KEBAHAGIAAN YANG MENGHANCURKAN
Yoon Bo-kyung membaca dokumen yang berada dihadapannya. Dokumen itu berisi daftar hal-hal yang harus dipersiapkan untuk acara ulang tahun Ibu Suri So-Hye. Dia juga memanggil para dayang senior ke Istananya untuk menanyakan seberapa jauh persiapan dilakukan oleh para dayang untuk acara perayaan ulang tahun Ibu Mertuanya itu. Park Sanggung dan beberapa dayang senior lainnya menghadap Yoon Bo-kyung di Istananya dengan patuh.
"Park Sanggung, dimana Han Sansik?" Yoon Bo-kyung bertanya setelah memeriksa kehadiran para dayang senior yang dia panggil.
"Maafkan saya Jungjeon Mama, dia meminta izin kepada saya untuk pergi ke Ibu Kota pagi ini. Dia tidak tahu kalau hari ini ada pertemuan disini. Saya sudah menyuruh seorang dayang menyusulnya ke Ibu Kota untuk menyuruhnya segera kembali,"
"Mengapa dia pegi ke Ibu Kota di waktu sibuk seperti ini?" Yoon Bo-kyung merasa sedikit kesal, dia menatap Park Sanggung dengan sedkit kecewa. Seharusnya dayang kepecayaannya itu menolak permintaan Han Sansik.
"Han Sansik ingin membuat makanan yang baru di acara ulang tahun Daebi Mama. Ada Restoran terkenal di Ibu Kota yang menyajikan menu baru. Han Sansik ingin mempelajari menu itu dan telah membuat janji pertemuan dengan Juru Masak karena Juru Masak hanya bisa ditemui hari ini,"
"Jadi Han Sansik belum mempersiapkan menu makanan untuk acara ulang tahun Daebi Mama?" Yoon Bo-kyung bertanya dengan cemas .
"Han Sansik sudah menentukan beberapa menu, Jungjeon Mama. Namun, dia masih belum puas dengan menu yang telah dia persiapkan itu. Oleh karena itu, dia pergi menemui Juru Masak Restoran untuk mempelajari menu baru," Park Sanggung memberi jawaban yang lebih lengkap dan jelas. Namun, jawaban itu membuat Yoon Bo-kyung terdiam. Park Sanggung langsung memahami perasaan Yoon Bo-kyung yang cemas. Dia bicara lagi.
"Jungjeon Mama jangan cemas. Dia berjanji kalau menu makanan akan selesai lusa. Dia bekata akan memasak semua menu itu lalu meminta pendapat Anda," Park Sanggung memberi jawaban yang membuat Yoon Bo-kyung lega.
"Baiklah, kita masih punya waktu. Lagipula, terburu-buru mengerjakan sesuatu tidak akan memberi hasil yang memuaskan," Yoon Bo-kyung berkata. Hatinya kembali optimis.
Acara yang dipersiapkan olehnya akan berlangsung dua minggu lagi. Jika menu makanan ditentukan lusa maka masih ada waktu bagi mereka mempersiapkan bahan makanan sesuai menu yang terpilih.
Dia akan meminta Lee Hwon ikut mencicipi menu yang dimasak oleh Han Sansik lusa. Suaminya itu pasti lebih memahami selera makan ibunya. Dengan begitu, makanan yang disajikan akan memuaskan hati mertuanya.
Memikirkan hal itu, Yoon Bo-kyung merasa puas.
"Yeo Sanbok, apakah kamu sudah mempersiapkan pakaian untuk acara itu? Kamu sudah berkonsultasi dengan dayang yang mengurusi pakaian Daebi Mama?" Yoon Bo-kyung bertanya kepada dayang senior lainnya.
"Iya, Jungjeon Mama. Saya telah berkonsultasi dan mempersiapkan hal tersebut," Yeo Sanbok menjawab dengan tenang.
"Bagus, aku senang dengan kesiapanmu,"
"Terimakasih untuk pujiannya, Jungjeon Mama,"
"Semua dayang junior harus diatur dengan baik. Tarian dan nyanyian untuk acara itu harus yang terbaik. Aku ingin Daebi Mama tertawa gembira pada acara itu,"
"Baik, Jungjeon Mama," semua dayang menjawab dengan tegas.
Yoon Bo-kyung tersenyum puas. Dia merasa semua akan berjalan dengan baik.
Sampai berita dari Biara tiba pada keesokan harinya. Surat Ibu Suri So-hye datang. Isi surat itu menyatakan kalau dia tidak bisa hadir sesua waktu yang ditentukan.
***
Lee Hwon menatap Yoon Bo-kyung yang menunduk sejak tadi. Mereka berdua telah selesai makan malam. Sejak itu, Yoon Bo-kyung hanya diam dan menunduk.
'Apakah ini terkait dengan acara ulang tahun Eomma Mama?' batin Lee Hwon. Dia ingat acara itu akan berlangsung seminggu lagi. Biasanya Yoon Bo-kyung selalu optimis jika membicarakan acara itu. Bahkan Yoon Bo-kyung bercerita kemarin kalau persiapan untuk acara itu sudah hampir selesai dan tidak ada yang kurang. Dia juga sudah ikut mencicipi makanan dan menentukan menu untuk acara itu seminggu yang lalu. Jadi hal apa yang membuat istrinya ini murung?
"Mengapa Junjeong terlihat murung? Ada yang membuatmu marah, sedih atau kecewa?" Lee Hwon akhirnya memutuskan untuk bicara lebih dulu.
"Saya tidak marah," Yoon Bo-kyung menjawab. Lee Hwon menghela nafas mendengar jawaban singkat istrinya itu. Yoon Bo-kyung menjawab kalau dia tidak marah. Berarti istrinya itu sedang sedih dan kecewa.
"Apa yang membuat Jungjeon sedih dan kecewa?" Lee Hwon bertanya lagi.
"Daebi Mama dan Kim Sukwon," Yoon Bo-kyung masih menjawab dengan singkat. Lee Hwon merasa jantungnya nyaris berhenti mendengar jawaban Yoon Bo-kyung. Apakah istrinya itu sudah tahu hal yang dia sembunyikan?
"Mengapa dengan Eomma Mama dan Kim Sukwon?" Lee Hwon kembali bertanya. Dia menutupi kecemasannya sendiri.
"Mereka tidak bisa pulang ke Istana di hari yang direncanakan," Yoon Bo-kyung menjawab dengan suara yang terdengar sangat putus asa. Lee Hwon menghela nafas. Apa yang dia takuti tidak terjadi. Yoon Bo-kyung masih belum tahu.
"Apa penyebabnya?"
"Daebi Mama mengirim pesan kalau dia tidak bisa pulang sesuai rencana karena mendapat mimpi kalau dia harus lebih lama di Biara untuk berdoa. Dia bermimpi hal yang buruk tentang Anda, Jeonha," Yoon Bo-kyung menjawab dengan lebih jelas dan lengkap sekarang.
Lee Hwon mengurut dahinya. Kepalanya langsung terasa sakit mendengar jawaban itu. Dia yakin ibunya punya rencana baru dan tidak menceritakannya kepada Lee Hwon. Ini membuatnya cemas dan pusing sekaligus.
"Jadi Pesta itu harus ditunda?"
"Aku tidak mau. Ulang tahun seharusnya dirayakan pada hari yang tepat. Lagi pula Daebi Mama berkata kalau dia akan tiba di Istana tepat pada hari ulang tahunnya menjelang siang hari"
"Jadi apa rencanamu Junjeong," Lee Hwon meladeni pembicaraan satu persatu ini meskipun melelahkan sambil merenungkan maksud ibunya.
"Saya telah membicarakannya dengan beberapa pejabat ritual. Saya malah mendapat jalan keluar yang baik, tetapi saya tidak yakin Anda akan setuju,"
"Apa jalan keluar yang Jungjeon pikirkan?"
"Saya akan mengirim beberapa dayang untuk membawa pakaian Daaebi Mama dan Kim Sukwon yang telah saya persiapkan untuk acara ulang tahun itu. Mereka akan berangkat dari Biara dengan pakaian itu,"
"Itu hal yang baik. Meskipun mereka tiba agak terlambat di Istana. Acara bisa dimulai siang hari. Jadi aku setuju," Lee Hwon menjawab dengan lebih tenang.
"Iya, Jusang Jeonha. Namun, saya berencana menyambut mereka dengan lebih baik lagi. Saya akan meminta izin Anda untuk mengirim rombongan pengawal Istana dan dayang. Kereta yang membawa mereka juga akan dihias. Mereka akan melewati jalan Ibu Kota. Jadi rakyat tahu kalau Daebi Mama lewat dan bisa memberi hormat dan mendoakannya,"
"Rombongan pengawal dan dayang? Melewati Ibu Kota?" Lee Hwon memegang kepalanya dan bergumam mengulang perkataan Yoon Bo-kyung. Hatinya seketika menjadi sangat kesal.
"Iya, Jusang Jeonha. Saya sudah berbicara dengan pejabat ritual dan mereka setuju bahkan memberi pujian,"
"Jujeong, apa kamu sadar dengan rencanamu itu?" Lee Hwon menatap Yoon Bo-kyung tajam.
"Apa maksud Jusang Jeonha?"
"Kamu sedang merayakan ulang tahun atau sedang menyambut Ratu baru?" Lee Hwon berteriak. Rencana Yoon Bo-kyung itu sangat tidak masuk akal baginya. Apa perempuan dihadapannya ini tidak sadar dengan hal yang akan dia hadapi jika rencana gilanya itu dijalankan?
Mengapa istrinya yang licik dan cerdik ini tiba-tiba menjadi lugu seperti ini? Hal ini membuatnya kesal.
"Maaf jika rencanaku membuat Anda marah, Jusang Jeonha. Saya rasa ucapan para bangsawan itu baik. Bukankah sebagai anak, kita wajib menghormati orang tua. Saya rasa ini juga bisa menjadi contoh kepada rakyat tentang pentingnya menghormati seorang Ibu. Lagipula Daebi Mama memang adalah Ratu. Dia adalah pendamping resmi Raja terdahulu," Yoon Bo-kyung memberi penjelasan tanpa bisa menyembunyikan kekesalannya. Dahinya berkerut.
Lee Hwon menghela nafas. Dia tahu sekarang mengapa Ibunya tidak memberi kabar mengenai kepulangannya dari Biara. Ibunya itu punya rencana besar yang memiliki makna besar. Tindakan ibunya itu akan benar-benar menghancurkan Yoon Bo-kyung.
Dia melihat Yoon Bo-kyung yang masih menunggu alasannya menolak.
"Terserah kepadamu," Lee Hwon akhirnya bicara. Yoon Bo-kyung tersenyum lebar.
"Terimakasih, Jusang Jeonha," Yoon Bo-kyung menjawab dengan ceria. Namun, keceriaannya itu malah membuat hati Lee Hwon sedih. Dia merasa ada yang salah dengan dirinya. Seharusnya dia tidak mempedulikan apa yang akan terjadi nanti. Seharusnya dia meneruskan sandiwaranya yang seolah telah menerima dan mencintai Yoon Bo-kyung.
Namun, mengapa dia semakin merasa bersalah hari demi hari?
***
Yoon Bo-kyung membuka jendela kamarnya dengan pelan. Dia menghirup udara lalu menghela nafas dalam-dalam. Dia tidak menyangka waktu dua minggu berlalu dengan cepat. Hari yang ditunggu telah tiba. Segala hal telah dipersiapkan dengan baik. Namun, tetap saja ada hal yang berjalan tidak sesuai dengan rencananya.
Siapa yang menyangka kalau Ibu Suri So-hye tidak bisa pulang ke Istana tepat waktu. Ibu Mertuanya itu beralasan kalau dia mendapat mimpi. Dalam mimpinya itu, dia mendapat petunjuk harus lebih lama berada di Biara. Oleh karena itu, Ibu Suri So-hye baru akan tiba siang ini di Istana.
Yoon Bo-kyung ingat betapa paniknya dia setelah mendapat berita dari ibu mertuanya itu. Akhirnya, dia mengutus beberapa dayang ke Biara untuk membawa pakaian yang dipersiapkannya untuk Ibu Suri So-hye dan Kim Suk Won yang menyertainya. Dia merubah sedikit konsep acaranya. Dia meminta tandu yang menjemput Ibu Suri So-Hye dan Kim Sukwon dihiasi dengan indah. Beberapa baris pengawal diminta untuk mengiringi. Sehingga rakyat bisa memberi hormat di jalan kepada Ibu Suri.
Dia membuat acara ulang tahun ibu metuanya itu menjadi lebih megah dari rancangan awalnya meskipun Lee Hwon marah. Dia ingat dua hari yang lalu Lee Hwon berteriak kepadanya saat Yoon Bo-kyung menceritakan rencananya. Setelah sekian tahun, Lee Hwon akhirnya marah lagi kepadanya bahkan sampai berteriak.
'Kamu sedang merayakan ulang tahun atau sedang menyambut Ratu baru?' Lee Hwon berteriak seperti itu seminggu yang lalu.
Yoon Bo-kyung memegang dadanya yang berdegup kencang. Entah mengapa, perkataan suaminya itu membuatnya menjadi tidak tenang. Namun, beberapa pejabat mengatakan tindakannya itu baik karena rasa hormatnya kepada Ibu Suri So-hye merupakan contoh baik kepada rakyat dalam menunjukkan rasa hormat kepada mertua. Ibu Suri Istana Jung-hui pun mengatakan hal sama. Dia memuji Yoon Bo-kyung.
Jika Nenek Raja saja setuju, berarti tindakannya ini benar, bukan?
Namun, mengapa dia merasa seperti telah melakukan kesalahan?
Yoon Bo-kyung menepis kecemasannya.
"Park Sanggung, tolong panggil para dayang untuk membantuku bersiap-siap!" Yoon Bo-kyung memberikan perintah kepada Park Sanggung yang berada di luar kamarnya.
"Baik, Jungjeon Mama," Park Sanggung menjawab. Segera setelah itu, rombongan kecil dayang masuk membawa pakaian dan perhiasan untuk Yoon Bo-kyung. Mereka dengan penuh semangat membantu Ratu mereka berpakaian.
Setelah berpakaian dan berhias diri. Yoon Bo-kyung pergi bersama rombongan Istana menuju Istana Jagyeonjeon. Dia akan memberi salam pagi kepada Ibu Suri Istana Jung Hui bersama dengan suaminya. Kemudian mereka akan menuju Aula yang dipersiapkan sebagai tempat perayaan ulang tahun itu pada saat rombongan Ibu Suri So-hye memasuki wilayah Ibu Kota. Mereka akan menunggu kedatangan Ibu Suri So-hye bersama-sama di Aula itu.
Tidak jauh dari Istana Jagyeonjeon, dia bertemu dengan rombongan Lee Hwon. Suaminya itu terlihat tidak senang. Yoon Bo-kyung yakin kalau suaminya tidak sepenuhnya setuju dengan rencananya. Namun, rencana itu pun dia lakukan untuk meningkatkan popularitas Lee Hwon. Jika rakyat melihat betapa besar kasih sayang Lee Hwon kepada ibudannya maka rakyat akan semakin kagum kepada Lee Hwon.
Jikalau kelak ada yang berniat melakukan pemberontakan dengan menggerakkan rakyat, rakyat akan berpikir dua kali. Mereka pasti akan mengingat kasih sayang Lee Hwon kepada ibunya. Seorang anak yang berbudi seharusnya memiliki sikap yang bijaksana juga, bukan? Hal itu tentu akan membuat rakyat enggan melakukan pemberotankan. Mereka tentu berpikir mengapa mereka harus memberontak jika raja mereka bijaksana?
Yoon Bo-kyung menghela nafas. Dia tidak peduli kalau Lee Hwon merengut sepanjang hari. Di hari-hari yang akan datang, suaminya itu pasti akan merasa kalau keputusannya hari ini memiliki dampak baik bagi pemerintahannya.
"Selamat pagi, Jusang Jeonha," Yoon Bo-kyung memberi hormat. Lee Hwon mendekatinya dan menggenggam tangannya erat lalu melepasnya. Yoon Bo-kyung tidak mengerti maksud tindakan Lee Hwon. Dia hanya menebak kalau suaminya itu sedang menyemangatinya. Pikiran itu membuatnya senang. Dia berjalan beriringan dengan suaminya dengan hati yang ringan.
Sesampai di Istana Jagyeonjeon, dia dan suaminya memberi salam kepada Ibu Suri Jung Hui.
Nenek Raja terlihat ceria. Mereka membicarakan banyak hal. Sesekali Ibu Suri Jung Hui tertawa. Demikian juga, Yoon Bo-kyung. Hanya Lee Hwon yang lebih banyak diam. Dan tersenyum sekilas saja. Yoon Bo-kyung merasa heran dengan sikap suaminya itu. Namun, dia memilih untuk menyimpannya di dalam hatinya.
Saat mereka sedang berbincang-bincang. Seorang dayang masuk dan berbisik kepada Sanggung di Istana Jagyeonjeon. Jeong Sanggung menyela pembicaraan itu dengan hati-hati.
"Maafkan saya menyela pembicaraan, Wang Daebi Mama. Saya ingin menyampaikan kalau Daebi Mama telah tiba di Ibu Kota dan dalam perjalanan menuju Istana," Jeong Sanggung berkata dengan wajah ceria. Ibu Suri Istana Jung Hui menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
"Sepertinya kita sudah bisa berangkat menuju tempat acara itu dilangsungkan," Ibu Suri Jung Hui berkata dengan ceria.
"Iya, Wang Daebi Mama," Yoon Bo-kyung setuju. Maka mereka pun berangkat menuju Aula. Lee Hwon berjalan paling depan beserta rombongannya. Banyak pejabat telah hadir beserta istri mereka di tempat duduk yang telah ditentukan untuk mereka. Mereka yang hadir tidak lama menunggu. Rombongan Ibu Suri So-hye tiba dengan cepat.
Suara serunai dan gendang ditabuh terdengar riuh. Semakin riuh suaranya artinya semakin dekat rombongan Ibu Suri So-hye tiba. Namun, setelah Ibu Suri So-hye masuk ke aula. Suasana menjadi tidak tenang. Meski serunai dan gendang tetap ditabuh. Para pejabat dan istri beubah menjadi tidak tertib, mereka saling berbisik.
Yoon Bo-kyung memperhatikan suasana itu dengan heran. Barulah setelah Ibu Suri So-hye duduk di tempat yang diatur dan Kim Suk-Won yang berjalan selangkah di belakangnya pun telah duduk, Yoon Bo-kyung memahami situasi yang sedang dia hadapi.
Apa yang dia dambakan, lebih dulu didapat wanita itu. Dadanya seperti dihujam pisau.
Kim Sukwon. Perempuan itu kini sedang hamil.
Yoon Bo-kyung merasa jantungnya berdegup tidak normal. Dia melihat ke arah tempat duduk dimana ayahnya duduk bersama ibunya. Ayahnya itu tersenyum sinis. Tatapan matanya seakan mentertawakannya. Ibunya terlihat gugup.
Yoon Bo-kyung menatap suaminya yang mengulurkan tangannya kepadanya. Wajahnya yang terlihat biasa saja membuatnya menyadari satu hal kalau laki-laki di hadapan ya ini sudah tahu.
Lee Hwon tahu kalau Kim Sukwon sedang mengandung saat keluar dari Istana. Jika tidak tahu, tentu dia akan sama terkejutnya dengan dirinya Lalu kenapa laki-laki ini menyembunyikan kejadian ini darinya?
Dia merasa dikhianati.
Dia marah.
Namun, dia menahan dirinya.
Dia menahan air matanya untuk tidak runtuh. Dia menerima uluran tangan itu lalu berjalan menghadap Ibu Suri So-hye.
Yoon Bo-kyung memaksakan dirinya tersenyum.
Dia dan suaminya bersama-sama memberi hormat kepada Ibu Suri So-hye.
Setelah hormat diberikan, Yoon Bo-kyung bisa melihat tatapan Ibu Suri So-hye yang seakan sedang mengejeknya.
Dia menatap Selir Sukwon yang juga tersenyum dengan angkuh kepadanya.
Dia dan Lee Hwon pun kembali ke tempat mereka masing-masing.
Yoon Bo-kyung yakin kalau para pejabat yang hadir sedang mengkritisinya. Mereka tentu sedang berpikir kalau Yoon Bo-kyung sengaja menyuruh Kim Sukwon pergi menemani Ibu Suri So-hye untuk menyiksanya. Perjalanan ke Biara itu sulit. Hidup disana pun seperti pengasingan. Seorang Ibu yang hamil muda bisa keguguran di jalan menuju Biara.
Selain itu, sebagian dari mereka mungkin sedang mentertawakannya. Mentertawakan dirinya yang tidak tahu kalau Kim Sukwon sedang hamil saat pergi ke Biara. Pemikiran itu jelas terlihat di tatapan wajah ayahnya yang seakan sedang menghinanya. Terlihat di tatapan Ibu Suri So-hye yang ternyata tidak pernah menerimanya. Terlihat juga di tatapan suaminya.
Semua itu sangat menyakiti hatinya.
Dia tiba-tiba merasa kalau dia hanya sendirian di dunia ini.
Semua seakan menjadi gelap.
"Kuatkan hatimu," suara itu terdengar dari jauh. Yoon Bo-kyung mengingat anak kecil itu yang selalu hadir di alam bawah sadarnya. Kesadaran Yoon Bo-kyung kembali dengan cepat. Dia tidak boleh terlihat hancur hari ini.
Tatapan mata Yoon Bo-kyung turun ke perut Kim Sukwon.
Yoon Bo-kyung memaksakan dirinya tersenyum. Sebelum semua orang bicara, dia harus bicara lebih dulu. Sekalipun dia sendiri baru tahu hari ini. Untuk menjaga harga dirinya, dia yang harus bicara lebih dulu. Sekalipun dia bertindak tidak sopan pada hari ini, dia tidak peduli.
Akan tetapi, apa yang harus dia katakan?
'Bicara saja!' suara hatinya berseru. Yoon Bo-kyung pun berdiri.
"Maafkan saya Wang Daebi Mama. Maafkan saya Jusang Jeonha. Saya telah melakukan kesalahan. Namun, saya terpaksa melakukan ini demi keselamatan calon penerus Raja," Yoon Bo-kyung memecah suasana dengan teriakannya. Kata demi kata mengalir begitu saja dari bibirnya tanpa dia pikirkan lebih dulu.
Suasana pesta yang meriah itu pun tiba-tiba menjadi senyap. Para pejabat dan istrinya yang tidak tertib menjadi tertib seketika. Tatapan mereka tertuju kepada Yoon Bo-kyung.
"Sebenarnya Kim Sukwon sedang mengandung penerus Raja saat dia pergi menemani Daebi Mama. Saya terpaksa mengirimnya menemani Daebi Mama meskipun tahu kondisinya. Hal itu dikarenakan saya bermimpi buruk kalau kegelapan berusaha menyerang kandungan Kim Sukwon. Saya berpikir kalau Biara adalah tempat yang aman menghindarkan seseorang dari hal buruk yang tidak terlihat," Yoon Bo-kyung bicara dengan lantang. Dia berusaha tidak gugup saat bicara supaya penyataan karangannya itu terdengar meyakinkan.
Dia menatap ayahnya yang seperti menahan tawa.
Dia tidak akan kalah.
"Saya dan Daebi Mama sendiri yang merencanakan ini semua. Saya sengaja membuat pesta yang meriah bukan saja untuk Daebi Mama, tetapi juga untuk calon penerus Raja ini," Yoon Bo-kyung terus berkata tanpa berpikir panjang. Semua begitu saja mengalir keluar dari mulutnya.
Entah benar. Entah salah. Dia tidak mau memikirkan akibat perkataan yang telah terucap.
Ibu Suri So-hye seketika kehilangan senyumannya. Seakan tahu tindakan Yoon Bo-kyung selanjutnya. Sikap mertuanya itu membuat Yoon Bo-kyung semakin berani berkata-kata. Reaksi mertuanya itu membuatnya yain kalau dia berada di jalur yang benar.
"Karena itu, hari ini aku meminta semua orang di tempat ini juga ikut mendoakan penerus Raja yang berada dalam kandungan Kim Sukwon. Juga mendoakan Daebi Mama diberikan berkah umur yang panjang menyaksikan penerus Raja tumbuh besar di Istana Timur," Yoon Bo-kyung berkata dengan lebih berani lagi.
Tidak peduli kalau pernyataannya ini keterlaluan. Dia dengan sengaja telah menyatakan kalau bayi yang akan dilahirkan oleh Kim Sukwon akan menjadi penerus Lee Hwon. Entah mengapa, Yoon Bo-kyung yakin kalau anak yang akan dilahirkan Selir itu adalah anak laki-laki.
Dia bicara sambil menatap Lee Hwon dengan berani.
"Saya akan menjadi Ibu bagi calon penerus Raja itu," Yoon Bo-kyung mengucapkan kalimat terakhirnya dengan tatapan yang menantang ke Lee Hwon.
Semua orang terkejut dan tidak tahu harus bereaksi apa. Suara tawa terdengar dari rombongan ayahnya. Saat Yoon Bo-kyung menoleh, tawa itu hilang.
"Kami akan berdoa untuk Daebi Mama dan calon penerus Jusang Jeonha. Semoga panjang umur. Manse! Manse! Manse!" Perdana Menteri Yoon berkata dan diikuti dengan patuh oleh semua pejabat yang hadir.
Sebenarnya ini kekacauan dan melanggar banyak aturan Istana.
Namun, Yoon Bo-kyung bertindak seakan semuanya adalah hal yang wajar. Dia pun duduk di tempat duduknya dengan tenang. Seakan tidak ada yang aneh.
***
"Saya akan menjadi Ibu bagi calon penerus Raja itu," perkataan Yoon Bo-kyung seperti petir bagi Lee Hwon. Dia menatap istrinya yang berdiri dan berbicara dengan gagah berani itu. Perempuan itu tidak telihat gugup. Seakan tahu kalau semua akan terjadi seperti saat ini.
Bahkan, dia tidak menyangka kalau Yoon Bo-kyung langsung mengatakan kalau dia akan menjadi Ibu dari anak yang sedang dikandung oleh Heo Yeon Woo. Dengan kata lain, anak itu diterima sebagai penerusnya.
Ingatannya pun kembali ke masa lalu. Di masa mereka memulai kesepakatan kalau mereka akan bekerjasama menjatuhkan Perdana Menteri Yoon. Yoon Bo-kyung berkata kalau dia bisa mengangkat anak Selir sebagai anaknya. Karena yang akan menjadi penerus tahta harus anaknya. Dengan begitu, tahta Ratu akan tetap berada di tangannya.
Jadi inikah sikap asli Yoon Bo-kyung. Perempuan itu seakan sudah merancang semuanya jauh-jauh hari. Bahkan Perdana Menteri Yoon ikut membenarkan dengan mengajak semua orang memberi hormat kepada anak yang bahkan belum lahir.
Apakah Yoon Bo-kyung diam-diam sudah mengetahui kehamilan itu? Jika iya, sudah sejauh apa perempuan itu tahu? Apakah dia juga bekerjasama dengan ayahnya lagi? Ataukah selama ini keduanya menipunya?
Lee Hwon menyesal telah merasa kasihan.
Dia akan membuat perhitungan jika dugaannya benar. Dia akan menjatuhkan tahta Ratu itu dengan tangannya sendiri.
Dear Pembaca,
Stay Save. Maaf untuk part yang lama.Terimakasih untuk dukungan kalian. Maaf belum bisa balas komen.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top