DUA PERTEMUAN (BAGIAN SATU)
Seorang perempuan muda sedang menyulam bunga pada sebuah kain berwarna merah muda. Wajahnya terlihat sangat serius sehingga orang yang baru masuk ke dalam ruangannya terlihat ragu untuk berbicara dengannya. Saat benang yang dia pakai habis, dia menatap ke arah pintu masuk ruangan tempatnya duduk. Menatap perempuan yang baru masuk ke ruangannya.
"Sanggung, Jungjeon Mama akan datang," ucap perempuan muda yang baru masuk itu. Perempuan yang dipanggil dengan sebutan Sanggung itu tidak bergeming. Perempuan itu menatap hasil sulamannya. Tiba-tiba dia meremas kain yang telah dia sulam.
"Apakah Anda tidak apa-apa, Sanggung?" ucap perempuan muda yang baru masuk itu dengan nada suara menyiratkan rasa khawatir.
"So-hee, akhirnya hari ini aku akan bertemu dengan perempuan yang telah mengambil segalanya dariku," ucap perempuan itu.
"Dia mengambil segalanya dariku. Abeoji, Eomoni, dan Orabeoni meninggal karena dia dan keluarganya. Dia juga membuatku harus melupakan namaku yang sebenarnya," ucap perempuan itu. Saat berkata-kata, wajah-wajah orang yang dicintainya melintas di dalam benaknya. Dia pun memegang dadanya yahg terasa nyeri.
"Namaku Yeon Woo, tetapi perempuan itu membuatku memakai nama Wol. Dia juga mengambil orang yang sangat aku cintai. ," lanjut Yeon Woo dan air mata menetes satu demi satu di pipinya yang putih. So-hee mendekati Wol dan memegang tangannya lembut.
"Sanggung, bersabarlah. Sekalipun perempuan itu berada di samping Jusang Jeonha, hati Jusang Jeonha hanya untuk Anda," ucap So-hee dengan suara bergetar. Yeon Woo menghela nafasnya dan menyeka air matanya yang jatuh.
"Kamu benar. Setidaknya hati Jusang Jeonha hanya untukku. Aku harus bersabar sampai semua kembali ke posisinya masing-masing," ucap Yeon Woo dan pikirannya melambung ke saat dia bertemu dengan Ibu Suri So-hye dimana sang Ibu Suri berjanji untuk memberikan keadilan untuknya dan keluarganya.
"So-hee, bantu aku bersiap-siap. Aku harus mengenakan pakaian terbaikku saat bertemu dengannya sehingga dia merasa aku hormati," ucap Yeon Woo dengan suara yang sedikit bergetar.
"Baik, Sanggung," ucap So-hee dan berjalan mundur menuju pintu.
"Terimakasih So-hee karena kamu tetap mendampingiku dalam segala situasi yang kualami bahkan di saat situasi yang paling buruk sekalipun, kamu tidak meninggalkanku," ucap Yeon Woo membuat So-hee berhenti sejenak lalu menatap Yeon Woo dengan senyum di wajahnya dan menganggukkan kepalannya.
Yeon Woo berbalik dan berjalan menuju lemari kecil yang berada di ruangannya. Mengeluarkan cincin garakji milik ibunya dari kantong kain berwarna kuning yang dia letakkan di laci rahasia di belakang lemari kecil itu. Menatap garakji itu, dia ingat bagaimana ibunya berusaha menyelematkannya saat segerombolan pembunuh menyerang keluarganya. Ibunya memaksanya bersembunyi disebuah gua lalu dia keluar memancing para perampok itu pergi.
Saat itu Yeon Woo juga terluka di bagian kepalanya. Tidak punya tenaga untuk menyusul ibunya. Dia tidak sadarkan diri disana karena lukanya. Lalu saat terbangun, dia melihat So-hee yang menangis terisak-isak.
So-hee adalah pelayan keluarganya yang dirawat keluarganya sejak balita di rumahnya. Saat keluarganya dijatuhi hukuman pengasingan atas tuduhan boneka sihir dan pengkhianatan, ayahnya menitipkan So-hee kepada temannya karena So-hee tidak tercatat sebagai anggota keluarga ataupun pelayan keluarga Heo sehingga tidak ikut dihukum ke pengasingan. So-hee kabur dari rumah teman ayahnya setelah mendengar keluarga Heo diserang perampok. So-hee juga lah yang menemukannya di gua kecil itu dan merawatnya.
Yeon Woo ingat masa kelam itu. Cukup lama dia mengalami hilang ingatan karena trauma dan luka di kepalanya. So-hee tetap setia mendampinginya dan merawatnya di masa yang buruk itu. Syukurlah Ibu Suri So-hye tidak melupakannya. Ibu Suri So-hye mencari Yeon Woo dengan diam-diam dan setelah menemukannya, Ibu dari orang yang dicintainya itu membantu pengobatannya. Bahkan Ibu Suri So-hye mengambil resiko besar dengan membantunya kembali ke Istana.
Hari ini, Yeon Woo akan menemui anak dari musuh ayahnya. Dia akan bertemu dengan perempuan yang pernah dia percayai. Perempuan yang dia anggap sebagi teman. Perempuan yang dia duga sebagai orang yang meletakkan boneka sihir di kediamannya. Perempuan itu, Yoon Bo-kyung, akan datang menemuinya.
Yeon Woo memegang dadanya yang terasa nyeri.
"Abeoji, Eomoni, Orabeoni, bersabarlah! Aku akan menegakkan keadilan untuk kalian. Bersabarlah!" ucap Yeon Woo lirih sambil memukul dadanya perlahan secara berulang-ulang.
***
"Semoga Jungjeon Mama diberi umur yang panjang," ucap seorang perempuan dalam posisi hormat kepada Yoon Bo-kyung.
Yoon Bo-kyung menatap perempuan yang sedang memberi hormat kepadanya dengan takzim. Perempuan itu menundukkan kepalanya sampai ke tanah. Tubuhnya sedikit bergetar. Membuat Yoon Bo-kyung merasa kalau perempuan yang ada di hadapannya ini takut kepadanya. Yoon Bo-kyung menghela nafas. Sekalipun dadanya terasa sesak, dia harus terlihat tenang menghadapi perempuan yang disukai suaminya ini.
"Perempuan ini adalah perempuan yang dicintai oleh Jusang Jeonha. Hatiku terasa sakit. Namun, aku harus menahannya," ucap Yoon Bo-kyung di dalam hati. Tangannya memegang dadanya sekilas untuk menenangkan diri. Wajahnya tetap tersenyum.
"Terimakasih. Bangunlah!" ucap Yoon Bo-kyung dan saat perempuan di hadapannya itu mengadah, dada Yoon Bo-kyung terasa di tusuk oleh sebilah pisau yang tajam. Yoon Bo-kyung nyaris tidak bisa menguasai emosinya. Dia meremas chima yang dikenakannya. Berusaha menenangkan dirinya secepat mungkin.
"Yeon Woo, kah? Tidak mungkin. Yeon Woo sudah meninggal. Abeoji sendiri yang mengatakannya kepadaku," ucap Yoon Bo-kyung di dalam hati. Dadanya terasa sesak.
"Saya merasa sangat terharu karena Jungjeon Mama memperhatikan saya dan datang mengunjungi saya padahal saya hanya seorang Sanggung biasa. Seharusnya saya lah yang menemui Anda untuk memberi salam hormat," ucap Wol dengan suara yang gagap. Yoon Bo-kyung yang belum bisa mengatasi keterkejutannya tadi hanya menjawab dengan sekilas senyuman.
"Silahkan masuk, Jungjeon Mama," ucap Wol dan Yoon Bo-kyung masuk sambil mengamati kediaman Wol. Dia menatap ke langit-langit dan dinding dari kediaman itu. Perasaannya masih belum tenang sehingga enggan bicara.
"Silahkan, Jungjeon Mama," ucap Wol lagi dan Yoon Bo-kyung melihat tempat yang dipersiapkan oleh Wol supaya dia bisa duduk. Yoon Bo-kyung pun duduk di tempat yang disediakan. Wol pun duduk setelah Yoon Bo-kyung duduk.
"Saya membuat banyak peganan untuk Anda, Jungjeon Mama. Apakah Anda mau mencicipinya?" tanya Wol dan Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya. Wol pun memberi aba-aba kepada pelayannya yang berada di ruangan itu. Pelayannya menurut dan segera keluar dari ruangan mereka. Tidak lama, peganan kecil dan minuman disajikan.
"Namamu, Wol?" tanya Yoon Bo-kyung setelah berhasil menguasai dirinya. Perempuan itu menganggukkan kepalanya.
"Iya, Jungjeon Mama," jawab Wol dengan suara lirih. Yoon Bo-kyung menghela nafas lagi dan memaksa diri untuk tersenyum.
Perlahan Yoon Bo-kyung mengamati wajah perempuan yang berada dihadapannya. Setelah mengamatinya beberapa saat, Yoon Bo-kyung mengadari kalau melihat Wol secara sekilas saja, Wol akan terlihat mirip dengan Yeon Woo. Namun, Yoon Bo-kyung bisa melihat perbedaan mereka setelah mengamati sebentar. Yeon Woo tidak memiliki tahi lalat di wajahnya. Sedangkan perempuan di hadapannya ini memiliki beberapa tahi lalat di wajahnya.
Yoon Bo-kyung menghembuskan nafas panjang dari hidungnya dan mulutnya tetap tersenyum. Perasaannya semakin tenang sekarang. Sungguh, sesaat tadi dia mengira telah bertemu dengan perempuan yang dia khianati bertahun-tahun yang lalu. Hal itulah yang membuatnya sesaat tadi merasa jantungnya ditusuk pisau. Namun, kini dia sudah bisa menguasai perasaannya dan yakin kalau perempuan yang berada di hadapannya bukan Yeon Woo.
"Benarkah kamu anak seorang Yangban yang tinggal di pegunungan?" tanya Yoon Bo-kyung dengan suara yang tenang karena berhasil mengatasi perasaannya yang bergolak tadi.
"Iya Jungjeon Mama. Sebenarnya Abeoji adalah Jungnin)*. Dia lahir dari Selir. Namun, penerus sah meninggal sebelum berkeluarga sehingga Abeoji menggantikannya," ucap Wol dan terlihat tidak nyaman saat menceritakan latar belakang keluarganya. Yoon Bo-kyung menduga kalau Wol merasa malu menceritakan latar belakang keluarganya.
[ )*Jungin : kelas masyarakat dibawah yangban, di atas sangmin (orang biasa). Anak Selir dari Yangban biasanya digolongkan dalam kelas ini ]
"Orabeoni dan Tuan Choi sudah memeriksa latar belakangnya dan yakin kalau Wol adalah anak Yangban miskin yang tinggal di desa terpencil. Seharusnya aku tidak seterkejut tadi," ucap Yoon Bo-kyung di dalam hati.
"Apa pekerjaan Ayahmu? Melayani di bidang apa? Apakah dia seorang sarjana?" tanya Yoon Bo-kyung. Sekalipun sudah tahu jawabannya, dia ingin mendengarnya langsung.
"Abeoji adalah sarjana dengan nilai terendah, Jungjeon Mama. Abeoji tidak bekerja di bidang pemerintahan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Abeoji membuat salinan buku dan mendapat upah dari pekerjaan itu. Saya mengirim gaji saya juga untuk membantunya ," ucap Wol dan tersenyum kaku.
"Apakah Anda suka teh bunga krisan, Jungjeon Mama," ucap Wol dengan suara yang terbata-bata. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalannya dan tersenyum tipis. Wol menganggukkan kepalanya dan tersenyum seakan dia senang, tetapi tetap gugup saat menuangkan teh. Tangannya bahkan gemetaran.
"Bagaimana kamu bertemu dengan Jusang Jeonha? Aku terkejut karena tiba-tiba saja Jusang Jeonha mengambil seorang perempuan untuk menghabiskan malam dengannya," ucap Yoon Bo-kyung, tetapi hatinya terasa sakit ketika mengatakannya. Sekalipun itu seperti duri bagi dagingnya, dia ingin tahu alasan Lee Hwon mencintai perempuan di hadapannya ini.
"Maafkan saya, Jungjeon Mama. Saya hanyalah dayang biasa yang bekerja di divisi pakaian Jusang Jeonha. Saya sekali itu saja mengantar pakaiannya. Lalu saya dipanggil dan dipersiapkan di kediaman ini," ucap Wol dengan terbata-bata. Yoon Bo-kyung menatapnya tajam. Hatinya terasa sakit mendengarnya. Bertahun-tahun, dia menjadi pendamping suaminya tetapi tidak bisa mendapatkan cintanya. Namun, perempuan di hadapannya ini hanya butuh waktu satu hari untuk mendapatkan cinta dari suaminya.
"Hanya sekali saja bertemu, tetapi Jusang Jeonha menyukaimu?" tanya Yoon Bo-kyung dan Wol menatapnya dengan wajah yang pucat. Hati Yoon Bo-kyung terasa remuk saat bertanya. Mulutnya seketika terasa pahit setelah mengucapkannya. Diambilnya cawan berisi teh dan meminum isinya untuk mengurangi rasa pahit di lidahnya.
"Jusang Jeonha berkata kalau saya mirip seseorang yang dia kenal," jawab Wol dengan suara yang lirih dan Yoon Bo-kyung menatapnya tajam.
"Mungkin karena itulah Jusang Jeonha memilih saya," lanjut Wol dan menundukkan kepalanya. Yoon Bo-kyung terdiam. Mendengar perkataan Wol, dia mengerti alasan suaminya memilih perempuan yang berada di hadapannya ini.
"Jusang Jeonha berkata kalau kamu mirip dengan seseorang yang dia kenal?" Yoon Bo-kyung mengulang perkataan Wol dan Wol menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Saya ada di pihak Anda, Jungjeon Mama. Sungguh! Saya tidak sekalipun berniat menggoda Jusang Jeonha," ucap Wol tiba-tiba sambil menggenggam tangan Yoon Bo-kyung. Wol menatapnya dengan mata yang sendu membuat Yoon Bo-kyung tidak nyaman.
"Sebenarnya saya hanya ingin hidup damai dan berkarir sebagai dayang sampai mencapai posisi Sanggung yang membawahi sebuah divisi di Istana Dalam untuk meningkatkan derajat keluarga saya. Saya justru merasa takut berada di Istana ini dalam posisi saya saat ini," ucap Wol dan terdengar bersungguh-sungguh.
"Saya takut, Jungjeon Mama. Namun, saya tidak mungkin menolak Jusang Jeonha," ucap Wol lagi. Yoon Bo-kyung menatap kedua bola mata Wol. Kemudian perlahan melepas tangan Wol yang menggenggamnya.
"Sanggung, saat ini aku memilih untuk mempercayai kata-katamu. Selama kamu tidak melawanku, aku akan menjaga keselamatanmu," ucap Yoon Bo-kyung dan Wol menganggukkan kepalanya.
"Terimakasih untuk kemurah-hatian Jungjeon Mama untuk saya. Seumur hidup, saya tidak akan bisa membalasnya," ucap Wol dengan mata berkaca-kaca.
"Aku telah memutuskan untuk mengangkatmu menjadi Selir," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara yang terdengar tenang, tetapi dadanya terasa nyeri setelah mengatakannya.
"Benarkah, Jungjeon Mama? Saya merasa tersanjung. Terimakasih untuk kemurah-hatian Anda. Semoga Anda panjang umur," ucap Wol sambil memberi hormat dan Yoon Bo-kyung menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.
"Jangan merasa senang dulu, Sanggung. Sejak hari pengangkatanmu di Musim Semi nanti, akan ada banyak perubahan terjadi di dalam hidupmu. Akan banyak yang datang dan menawarkan bantuan kepadamu. Banyak juga yang akan memberikan janji kepadamu. Namun, jika kamu menuruti mereka untuk mengkhianatiku, aku akan menghancurkanmu," ucap Yoon Bo-kyung tegas. Dia harus berkata kejam untuk membuat Wol tahu posisinya dan tidak mencoba mengkhianatinya.
"Aku harus tetap menjadi Ratu sampai Jusang Jeonha memerintah di atas tahtanya dengan tenang," ucap Yoon Bo-kyung di dalam hati. Dia tidak mau Wol ikut terlibat dalam politik Istana sehingga menganggu Yoon Bo-kyung mencapai tujuannya.
"Saya akan mengingatnya, Jungjeon Mama," ucap Wol dengan suara yang tenang.
"Aku suka dengan teh dan peganan yang kamu sajikan, Sanggung. Kelak aku berharap kamu akan sering membawakan teh dan peganan yang sama ke kediamanku," ucap Yoon Bo-kyung dan secara samar berkata kalau Wol harus melapor kepadanya dalam bentuk kunjungan. Wol menganggukkan kepalanya.
"Saya akan membawa teh dan peganan yang lebih enak untuk Anda, Jungjeon Mama," ucap Wol dan Yoon Bo-kyung segera berdiri dari duduknya.
"Aku pergi," ucap Yoon Bo-kyung dan Wol ikut berdiri. Perempuan yang mirip dengan Yeon Woo itu mengantar Yoon Bo-kyung sampai ke gerbang kediamannya dan memberi hormat kepada Yoon Bo-kyung di depan gerbang. Yoon Bo-kyung dan rombongannya pun pergi dari area itu.
"Park Sanggung," ucap Wol dan dayang senior yang semula berjalan di belakangnya itu menyusul Yoon Bo-kyung. Mereka berjalan bersejajaran.
"Iya, Jungjeon Mama,"
"Urus semua persiapan untuk pengangkatan Sanggung itu dengan sebaik mungkin!" ucap Yoon Bo-kyung.
"Iya, Jungjeon Mama,"
"Park Sanggung, apakah kamu pernah bertemu dengan Almarhum Sejabin Mama?" tanya Yoon Bo-kyung dan Park Sanggung menganggukkan kepalanya.
"Saya pernah bertemu dengannya beberapa kali, Jungjeon Mama," jawab Park Sanggung.
"Apakah menurutmu Sanggung Istimewa itu memiliki kemiripan dengan Alamarhum Sejabin Mama?" tanya Yoon Bo-kyung dan Park Sanggung menelengkan kepalanya sejenak. Keningnya berkerut.
"Saya tidak yakin, Jungjeon Mama. Saat saya bertemu Sejabin Mama dulu, dia masih remaja. Saya tidak bisa membayangkan perubahan wajahnya setelah menjadi perempuan dewasa. Saya tidak merasa mereka mirip," ucap Park Sanggung dengan wajah serius.
"Aku merasa Sanggung Istimewa itu memiliki kemiripan dengan Sejabin Mama. Coba kamu ingat-ingat," ucap Yoon Bo-kyung dan Park Sanggung mengerutkan keningnya lagi. Terlihat berpikir keras.
"Karena Anda berkata begitu, saya memikirkannya baik-baik. Anda benar, sekilas Sanggung Istimewa itu memiliki kemiripan dengan Sejabin Mama. Sekilas saja," ucap Park Sanggung.
"Mungkin orang yang jarang bertemu dengan Sejabin Mama akan berkata yang sama denganmu, Park Sanggung. Namun, aku sering bertemu dengan Sejabin Mama. Aku merasa mereka memiliki kemiripan di awal pertemuan tadi. Aku sangat terkejut, tetapi aku sadar kalau kemiripan mereka hanya sekilas saja," ucap Yoon Bo-kyung dan menghela nafasnya.
"Aku mengerti sekarang mengapa Jusang Jeonha tertarik kepada Sanggung Istimewa itu. Mereka memiliki kemiripan," ucap Yoon Bo-kyung lalu mengadah ke langit sejenak kemudian menatap Park Sanggung lagi.
"Selamanya bagi Jusang Jeonha hanya ada Sejabin Mama. Bahkan perempuan yang mirip dengan Sejabin Mama pun dengan mudah bisa menarik hati Jusang Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung.
"Aku semakin yakin kalau aku tidak akan pernah ada di hati Jusang Jeonha. Aku memang harus menyerah untuk mendapatkan cintanya," ucap Yoon Bo-kyung dengan lirih dan melangkahkan kakinya dengan perlahan.
***
"Sanggung," ucap So-hee kepada Yeon Woo setelah rombongan Yoon Bo-kyung tidak terlihat lagi.
"So-hee, bagaimana penampilanku tadi? Apakah terlihat meyakinkan sebagai perempuan polos dan naif?" tanya Yeon Woo kepada pelayannya. So-hee menganggukkan kepalanya.
"Saya sendiri terkejut. Saya pikir Anda adalah orang lain,"
"Aku akan melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan kepadaku. Aku akan membuatnya percaya kepadaku dan menjatuhkannya pada waktu yang tepat," ucap Yeon Woo.
"Waktu yang tepat?"
"Benar, So-hee. Saat ini kita harus berhati-hati dan berlaku seolah-olah kita adalah pengkikutnya. Setelah Jusang Jeonha berhasil menegakkan tahtanya, kita akan menurunkan perempuan itu dari tahta bulan. Akan aku pastikan dia kehilangan segalanya seperti aku kehilangan segalanya," ucap Yeon Woo dengan suara yang lirih tetapi bersungguh-sungguh.
"Saya akan mendukung Anda, Mama," ucap So-hee dengan sungguh-sungguh.
***
Sumatera Utara, 3 Oktober 2018
Terimakasih untuk dukungannya. Lanjut ke part selanjutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top