kepada Kepala Penjaga Gerbang Istana.
"Siapa kamu?" tanya Yoon Bo-kyung kepada Peramal Ari dengan nada tegas.
"Jungjeon Mama, Anda sudah besar sekarang. Saya ingat ketika Anda masih bayi, begitu tenang berada dalam gendonganku. Saat Anda masih bayi, Anda pernah dibawa ke pinggiran Hanyang oleh Ibu Anda dan tinggal di kediamanku yang kumuh itu sebentar," ucap Peramal Ari dengan senyum jenaka. Yoon Bo-kyung menatap ibunya dengan tatapan bertanya-tanya. Jang He-soo, ibunya itu menghela nafas.
"Jungjeon Mama pernah berkata ingin bertemu dengan orang yang menyelamatkan Anda saat bayi, bukan? Dialah orangnya. Peramal Ari ini yang memberi ramalan aneh itu saat Anda lahir," ucap Jang He-soo. Yoon Bo-kyung menatap keduanya bergantian. Dia merasa kaget, senang dan kesal sekaligus.
"Kamu yang menyelamatkan saya, Peramal Ari? Apakah benar kamu meramalku dulu?" tanya Yoon Bo-kyung dengan antusias. Peramal Ari menganggukkan kepalanya.
"Benar, Jungjeon Mama,"
"Jadi benar kalau aku bayangan bulan?" tanya Yoon Bo-kyung beruntun. Peramal Ari menatap Yoon Bo-kyung seksama. Senyumnya hilang sekejap lalu muncul lagi. Ditatapnya Jang He-soo erat-erat. Jang He-soo menatap Peramal Ari dengan tatapan tidak mengerti. Namun, Yoon Bo-kyung mengerti kalau Peramal Ari tidak mau ibunya ada disitu dan mendengarkan pembicaraan mereka.
"Eomeoni, bolehkan kami bicara berdua saja? Bolehkah?" tanya Yoon Bo-kyung kepada ibunya dengan tatapan memohon. Jang He-soo awalnya enggan menurut, tetapi akhirnya keluar dari ruangan itu. Meninggalkan putrinya dengan Peramal Ari.
"Tadi Anda bertanya apakah ramalan itu benar? Ramalan yang mengatakan kalau Anda adalah bayangan bulan?" ucap Peramal Ari setelah Jang He-soo pergi. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya perlahan.
"Mengapa Anda terpaku dengan ramalan, Jungjeon Mama?" tanya Peramal Ari yang membuat kening Yoon Bo-kyung berkerut.
"Bukankah ramalan adalah gambaran masa depan? Nasib seseorang akan diketahui melalui ramalan," ucap Yoon Bo-kyung dan jawaban itu ditanggapi Peramal Ari dengan seulas senyum.
"Gambaran masa depan? Banyak yang berkata begitu, Jungjeon Mama. Sehingga mereka menggilai ramalan dan mengejar-ngejar orang yang bisa memberikan ramalan nasib bagi mereka," ucap Peramal Ari sambil mengadah dan menatap langit-langit ruangan tempatnya berada.
"Sebenarnya orang yang percaya kepada ramalan dan menggilainya adalah orang yang lemah. Dia tidak percaya kepada kemampuan dirinya sendiri sehingga berharap ramalan dijadikan dasar pengambilan keputusan," ucap Peramal Ari sambil menatap keluar ruangan sesaat lalu kembali menatap Yoon Bo-kyung yang keningnya telah berkerut karena rasa heran.
"Jungjeon Mama tentu heran mengapa seorang peramal seperti saya berkata begitu, bukan?" tanya Peramal Ari dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Yoon Bo-kyung.
"Saya tidak suka dengan ramalan dan orang-orang yang menganggap ramalan sebagai gambaran masa depan sehingga sering mengambil keputusan berdasarkan ramalan yang mereka dapatkan," ucap Peramal Ari dan terlihat sedih saat mengucapkan pemikirannya.
"Padahal hanya Yang Maha Kuasa saja yang tahu pasti yang akan terjadi di masa depan," ucap Peramal Ari dan mengambil cawan yang berada didepannya lalu meminum isinya. Senyumnya terlihat getir.
"Jungjeon Mama terlihat semakin bingung dengan perkataan saya, bukan?"
"Benar. Aku tidak mengerti dengan perkataanmu itu. Jika kamu membenci ramalan, mengapa kamu menjadi peramal? Mengapa kamu meramalku? Apakah ucapanmu itu hanyalah kebohongan?" tanya Yoon Bo-kyung dengan rasa kesal yang kentara dalam ucapannya.
"Orang-orang mengatakan kalau saya adalah peramal. Sebenarnya saya tidak suka dengan sebutan itu. Saya hanya orang yang berharap kepada Yang Maha Kuasa. Saya bertanya kepada Yang Maha Kuasa untuk semua hal yang mengganggu pikiran saya. Saya bersyukur karena Yang Maha Kuasa berkenan menolong saya untuk memahami hal-hal itu," ucap Peramal Ari lalu meminum kembali teh yang tersaji dalam cawan digenggaman tangannya.
"Yang saya dapatkan bukanlah gambaran yang akan pasti terjadi, Jungjeon Mama. Apa yang saya dapatkan hanyalah sebuah pilihan berganda dari Yang Maha Kuasa. Ketika seseorang diberi sebuah ramalan, sebenarnya dia sedang diuji dengan ujian yang berat," ucap Peramal Ari dan menatap Yoon Bo-kyung erat.
"Misalnya seseorang yang mendapat ramalan akan menjadi kaya sebenarnya sedang diuji. Apakah dia akan tetap rajin bekerja atau memilih untuk berleha-leha karena yakin akan mendapat kekayaan dengan sendirinya? Orang yang diramal miskin pun sebenarnya sedang diuji. Apakah dia akan berjuang dan bekerja semakin keras ataukah terpaku dengan ramalan sehingga enggan bekerja karena berpikir kalau semua usahanya pasti akan gagal? Mereka berdua lupa kalau Yang Maha Kuasa memiliki kasih dan keadilan yang tidak berbatas. Dia tidak akan memberi kekayaan kepada yang tidak berusaha dan tidak akan memberikan kemiskinan kepada yang mau bekerja keras," ucap Peramal Ari lalu menghela nafas panjang. Diambilnya teko dari keramik dan menuangkan isinya kedalam cangkirnya yang telah kosong. Suara air terdengar jelas dalam kesunyian mereka berdua. Setelah itu Peramal Ari meminum isinya perlahan. Pandangan matanya terlihat lebih sendu daripada sebelumnya,
"Saya masih ingat hari dimana Ibu Anda melarikan diri ke desa tempat saya tinggal. Hati saya tergugah dan iba melihat seorang perempuan yang baru saja melahirkan berjuang mempertahankan nyawa putri yang baru dilahirkannya. Saya membawa kalian ke rumah saya dan timbul keinginan kuat di hati saya untuk menyelamatkan kalian berdua. Saya memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk menyelamatkan Anda. Didalam mimpi, saya mendapatkan jawaban permohonan saya sekaligus ujian. Saya bermimpi Joseon mengalami gerhana bulan. Melihat bulan dalam keadaan itu, sangatlah berbahaya. Seorang anak kecil menuntun saya ke sebuah kolam untuk melihat bayangan bulan yang sedang gerhana itu,"
"Jadi, aku adalah bayangan gelap yang akan menutup bulan? Membuatnya tidak bersinar sesaat? Bukankah itu tanda buruk?" tanya Yoon Bo-kyung dengan dada berdebar-debar, tetapi Peramal Ari menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Jungjeon Mama. Dalam mimpi itu, Yang Maha Kuasa hendak berkata kepada saya kalau Anda adalah bayangan bulan yang berada diatas kolam. Sesaat bulan tidak bisa dipandang karena gerhana, tetapi saya bisa melihatnya diatas kolam. Bisa dikatakan Anda adalah pantulan bulan. Itu bukan tanda buruk," ucap Peramal Ari dengan sungguh-sungguh.
"Namun saat bulan tidak lagi gerhana, orang-orang akan kembali mengadah dan kembali menatap bulan yang sesungguhnya di langit. Orang-orang akan melupakan bayangan bulan yang terpantul di atas kolam," ucap Yoon Bo-kyung dengan getir. Dia sekarang paham kalau ramalan itu berkata kalau dirinya hanya sesaat saja akan dipandang. Sesaat saja berada di tahta bulan. Lalu dilupakan.
"Jungjeon Mama, maukah Anda menemani saya ke sebuah tempat?" tanya Peramal Ari dengan tatapan memohon.
"Tempat? Di Istana ini?" tanya Yoon Bo-kyung dan dijawab dengan anggukkan kepala oleh Peramal Ari.
"Ada yang harus saya jelaskan disana dan tidak akan Anda pahami selama kita tidak kesana," ucap Peramal Ari dengan sungguh-sungguh.
"Ini adalah cara saya agar Anda memahami ujian yang diberikan Yang Maha Kuasa untuk Anda," ucap Peramal Ari dan Yoon Bo-kyung akhirnya menurut. Mereka berjalan menuju kolam dimana Yoon Bo-kyung sering berkunjung. Membuat kening Yoon Bo-kyung berkerut.
"Mengapa kamu tahu ada kolam disini?"
"Saya pernah tinggal di Istana, Jungjeon Mama. Tepatnya di Divisi Astrologi dan Ritual. Sejak kecil saya mendapat didikan sebagai seorang Astrologi. Namun, saya keluar dari Istana ini tidak lama setelah Raja sebelumnya naik tahta," ucap Peramal Ari dan nada suaranya terdengar sedih.
"Mengapa kamu keluar?" tanya Yoon Bo-kyung dengan kening berkering. Namun, dalam hati mengerti mengapa ayahnya dulu percaya dengan ucapan Peramal Ari. Ternyata perempuan yang berjalan di dekatnya itu dahulu pernah tinggal di Istana dan menjadi salah satu dayang yang bekerja di Divisi Astrologi.
"Saya memberitahukan rahasia Langit dan akibat buruk terjadi. Syukurlah Raja sebelumnya bertindak bijaksana sehingga akibat buruk yang akan terjadi bisa dikecilkan," ucap Peramal Ari.
"Rahasia Langit?"
"Tidak semua hal yang diberitahukan Yang Maha Kuasa boleh saya katakan kepada orang yang menanyakannya, Jungjeon Mama. Ketika hal itu dilanggar, maka penderitaan bisa saja terjadi," ucap Peramal Ari dan mereka pun telah berada di jembatan yang berada di atas kolam Istana.
"Saat ini adalah saat yang tepat untuk menjelaskan maksud perkataan saya kepada Anda, Jungjeon Mama," ucap Peramal Ari setelah mengadah ke langit dan melihat bulan purnama yang bersinar sangat cerah ditemani bintang-bintang.
"Bulan di atas sangat indah, bukan?" tanya Peramal Ari dan Yoon Bo-kyung ikut mengadah ke langit dan menganggukkan kepala tanda setuju.
"Sangat indah," ucap Yoon Bo-kyung dan terlena melihatnya.
"Sekarang lihatlah ke permukaan kolam, Jungjeon Mama," ucap Peramal Ari dan mereka berdua bersama-sama melihat permukaan kolam.
Sebuah pemandangan yang tidak kalah indahnya terlihat. Kolam Istana saat itu sedang dipenuhi dengan tanaman teratai yang sedang berbunga. Cahaya bulan menimpa bunga-bunga yang sedang bermekaran itu. Lalu di tengah-tengah bunga-bunga teratai itu, pantulan bulan dan bintang terlihat jelas. Seakan-akan tanaman teratai yang sedang berbunga itu mengelilingi pantulan bulan layaknya figura lukisan. Yoon Bo-kyung terpana melihat pemandangan yang berada dihadapannya.
"Sejujurnya, saya menyukai pemandangan seperti ini Jungjeon Mama. Menatap bulan terlalu lama, membuat leher saya tegang tetapi melihat pantulan Bulan di kolam tidak menyakiti leher saya. Saya menyukai pemandangan ini dan tidak akan melupakannya," ucap Peramal Ari sambil tersenyum.
"Aku juga tidak akan melupakan pemandangan yang indah ini. Seandainya aku bisa melukisnya, aku akan melukisnya," ucap Yoon Bo-kyung dan setelah mengucapkan kalimat itu dia mengerti maksud perkataan Peramal Ari kepadanya.
"Apakah Yang Maha Kuasa sedang memberi pilihan berganda kepadaku? Dia memberiku hak untuk memilih menjadi bayangan bulan yang mudah dilupakan atau bayangan bulan yang akan selalu diingat?" tanya Yoon Bo-kyung kepada Peramal Ari.
"Yang Maha Kuasa memberiku pilihan apakah aku akan menjadi Ratu yang dilupakan oleh rakyat atau menjadi Ratu yang tetap diingat rakyat sekalipun tidak ada lagi?" tanya Yoon Bo-kyung lagi dan Peramal Ari tersenyum.
"Sekarang apakah Anda sudah menemukan tujuan hidup Anda, Jungjeon Mama?" tanya Peramal Ari dengan tatapan penuh arti.
🌺🍀🌹🍀🌺
Pembaca Yang Kusayang,
Maaf ya lama baru publish. Saya ada acara keluarga sehingga tidak bisa publish part baru pada minggu lalu. Semoga bab nan panjang ini tidak membuat kalian bosan. Semoga kalian memahami apa yang saya maksudkan dalam bab ini.
Terimakasih untuk vote dan komentar yang kalian berikan. Terimakasih untuk yang memasukkan karya saya ke dalam reading list kalian.
Saya sengaja memakai nama Peramal Ari disini. Soalnya saya suka aktingnya di berbagai film. He3x..
Cerita ini memang dan penuh lika-liku, senang sekali rasanya karena kalian berkenan memberi waktu membacanya.
Sumatera Utara, 22 Agustus 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top