KENYATAAN YANG BAGAIKAN MIMPI

"Bagaimana keadaan Jungjeon, Naeui?" Lee Hwon bertanya kepada Hwan Nari yang baru selesai memeriksa keadaan Yoon Bo-kyung. Dayang perawat itu menganggukkan kepalanya. Wajahnya menunjukkan ekspresi lega.

"Jungjeon Mama pada saat ini tidak lagi dalam bahaya, Jusang Jeonha. Asalkan Jungjeon Mama rutin meminum obat dan makanan yang tepat maka kondisinya akan semakin membaik," Hwan Nari menjawab tanpa ragu. Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Perasaannya semakin tenang setelah mendengar diagnosis dayang perawat itu.

Dia menatap Yoon Bo-kyung yang berbaring di atas futon. Istrinya itu sedang menatapnya. Lee Hwon melihat ke arah lain karena merasa tidak nyaman.

"Jusang Jeonha, saya akan menyuruh Han Sangsik untuk membawakan makanan untuk Jungjeon Mama. Sudah beberapa hari ini Jungjeon Mama tidak makan," Park Sanggung meminta izin. Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Dayang senior kepercayaan istrinya itu pun langsung keluar.

"Jusang Jeonha, saya akan merebus beberapa herbal untuk Jungjeon Mama," Hwan Nari pun ikut memohon diri. Lee Hwon menganggukkan kepalanya lagi.

"Jusang Jeonha," Yoon Bo-kyung memanggil Lee Hwon dengan suarah lirih. Lee Hwon pun melirik ke arah istrinya. Hanya tinggal mereka berdua yang berada di ruangan itu. Lee Hwon merasa canggung.

"Ada apa Jungjeon?" Lee Hwon bertanya dengan suara lirih juga. Dia tidak bisa menghilangkan rasa gugup yang menderanya.

"Saya masih tidak percaya kalau Anda ada disini," Yoon Bo-kyung berkata.

"Hmm, bukankah aku sudah mengatakan kalau kita adalah rekan sehingga wajar saja kalau aku berada disini," Lee Hwon membalas perkataan Yoon Bo-kyung dengan cepat. Entah mengapa sulit baginya untuk berkata kalau dia mengkhawatirkan istrinya itu. Semakin sulit juga baginya untuk berkata kalau dia takut kehilangan Yoon Bo-kyung.

"Terimakasih," Yoon Bo-kyung berkata lagi lalu tersenyum. Lee Hwon merasa jantungnya dipukul dengan keras sesaat setelah melihat senyuman itu. Senyuman Yoon Bo-kyung menyiratkan rasa senang dan sedih sekaligus. Hal itu membuatnya sedih.

"Mengapa kamu sampai bertindak senekat itu? Kamu tahu kalau yang diberikan kepadamu mengandung racun. Mengapa kamu tetap meminumnya?" Lee Hwon membalas ucapan Yoon Bo-kyung seakan dia marah. Lee Hwon tidak mau mengajukkan pertanyaannya ini. Namun, dia tidak sanggup menahan dirinya. Dia jatuh dalam kecemasan selama beberapa hari ini karena tindakan nekat istrinya itu.

"Saya sudah mempersiapkan surat untuk berjaga-jaga. Jika terjadi sesuatu yang buruk padaku, Anda tidak akan disalahkan. Surat yang saya tulis itu mungkin tidak bisa menjatuhkan ayahku. Namun, mungkin bisa sedikit menggoyahkan posisinya," Yoon Bo-kyung memberi penjelasan. Lee Hwon menggigit bibirnya sendiri. Semakin mendengar perkataan Yoon Bo-kyung, semakin sedih hatinya. Kesedihan itu bahkan membuat dirinya juga marah.

"Sejak kapan kamu menulis surat itu?" Lee Hwon bertanya.

"Sejak saya memutuskan untuk mengangkat Sanggung Istimewa menjadi Selir junior tingkat satu," Yoon Bo-kyung menjawab dengan lirih.

"Mengapa kamu menulis surat itu? Apakah kamu berencana untuk mati?" Lee Hwon bertanya. Dia sebenarnya tidak ingin melontarkan pertanyaan yang berat seperti ini. Namun, saat Yoon Bo-kyung berkata kalau dia secara sengaja sudah mempersiapkan surat wasiat, Lee Hwon merasa sedih dan kesal. Membuat Lee Hwon tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya.

Yoon Bo-kyung menatap Lee Hwon dengan ekspresi terkejut. Lee Hwon menghela nafas. Dia merasa bersalah karena sudah melontarkan pertanyaan itu. Dia tidak ingin membebani istrinya yang barus saja sadar. Namun, dia sudah melakukannya beberapa kali sejak istrinya itu sadar.

"Lupakan saja pertanyaanku," Lee Hwon berkata lalu menghela nafas. Dia langsung merasa bersalah melihat ekspresi tertekan Yoon Bo-kyung sehingga memutuskan untuk tidak mendesak Yoon Bo-kyung menjawab pertanyaannya. Setelah Lee Hwon berkata seperti itu, Yoon Bo-kyung tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Namun, senyuman itu lagi-lagi menyesakkan dada Lee Hwon.

"Jungjeon Mama, Jusang Jeonha, saya membawakan makanan," Park Sanggung berkata dari luar ruangan.

"Masuklah," Lee Hwon menjawab. Park Sanggung, Han Sansik dan beberapa dayang junior pun masuk ke ruangan itu. Kedua dayang junior itu masing-masing membawa sebuah nampan. Yang satu membawa mangkuk bubur dan mangkuk sup, sedangkan yang satu lagi membawa cawan berisi obat. Han Sansik segera mendekati Yoon Bo-kyung dan menggenggam tangannya erat. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut dayang utama dapur Ratu itu. Namun, ekspresinya menunjukkan isi hatinya.

Lee Hwon memperhatikan orang-orang yang berada di ruangan itu. Meskipun mereka diam, ekspresi mereka menggambarkan isi hati mereka dengan jelas. Mereka menunjukkan rasa khawatir yang tulus. Membuat Lee Hwon sadar kalau banyak orang yang menyayangi istrinya itu.

"Kamu dan yang lain tentu sudah sangat khawatir," Yoon Bo-kyung bicara sambil menepuk perlahan tangan Han Sansik.

"Saya berdoa semoga Yang Maha Kuasa memberikan umur yang panjang kepada Anda," Han Sansik berkata lirih. Air matanya menetes dan jatuh ke atas tangan Yoon Bo-kyung.

"Sudahlah Han Sansik. Ayo kita keluar. Jungjeon Mama harus makan," Park Sanggung menegur Han Sansik. Perempuan itu menganggukkan kepalanya. Dengan terburu-buru menghapus air matanya lalu menatap Yoon Bo-kyung dengan wajah sedikit memerah. Yoon Bo-kyung tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Lee Hwon tahu kalau Yoon Bo-kyung berusaha mengatakan kalau dia mengerti perasaan khawatir orang-orangnya melalui senyumannya itu.

"Jungjeon Mama, Jusang Jeonha, kami mohon diri," Park Sanggung memberi salam lalu semua dayang yang berada di ruangan itu keluar.

Lee Hwon menghela nafas lalu mendekati istrinya. Dia melihat meja yang dibawa kedua dayang senior itu. Hanya bubur dan sup. Lee Hwon tahu kalau mereka sengaja memberikan makanan lembut untuk Yoon Bo-kyung karena istrinya itu tidak makan selama beberapa hari.

Lee Hwon membantu Yoon Bo-kyung duduk dengan bersandar ke tembok. Namun, Yoon Bo-kyung terlihat lemah untuk bersandar di dinding. Dengan sigap Lee Hwon membuat istrinya duduk di pangkuannya. Dia menahan tubuh Yoon Bo-kyung dengan tangan kirinya yang kokoh sehingga Yoon Bo-kyung seperti sedang di gendong olehnya.

"Jusang Jeonha," Yoon Bo-kyung terdengar gugup.

"Sst..kamu masih lemah. Aku akan membantumu makan," Lee Hwon berkata dengan tegas lalu mengambil sendok. Dia menyendokkan bubur dengan tangan kanannya. Lee Hwon meniup bubur itu lalu berusaha menyuapkannya ke mulut Yoon Bo-kyung. Namun, Yoon Bo-kyung menahan tangannya yang memegang sendok itu.

"Jusang Jeonha, saya bisa makan sendiri. Saya malu. Posisi seperti ini membuat saya tidak nyaman," Yoon Bo-kyung menolak dengan suara yang lirih. Lee Hwon merasa kesal mendengarnya. Namun, dia berusaha keras menahan rasa kesalnya itu lalu menghela nafas.

"Jungjeon, kamu masih terlalu lemah untuk melakukan semuanya sendiri. Kali ini menurutlah kepadaku dan jangan membatah,"

"Tetapi saya,"

"Jangan membatah dan makanlah!" Lee Hwon menegaskan perkataannya lagi. Yoon Bo-kyung menghela nafasnya. Yoon Bo-kyung membuka mulutnya lalu membiarkan Lee Hwon menyuapinya. Lee Hwon tersenyum melihat pipi Yoon Bo-kyung yang bersemu merah.

Lee Hwon terus menyuapkan bubur itu kepada istrinya sampai bubur di dalam mangkuk itu habis. Lee Hwon lalu menyuapkan sup sedikit demi sedikit kepada Yoon Bo-kyung. Lalu membantunya minum.

"Terimakasih, Jeonha," Yoon Bo-kyung berkata setelah menghabiskan makanannya. Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Dia pun menepuk punggung istrinya itu perlahan.

"Saya bukan bayi yang setelah makan harus ditepuk punggungnya sebentar supaya bersendawa," Yoon Bo-kyung mengajukkan protes. Perkataannya itu membuat Lee Hwon merasa malu. Namun, dia tetap melakukannya. Setelah itu dia membaringkan istrinya perlahan di atas futon.

"Nain, bawa meja ini keluar," Lee Hwon memberi perintah. Dengan cepat Mirae masuk lalu mengambil meja tersebut.

"Anda tidak usah mengkhawatirkan saya lagi. Keadaan saya sudah lebih baik. Anda bisa kembali ke kediaman Selir," Yoon Bo-kyung berkata lirih dan tersenyum. Lee Hwon menghela nafas. Dia tahu Yoon Bo-kyung tersenyum dengan terpaksa. Istrinya itu sedang berusaha terlihat tegar.

"Tidurlah," Lee Hwon berkata dengan lembut. Dia tidak mau menanggapi perkataan istrinya yang mengungkit masalah Selir. Yoon Bo-kyung menatapnya dengan tatapan yang menunjukkan keheranannya. Lee Hwon mengabaikan ekspresi istrinya itu. Sebaliknya, dia menarik selimut lalu menutupi tubuh istrinya itu dengan selimut. Dia pun berbaring di sebelah istrinya itu.

"Jusang Jeonha, Anda tidak usah memaksakan diri. Saya bisa tidur sendiri. Anda bisa pergi ke kediaman Selir sekarang," Yoon Bo-kyung berusaha mengelak. Lee Hwon mengeraskan hatinya dan tetap berbaring di samping Yoon Bo-kyung. Dia sendiri merasa lelah dan sangat mengantuk. Selama beberapa hari ini dia tidak bisa tidur. Sekalipun dia memaksakan diri untuk tidur, dia tidak merasa tenang. Namun, kali ini dia mengantuk. Dia tidak punya tenaga untuk bertengkar dengan Yoon Bo-kyung saat ini.

"Jusang Jeonha,"

"Sst," Lee Hwon memberi kode lalu menutup mata Yoon Bo-kyung dengan tangannya.

"Tetapi, Selir,"

"Jungjeon, tidak bisakah kamu bersikap sedikit manis? Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu mencintaiku? Jika iya. Kamu seharusnya menahanku disini dan bukan menyuruhku pergi,"

"Aku," Yoon Bo-kyung tetap berusaha melawan perkataannya. Lee Hwon menyentuh bibir istrinya itu dengan jarinya sebagai tanda menyuruhnya diam.

"Aku lelah dan ingin tidur. Sekarang kamu juga harus tidur," Lee Hwon berkata lirih.

****

Yoon Bo-kyung membuka matanya. Suara berisik di luar membangunkannya. Dia bisa melihat cahaya matahari merembes masuk ke dalam ruangan tempatnya berbaring melalui celah-celah jendela. Yoon Bo-kyung menoleh ke samping. Dia melihat futon yang berada di sampingnya telah kosong. Hatinya merasa sedikit sedih.

Yoon Bo-kyung menyentuh futon itu lalu menghela nafas. Dia masih belum bisa mencerna hal yang terjadi padanya. Semua yang telah dia alami terasa bagaikan mimpi. Saat dia meminum racun itu, dia sudah menyiapkan dirinya untuk mati. Saat itu, hatinya sangat sedih karena menduga perpisahannya dengan orang yang dia cintai itu datang lebih cepat dari yang dia duga. Saat itu dia berharap bisa melihat wajah Lee Hwon untuk terakhir kalinya.

Saat dia seakan berjalan menuju alam kematian, dia sudah menyerah dengan harapannya itu. Dia sepenuhnya menyerah dan hendak melepaskan segalanya. Meninggalkan dunia yang sangat menyakitinya itu. Namun, suara suaminya itu menggema di telinganya.

Suaminya yang egois itu dengan egoisnya menuntutnya untuk membuktikan perasaan cintanya dengan berjuang untuk tetap hidup. Tanpa berpikir, Yoon Bo-kyung berjuang untuk hidup. Yoon Bo-kyung menghela nafasnya lagi. Ternyata, sampai akhir pun dia ingin Lee Hwon percaya kalau Yoon Bo-kyung mencintainya.

Sekalipun perasaan cintanya itu tidak akan pernah terbalas.

Akan tetapi, saat dia sadar dari komanya, dia melihat hal yang paling dia tidak harapkan. Suaminya itu berada bersamanya. Yoon Bo-kyung juga semakin terkejut karena suaminya langsung memeluknya.

Lee Hwon tidak saja memeluknya. Suaminya itu melakukan hal-hal yang tidak berani diimpikan oleh Yoon Bo-kyung. Menyuapinya dan memaksanya untuk tidur. Bahkan semalaman suaminya itu memeluknya. Beberapa kali Yoon Bo-kyung bangun dan memastikan kalau suaminya itu tetap berada di dekatnya dan memeluknya.

Sampai akhirnya dia benar-benar tidur dengan nyenyak dan bangun siang ini.

"Jungjeon Mama, saya akan masuk," Park Sanggung berkata dari luar ruangan sambil menggeser pintu.

"Anda sudah bangun? Saya akan membantu Anda membersihkan diri," Park Sanggung langsung berkata setelah masuk ruangan. Dia masuk bersama beberapa dayang. Ada yang membawa baskom kayu dan handuk. Mereka juga membawa pakaian yang baru. Setelah meletakkan semua bawaan mereka di ruangan itu, Park Sanggung menyuruh mereka keluar. Hanya Park Sanggung dan Yoon Bo-kyung di ruangan itu.

"Saya hanya akan melap tubuh Anda. Jika tubuh Anda semakin kuat, maka nanti malam kami akan membuat ramuan khusus untuk air rendaman sehingga Anda bisa berendam di dalamnya dengan nyaman," Park Sanggung berkata dengan ceria sambil melepas pakaian Yoon Bo-kyung.

"Sanggung, ini bukanlah tugasmu. Biarkan dayang junior saja yang membantuku membersihkan diri," Yoon Bo-kyung menolak. Dia tidak mau dayang utamanya itu merendahkan dirinya. Park Sanggung menggelengkan kepalanya.

"Maafkan saya, Jungjeon Mama. Saya memaksa untuk membantu Anda membersihkan diri. Saya tidak percaya kepada dayang junior untuk merawat Anda yang berada dalam kondisi lemah ini," Park Sanggung berkata. Yoon Bo-kyung menghela nafas. Sikap Park Sanggung itu seperti seorang ibu kepada putrinya. Membuat Yoon Bo-kyung tidak tega untuk menolak.

"Baiklah," Yoon Bo-kyung menjawab. Park Sanggung pun melanjutkan kegiatannya.

Setelah Park Sanggung membersihkan dirinya dan memakaikan pakaian yang baru, dayang senior itu memberikan herbal kepada Yoon Bo-kyung. Melihat herbal itu, wajah Lee Hwon terbayang. Suaminya itu membantunya makan dan minum tadi malam. Kejadian itu terasa seperti mimpi untuknya.

"Sanggung, apakah aku bermimpi?" Yoon Bo-kyung berkata karena perasaan tidak percaya yang masih membayangi dirinya.

"Bermimpi?"

"Apakah benar semalaman Jusang Jeonha berada disini?" Yoon Bo-kyung bertanya dengan malu-malu. Pipinya terasa terbakar. Park Sanggung tersenyum.

"Anda tidak sedang bermimpi, Jungjeon Mama. Bahkan Jusang Jeonha tidak hanya semalaman disini, Jungjeon Mama," Park Sanggung menjawabnya dengan tenang. Yoon Bo-kyung kaget mendengarnya.

"Tidak hanya semalaman? Apa maksudmu, Park Sanggung?"

"Sejak hari dimana Anda tidak sadarkan diri, sejak hari itu juga Jusang Jeonha mendampingi Anda,"

"Bagaimana bisa? Apakah kalian mengatakan kondisiku kepada Jusang Jeonha? Bukankah aku sudah melarang kalian untuk mengatakan kondisiku kepada Jusang Jeonha. Apapun yang terjadi padaku pada hari itu, kalian tidak boleh mengganggu Jusang Jeonha. Hal itu akan menimbulkan rumor buruk," Yoon Bo-kyung berkata dengan panik. Dia takut kalau mata-mata ayahnya sudah tahu keadaannya yang memburuk kemudian menyiapkan taktik busuk untuk menyalahkan Lee Hwon. Jika itu terjadi maka tahta Lee Hwon akan goyah.

"Saya dan semua orang di Gyeotaejeon menjalankan perintah Anda, Jungjeon Mama. Tidak ada satupun di antara kami yang mengatakan kondisi Anda kepada Jusang Jeonha. Bahkan pada saat kondisi Anda sangat kritis dan Hwan Nari mengatakan kalau Anda harus mendapatkan unsur Yang untuk bertahan hidup, kami tetap mengikuti perintah Anda," Park Sanggung berkata dengan tegar. Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan perkataannya itu.

"Kami hanya bisa menangis dan memohon dengan putus asa kepada Langit untuk memberikan pertolongan kepada Anda," Park Sanggung melanjutkan perkataannya. Suaranya yang semula terdengar tegar, lama kelamaan menjadi bergetar. Yoon Bo-kyung melihat wajah Park Sanggung. Dia bisa melihat kesedihan dan ketakutan berbaur di wajah dayang setianya itu. Dia merasa bersalah karena cepat menuduh.

"Jungjeon Mama, Langit mendengar permohonan orang-orang yang putus asa ini. Malam itu, Jusang Jeonha tiba-tiba saja sudah berada di depan gerbang Gyeotaejeon tanpa diketahui oleh siapapun. Saya langsung menarik beliau ke ruangan itu. Saat itu, Jusang Jeonha terlihat sangat khawatir. Tidak! Dia tidak hanya khawatir. Saya yakin kalau ekspresi wajahnya itu menunjukkan kalau dia takut. Sama seperti kami yang takut kalau kematian menjemput Anda," Park Sanggung berkata lagi. Yoon Bo-kyung menundukkan kepalanya sejenak. Dia tidak tahu harus bereaksi apa setelah mendengar perkataan Sanggung utamanya itu.

Yoon Bo-kyung merasa bersalah karena telah membuat semua orang khawatir. Namun, dia juga merasa senang karena dalam keadaan kritis itu, Lee Hwon tetap bersama dengannya.

"Maafkan aku, Sanggung. Tolong lupakan perkataanku yang menuduh kalian. Aku terlalu terkejut mendengar perkataan kalian. Aku tidak menyangka kalau Jusang Jeonha memperhatikan keadaanku bahkan merawatku sejak hari aku tidak sadarkan diri," Yoon Bo-kyung berkata dengan kepala tertunduk.

"Kami juga tidak menyangka kalau hal itu akan terjadi. Mungkinkah? Iya. Saya yakin," Park Sanggung bertanya, tetapi menjawab pertanyaannya sendiri. Perkataannya itu membuat Yoon Bo-kyung mengadahkan kepalanya karena penasaran.

"Yakin?"

"Jusang Jeonha memiliki perasaan khusus untuk Anda. Mungkin Jusang Jeonha sudah jatuh hati kepada Anda," Park Sanggung menjelaskan maksud perkataannya sebelumnya. Yoon Bo-kyung tersenyum sedih. Dia menggelengkan kepalanya perlahan.

"Itu harapan yang terlalu muluk, Park Sanggung. Kamu tahu siapa aku yang sebenarnya. Kamu juga sudah mengetahui apa yang terjadi di masa lalu. Jusang Jeonha selama ini tetap percaya kalau aku terlibat dalam pristiwa yang mencelakakan almarhum Sejabin Mama. Tidak mungkin dia memiliki perasaan suka kepadaku. Itu harapan yang terlalu berlebihan untukku," Yoon Bo-kyung berusaha tegar saat menanggapi perkataan Park Sanggung.

Park Sanggung menghela nafas. Dia menggenggam tangan Yoon Bo-kyung.

"Jangan khawatir, Park Sanggung. Aku sudah siap dengan kenyataan itu. Kenyataan kalau aku hanyalah rekan yang menguntungkan bagi Jusang Jeonha. Selama aku bisa membantunya dan memuluskan cita-citanya maka selama itu juga dia akan mengkhawatirkan keselamatanku. Saat aku tidak berguna lagi maka,"

"Tidak Jungjeon Mama. Saya yakin kalau Jusang Jeonha tidak bersikap seperti itu. Saya percaya kalau Jusang Jeonha akan menerima perasaan Anda," Park Sanggung langsung menyela perkataan Ratu-nya itu bahkan dengan sungguh-sungguh meyakinkan Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya.

"Baiklah. Kita tidak usah membahas hal itu," Yoon Bo-kyung menolak perkataan Park Sanggung dengan halus. Di dalam hatinya, dia yakin kalau Lee Hwon tidak akan pernah mencintainya. Dia akan sangat bersyukur jika pada akhirnya Lee Hwon percaya kalau Yoon Bo-kyung mencintainya. Dia cukup puas dengan perasaan cinta sepihaknya ini asalkan pihak sana tidak meragukan perasaannya.

"Siapa saja yang sudah mengetahui keadaanku ini?" Yoon Bo-kyung bertanya dengan cemas. Dia ingat kalau dia sudah beberapa hari tidak sadarkan diri. Seharusnya hal ini akan menimbulkan tanda tanya di hati banyak orang. Mereka mungkin sudah menyelidikinya dan menemukan kenyataan.

"Kami menutupinya dengan baik, Jungjeon Mama. Kami menyebarkan informasi kalau Anda menderita flu parah yang bisa menular sehingga kami menolak semua orang yang ingin mengunjungi Anda. Wang Daebi Mama dan Daebi Mama membantu kami untuk menutupi keadaan Anda yang sebenarnya,"

"Kedua tetua istana itu terlibat? Dia membantu kita?"

"Wang Daebi Mama sangat khawatir dengan kondisi Anda. Wang Daebi Mama memanggil saya untuk bicara pribadi dengannya. Dia berkata kalau dia tidak akan diam saja dan akan mencari cara untuk menolong Anda," Park Sanggung memberi penjelasan. Yoon Bo-kyung menghela nafas. Dia merasa lega karena Nenek Raja akhirnya mau turun tangan dalam masalah Kerajaan. Namun, dia juga merasa sedih karena khawatir dengan kesehatan Ibu Suri Jung Hui. Apakah Nenek Raja sanggup menghadapi konflik Istana yang berat ini?

"Park Sanggung, Ibunda dan Ayahanda dari Ratu hendak menemui Ratu. Mereka memaksa," suara dayang di luar ruangan terdengar panik. Yoon Bo-kyung dan Park Sanggung saling memandang. Mereka berdua tahu kalau hal ini akan terjadi.

"Anda sanggup, Jungjeon Mama?" Park Sanggung bertanya dengan lirih. Yoon Bo-kyung menatap Park Sanggung sejenak. Tangannya gemetaran sesaat. Setelah beberapa kali menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya, Yoon Bo-kyung berhasil menenangkan dirinya sendiri.

"Aku sanggup," Yoon Bo-kyung berusaha tersenyum. Dia harus optimis. Di saat terdesak, Yoon Bo-kyung percaya kalau rasa percaya diri dan optimismenya bisa menggoyahkan lawan. Karena di medan pertempuran, perang tidak hanya melibatkan tubuh. Namun, mental masing-masing pihak juga terlibat.

Selama dia bisa mempertahankan rasa percaya dirinya, maka ada kemungkinan dia bisa menghadapi lawan. Membuat keadaannya dan musuh berada di posisi yang sama alias imbang.

Dear Pembaca,

Maaf. Rencananya saya memang lebih rajin update. Namun, apa mau dikata. Pekerjaanku bertambah lagi di dunia nyata. Lagi-lagi hal itu menguras semangatku dan membuatku maunya santai-santai aja pas hari libur. Akhirnya, terbengkalailah kisah ini dan kisah lainnya. Aku akan berusaha mengatur jadwal saya supaya menulis lebih rajin. Hanya dukungan kalian yang membuatku memaksakan diri dan berusaha mengetik kisah ini terus menerus. Terimakasih untuk suntikan semangat yang kalian berikan selama ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top