KEPUTUSAN YANG SULIT
Lee Hwon berjalan di belakang Kasim Go yang membawa lentera untuk menerangi jalan yang mereka lalui. Perasaannya campur aduk. Perasaan marah, bingung dan cemas bercampur aduk di hatinya saat ini. Dia marah dengan sikap Yoon Bo-kyung yang begitu dingin kepadanya tadi. Sikap dingin istrinya itu membuat Lee Hwon bingung karena selama ini yang sering bersikap dingin adalah dirinya. Pada akhirnya dia mencemaskan dirinya sendiri yang merasa terganggu dengan sikap Yoon Bo-kyung kepada dirinya.
'Mengapa aku marah ketika dia menyuruhku pergi ke kediaman Wol?" tanya Lee Hwon di dalam hati. Seharusnya dia senang, bukan? Apalagi Yoon Bo-kyung berjanji tetap mengikuti kesepakatan mereka berdua. Seharusnya tidak ada yang mengganjal hatinya lagi saat ini.
"Jusang Jeonha, dimana Anda akan bermalam malam ini?" tanya Kasim Go sambil berbalik lalu menghadap Lee Hwon. Lee Hwon menghela nafas. Rasa kesal kepada pelayannya itu muncul.
"Kasim Go, kamu bilang Jungjeon mencintaiku. Namun, dia menyuruhku menuju kediaman Wol. Apakah itu tandanya dia mencintaiku?" tanya Lee Hwon, sambil memukul bahu Kasim Go beberapa kali dengan keras.
"Maafkan kelancangan saya waktu itu, Jeonha. Namun, saya justru semakin yakin kalau Jungjeon Mama memiliki perasaan khusus untuk Anda," ucap Kasim Go dan terlihat tidak menyesali perkataannya yang menghantui pikiran Lee Hwon itu.
"Menyuruhku ke tempat perempuan lain, bukankah itu tidak akan dilakukan oleh orang yang mencintaiku?" tanya Lee Hwon balik lalu tertawa miris.
"Yang benar adalah dia mencintai tahta dan bukan mencintaiku," ucap Lee Hwon lagi.
"Jusang Jeonha, maaf kelancangan saya. Namun, coba Anda mengingat ekspresi Jungjeon Mama saat menyuruh Anda menuju kediaman Sanggung Istimewa. Apakah Jungjeon Mama terlihat senang atau bersikap biasa saja?"
"Biasa apanya? Kami bertengkar sesaat tadi," jawab Lee Hwon dan jawabannya itu membuat Lee Hwon terdiam sesaat. Dia berbalik dan menatap Istana Gyetaejeon dengan bimbang.
"Akh tidak mungkin. Tidak benar. Ini tidak mungkin," ucap Lee Hwon sambil menepuk bahu Kasim Go berulang kali dengan keras. Kasim Go meringis karena ulah Lee Hwon dan menatapnya dengan dahi berkerut. Lee Hwon sadar dengan sikapnya yang agak berlebihan ini lalu berhenti memukul dan mengeluh.
"Kita kembali ke kediamanku saja. Suasana hatiku sudah rusak. Tidak baik bagiku menemui Wol dengan perasaanku seperti saat ini. Lagipula aku ingat kalau ada beberapa dokumen yang harus aku selesaikan," ucap Lee Hwon lalu berjalan mendahuli Kasim Go, membuat kasim itu berlari supaya bisa melewati Lee Hwon dan kembali menerangi jalan Raja-nya itu.
***
"Jungjeon Mama, apakah Anda serius akan mengangkat Sanggung Istimewa menjadi Selir?" tanya Park Sanggung dengan suara yang menyiratkan rasa cemas. Yoon Bo-kyung menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya. Setelah Lee Hwon pergi, mereka berdiskusi di ruang baca Yoon Bo-kyung. Beberapa peganan dan cawan berisi teh berada di atasnya.
"Aku tidak bisa menunda pengangkatan Sanggung Istimewa itu, Park Sanggung. Daebi Mama terus menerus menyinggung hal ini. Jika aku terus menundanya maka Daebi Mama bisa menuduhku sebagai perempuan pencemburu. Jadi siapkan saja segala sesuatunya," jawab Yoon Bo-kyung dengan berat hati. Suaranya lirih ketika berbicara. Hatinya terasa ditekan dengan batu besar.
"Tetapi Jungjeon Mama, hal ini akan membuat posisi Anda goyah di Istana ini. Mereka akan menganggap Anda akan mudah dikalahkan oleh Sanggung Istimewa itu karena belum hitungan tahun, dia sudah mendapat posisi sebagai Selir," ucap Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung menghela nafas.
"Aku tahu. Beberapa pendukung Jusang Jeonha tidak menyukaiku karena aku adalah anak dari musuh mereka. Mereka mungkin akan mengalihkan dukungannya kepada Sanggung Istimewa itu. Namun, jika aku menundanya maka keselamatan Dayang Istimewa itu akan menjadi taruhannya," ucap Yoon Bo-kyung.
"Jusang Jeonha telah menegaskan kepadaku kalau keselematan perempuan itu adalah tanggung jawabku sebagai Ratu. Aku tidak punya pilihan lain, Sanggung," ucap Yoon Bo-kyung. Hatinya terasa sakit karena mengingat perkataan Lee Hwon kepadanya. Jika hal buruk terjadi kepada perempuan yang membuat hati suaminya itu tertarik, maka kepercayaan Lee Hwon kepadanya akan hilang. Dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi dan membuat mereka gagal mencapai tujuan mereka untuk Joseon.
"Setidaknya, ada keuntungan yang bisa kita raih, Park Sanggung. Dengan mengangkat Sanggung Istimewa itu menjadi Selir maka akan ada beberapa Bangsawan pendukung Jusang Jeonha yang awalnya enggan mendukung Jusang Jeonha karena aku, akan mulai mendukung Jusang Jeonha dengan cara memberi dukungannya juga kepada Sanggung Istimewa itu. Mereka akan mengawasi dan menjaga keselamatan Sanggung Istimewa itu dari jauh," ucap Yoon Bo-kyung lagi.
Sedikit dukungan beralih darinya tidaklah masalah selama Lee Hwon mempercayainya. Lagipula hal ini bisa dijadikan alat untuk menarik Bangsawan yang selama ini enggan mendukung Lee Hwon karena dirinya, untuk sepenuh hati mendukung Lee Hwon saat ini. Sekalipun pengangkatan ini juga akan menghancurkan hatinya sendiri, Yoon Bo-kyung tahu kalau dia harus melakukannya.
"Namun, perasaan Anda, Jungjeon Mama. Bukankah hati Anda akan," ucap Park Sanggung yang terlihat sulit menyelesaikan kata-katanya karena air matanya runtuh lebih dulu.
"Sanggung, jangan seperti ini! Ingat kalau kamu berjanji akan membantuku mencapai cita-citaku. Sekalipun jalan ini tidak rata dan aku harus terluka saat melaluinya, aku akan tetap berjalan di atasnya. Aku telah bertekad dan Sanggung, kamu harus kuat. Di saat yang terburuk, aku bisa bersandar kepadamu jika kamu kuat," ucap Yoon Bo-kyung dengan sungguh-sungguh. Park Sanggung menghela nafasnya dan menyeka air matanya.
"Jadi apakah yang harus saya lakukan lebih dulu, Jungjeon Mama?"
"Undang Orabeoni-ku dan istrinya untuk datang. Katakan kalau aku rindu kepada mereka berdua," ucap Yoon Bo-kyung dan Park Sanggung menganggukkan kepalanya.
"Baik, Jungjeon Mama. Saya akan melaksanakan perintah Anda," ucap Park Sanggung.
"Lalu atur pertemuanku dengan Dayang Istimewa itu, aku ingin bertemu dengannya secara langsung," ucap Yoon Bo-kyung, membuat Park Sanggung menatapnya dengan mata membelak kaget.
"Jungjeon Mama, apakah Anda bersungguh-sungguh ingin bertemu dengannya?" tanya Park Sanggung dan jelas sekali menyiratkan ketidak setujuannya.
"Berdasarkan investigasi Tuan Choi, latar belakang Sanggung Istimewa itu tidak buruk. Kelihatannya keluarganya tidak pernah terlibat dengan politik. Dia pernah sakit jeras, tetapi berhasil selamat dari penyakitnya itu artinya dia perempuan yang kuat, bukan? Namun, aku harus melihat dengan mataku sendiri dan menilai apakah dia tidak akan membahayakan keselamatan Jusang Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung lalu menghela nafasnya dalam-dalam untuk menyingkirkan rasa sakit yang menghantam perasaannya saat ini.
"Baiklah, Jungjeon Mama. Saya akan mengatur pertemuan Anda dengannya," ucap Park Sanggung pelan.
"Terimakasih, Sanggung," ucap Yoon Bo-kyung dan memaksakan diri tersenyum supaya pelayannya itu yakin kalau Yoon Bo-kyung kuat.
***
Lee Hwon keluar dari Istana Jagyeonjeon dengan hati yang berat. Baru saja dia memberi salam pagi kepada ibu dan neneknya tanpa Yoon Bo-kyung di sisinya. Seminggu sejak pertemuan mereka di Gyeotejeon, mereka belum pernah bertemu lagi. Bahkan mereka tidak bertemu saat mengucap salam pagi atau salam di sore hari.
"Apa ada tanda-tanda kedatangan Jungjeon ?" tanya Lee Hwon kepada Kasim Go.
"Tidak ada, Jusang Jeonha," ucap Kasim Go. Lee Hwon mengendarkan pandangannya dari kiri ke kanan. Namun, seperti yang dikatakan Kasim Go, istrinya itu belum muncul. Lee Hwon menghela nafas dan melangkahkan kakinya menuju tempat Dewan Istana mengadakan pertemuan. Salju cukup tebal ada dimana-mana, membuat Lee Hwon harus melangkahkan kakinya dengan hati-hati.
Tiba di Aula Pertemuan, para menteri dan pejabat terlihat berdebat satu dengan yang lainnya. Lee Hwon menyernyitkan dahinya melihat situasi ini. Pertemuan belum dimulai, tetapi mereka sudah berdebat. Bahkan kedatangannya tidak mereka sadari.
"Jusang Jeonha tiba," petugas di Aula beteriak sekencang dia bisa. Suaranya yang nyaring menghentikan perdebatan mereka. Semuanya kembali kepada posisi mereka masing-masing lalu memberi hormat kepada Lee Hwon setelah dia berada di singgasananya.
"Semoga Jusang Jeonha panjang umur. Hidup!Hidup! Hidup!" ucap seisi Aula dengan suara nyaring. Lee Hwon mengangkat tangan kanannya tanda dia telah menerima salam mereka.
"Perdebatan apa yang kalian lakukan tadi? Biasanya kalian akan berdebat setelah pertemuan Dewan Istana dimulai. Namun, kali ini kalian sudah berdebat sebelum pertemuan dimulai," ucap Lee Hwon sambil menatap mertuanya dengan tatapan tajam.
Menurutnya, Perdana Menteri Yoon adalah sumber kegaduhan hari ini seperti biasanya. Sekalipun Perdana Menteri Yoon adalah mertuanya, dia dengan setia menjadi oposisi bagi Lee Hwon sejak Lee Hwon bertahta. Perdana Menteri Yoon membantah semua usul Lee Hwon seperti menaikkan standar upah bagi buruh tani dan niatnya menaikkan pajak bangsawan. Memang belakangan ini, Lee Hwon berhasil meloloskan semua rancangan peraturannya itu, tetapi tetap saja hatinya tidak nyaman jika harus berurusan dengan rubah tua licik itu.
"Maafkan kami, Jusang Jeonha," ucap Perdana Menteri Yoon, mewakili seisi Dewan Istana.
"Katakan isi perdebatan kalian," ucap Lee Hwon dengan rasa kesal. Perdana Menteri Yoon berbalik sejenak memperhatikan sekelilingnya. Namun, karena tidak ada yang bicara, mertuanya itu maju menghadap.
"Maafkan kami Jusang Jeonha. Kami mendengar kalau Jungjeon Mama akan mengadakan upacara pengangkatan Selir untuk Sanggung Istimewa padahal Sanggung Istimewa itu belum beberapa lama menjadi Sanggung," ucap Perdana Menteri Yoon. Perkataan mertuanya itu membuat Lee Hwon kaget. Bukankah Yoon Bo-kyung terlihat enggan untuk mengangkat Wol, tetapi sekarang perempuan itu menyebarkan berita kalau dia akan mengangkat Wol tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengannya.
"Lalu?" tanya Lee Hwon tajam. Berpura-pura kalau dia sudah tahu rencana istrinya itu.
"Bukankah ini terlalu cepat, Jusang Jeonha? Jungjeon Mama mungkin melakukannya dibawah tekanan," ucap Perdana Menteri Yoon.
"Apa maksud perkataaanmu itu, Perdana Menteri? Apakah kamu ingin menuduh Daebi Mama, Wang Daebi Mama atau bahkan aku sendiri telah menekan Jungjeon?" tanya Lee Hwon tajam.
"Bukan begitu maksud saya, Jusang Jeonha. Jika memang Anda bersedia memiliki Selir, bukankah lebih baik jika diadakan seleksi lagi sehingga perempuan yang berlatar baik bisa terpilih," ucap Perdana Menteri Yoon lagi. Lee Hwon menatap tajam mertuanya itu. Maksud tersiratnya telah disampaikannya yaitu dia ingin perempuan berlatar belakang 'baik'. Artinya, Perdana Menteri Yoon mengharapkan pengangkatan Selir dengan latar belakang yang bisa menguntungkan Klan Yoon dan para pendukungnya. Lee Hwon tersenyum sinis.
"Apakah kamu meragukan Jungjeon, Perdana Menteri Yoon? Dia pasti telah mempertimbangkannya dengan hati-hati sebelum mengambil keputusan itu. Bukankah Anda tahu kemampuan Jungjeon, bukan? Mengapa Anda meragukan putri Anda sekarang?" sindir Lee Hwon, membuat Perdana Menteri Yoon mengernyitkan dahinya.
"Maaf Jeonha. Saya tidak meragukan Jungjeon Mama. Hanya saja dia masih muda dan mungkin saja," ucap Perdana Menteri Yoon, tetapi segera disela oleh Lee Hwon sebelum dia menyelesaikan kaliamathya.
"Aku tidak meragukan kemampuannya sebagai Ratu, Perdana Menteri Yoon. Aku sangat mendukung Jungjeon melakukan apapun di Istana Dalam. Aku yakin dia memikirkan segalanya dengan bijaksana," ucap Lee Hwon tajam.
"Aku rasa Jungjeon juga bukan perempuan yang lemah yang mudah ditekan. Jika dia merasa harus mengangkat Sanggung itu menjadi Selir, maka itu murni keputusannya melalui pertimbangan yang matang," ucap Lee Hwon lagi sambil menundukkan kepalanya sedikit. Matanya menatap berkas yang terletak diatas meja. Kemudian dia tersenyum sinis lalu mengangkat kepalanya lagi.
"Lagipula, sejak kapan Dewan Istana ikut sibuk mengurusi urusan Jungjeon? Mengapa kalian tidak menghabiskan energi kalian untuk menimbang pembentukkan Divisi Pencegahan Korupsi yang aku rancang? Bukankah kalian sudah menunda topik ini selama satu tahun ini? Namun, kalian malah sibuk mengurusi urusan Istana Dalam," lanjut Lee Hwon, membuat seisi Aula semakin hening. Mereka saling bertatapan tanpa berani mengeluarkan kata-kata.
"Jusang Jeonha, kami meminta maaf telah terlalu ikut campur dengan urusan Istana Dalam. Maafkan juga kami karena belum mendiskusikan Divisi yang Anda usulkan ini," ucap Perdana Menteri Yoon.
"Kalau begitu, diskusikanlah sekarang,"
"Kami ingin mendiskusikannya sekarang, Jeonha. Namun, kami sadar bahan kami belum cukup. Harap Jeonha sabar dan mengizinkan untuk mendiskusikan hal lain yang lebih penting," ucap Perdana Menteri Yoon.
Lee Hwon menghela nafas. Dia sadar kalau mertuanya sedang memainkan langkah catur nya dengan sangat hati-hati. Lee Hwon tidak punya pilihan selain mengikuti permainan mertuanya saat ini. Jika dia memaksa untuk mendiskusikan topik Divisi Pencegahan Korupsi, mungkin Perdana Menteri Yoon akan meneruskan topik pengangkatan Selir ini dan membuat Lee Hwon kesulitan. Apalagi Lee Hwon belum membicarakan masalah pengangkatan Wol dengan Yoon Bo-kyung sehingga dia bisa salah bicara kalau topik ini diteruskan. Setelah pertemuan Dewan selesai, Lee Hwon bertekad akan menemui istrinya itu untuk menanyakannya secara langsung.
***
Yoon Bo-kyung berjalan menuju jembatan yang menjadi tempat favoritnya untuk merenung. Berulang kali dia menarik nafas dan melepasnya. Memukul dadanya perlahan secara berulang kali untuk mengurangi rasa sesak di hatinya. Sebentar lagi dia akan pergi menemui perempuan yang berhasil menarik hati suaminya itu. Namun, hatinya tidak juga siap.
"Jungjeon Mama, apakah tidak sebaiknya kita membatalkan pertemuan ini?" tanya Park Sanggung yang berdiri di dekat Yoon Bo-kyng sejak tadi.
"Tidak, Sanggung. Aku harus menemuinya," ucap Yoon Bo-kyung singkat sekalipun hatinya sakit. Ditegapkannya badannya sendiri kemudian perlahan melangkahkan kakinya menuju kediaman Selir.
Yoon Bo-kyung menatap matahari yang bersinar dengan terang. Di musim dingin, sangatlah jarang melihat matahari secerah hari ini. Yoon Bo-kyung memegang dadanya dan merasakan degup jantungnya kembali normal. Dia sudah bisa mengatasi perasaannya sekarang. Karena di hatinya ada keyakinan kalau Langit akan mendukung penuh dirinya seperti cerahnya matahari hari ini.
Beberapa dayang berjalan di hadapan Yoon Bo-kyung dalam bentuk barisan. Mereka berjalan menuju kediaman Selir. Saat mereka tiba di gerbangnya, seorang dayang berteriak menyebutkan kedatangan Yoon Bo-kyung. Seorang perempuan dalam dangui Sanggung berwarna merah muda keluar dari salah satu Pavilliun di lokasi itu. Memberikam hormat dengan takzim kepada Yoon Bo-kyung.
Sumatera Utara, 19 September 2018
Terimakasih untuk dukungannya. Karena ini adalah hasil dari curi-curi waktu, tolong maklumi saja kalau tidak banyak kata-kata yang tertuang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top