DUA PERTEMUAN (BAGIAN DUA)

Lee Hwon mengangkat kedua tangannya keatas lalu menggerakkan pinggangnya ke kiri dan kanan. Setelah itu dia memutar kepalanya beberapa kali. Seluruh tubuhnya yang kaku karena terus duduk di tengah pertemuan Dewan Istana akhirnya lebih nyaman setelah melakukan perenggangan.

Pertemuan kali ini berlangsung lebih lama dari biasanya. Kubu yang berada dipihak Perdana Menteri Yoon dan kubu yang berada di pihaknya terus beradu argumen. Terkadang argumen mereka melenceng dari topik dan menyeret masalah pribadi. Pertengkaran terjadi dan beberapa kali Lee Hwon harus berteriak suapaya mereka kembali fokus kepada topik bahasan mereka. Setelah pertemuan selesai, Lee Hwon langsung kembali ke kediamannya ini.

"Jusang Jeonha, air panas telah tersedia untuk Anda," ucap Kasim Go dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Dia segera menuju tempat untuk membersihkan diri. Cukup lama dia berendam di dalam bak air yang dicampur dengan rempah untuk merilekskan tubuh. Pikirannya lebih tenang saat berendam dan membuatnya mengevaluasi apa yang terjadi di pertemuan dewasa tadi. Membuatnya ingat dengan keluhan mertuanya.

"Aku heran mengapa Jungjeon tidak bicara lebih dulu kepadaku tentang pengangkatan Selir ini," gumam Lee Hwon sambil menepuk air berendamnya beberapa kali.

"Mengapa Perdana Menteri Yoon mengungkapkan masalah pengangkatan Selir di pertemuan Dewan Istana? Mengapa dia tidak melarang putrinya sendiri kalau sudah tahu putrinya akan mengangkat Selir untukku?" tanya Lee Hwon lagi dan mengadahkan kepalanya lalu menatap langit-langit ruangannya berendam.

"Mungkin Rubah tua itu berharap kalau aku akan mengatakan berita itu bohong di tengah pertemuan Dewan sehingga seluruh anggota Dewan Istana merasa kalau dia sebagai ayah Ratu punya posisi terkuat,"

"Ataukah dia sudah meminta Jungjeon untuk tidak melakukannya tetapi perempuan itu melawannya?" tanya Lee Hwon lagi, tetapi segera dia menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Dia tidak mungkin melawan ayahnya secara terbuka. Bukankah Jungjeon berkata kalau dia akan membantuku diam-diam dan berusaha tampil tidak mencolok sehingga ayahnya menganggap dia ada di pihaknya?" jawan Lee Hwon sendiri. Dia pun menghela nafas.

"Sulit sekali memahami pikiran Rubah tua itu," guman Lee Hwon lagi.

Setelah puas berendam, Lee Hwon pun mengeringkan tubuhnya. Kemudian mengenakan pakaian berwarna putih. Diambilnya mantel yang diberikan oleh Kasim Go.

"Apakah kita akan ke kediaman Sanggung Istimewa, Jusang Jeonha?" tanya Kasim Go.

"Tidak, aku akan pergi ke kediaman Jungjeon," ucap Lee Hwon santai.

"Saya sudah mengabarkan ke Istana Gyetaejeon kalau Anda akankesnaa malam ini, tetapi tadi dayang dari Istana Gyetaejeon datang memberi informasi  kalau Jungjeon Mama sedang tidak sehat," tanya Kasim Go balik dan Lee Hwon menatapnya dengan kening berkerut.

"Dayang Gyetaejeon bilang begitu?" ulang Lee Hwon dan Kasim Go menganggukkan kepalanya.

"Aku akan tetap kesana," ucap Lee Hwon tegas.

"Jungjeon Mama bilang kalau dia sakit, Jusang Jeonha, jadi," Kasim Go mencoba menjelaskan, tetapi disela oleh Lee Hwon.

"Apa aku tidak boleh mengunjunginya kalau dia sakit?" tanya Lee Hwon.

"Maksud Jungjeon Mama," Kasim Go mencoba menjelaskan, tetapi sebelum selesai bicara disela lagi oleh Lee Hwon.

"Aku tahu. Dia berkata secara tidak langsung kalau dia menolak dikunjungi. Begitu, bukan maksudmu?" tanya Lee Hwon dan Kasim Go menganggukkan kepalanya pelan.

"Aku justru ingin tahu kenapa dia menolak aku kunjungi," ucap Lee Hwon dan Kasim Go menatap Lee Hwon dengan pandangan tidak mengerti.

"Cuaca di luar sangat dingin, Jusang Jeonha. Astrolog Istana berkata kalau salju mungkin akan turun malam ini," ucap Kasim Go.

"Itu semakin bagus," ucap Lee Hwon datar dan segera keluar dari ruangannya menuju pintu keluar,

"Jusang Jeonha, saya rasa sebaiknya Anda membiarkan Jungjeon Mama sendiri. Saya khawatir dia akan marah kalau Anda memaksa kesana,"

"Aku sudah terlalu sering melihatnya marah. Aku sudah bosan terus mengalah dengan kemarahannya," ucap Lee Hwon dan Kasim Go menghela nafas. Ketika Lee Hwon melangkah keluar dari Istana Gangyeonjeon, Kasim Go terpaksa mengikut. Kasim itu pun berlari mendahului Lee Hwon dan menerangi jalannya dengan lentera. Saat berjalan, salju telah turun perlahan.

Tidak lama bagi Lee Hwon untuk sampai di Istana Gyetaejeon. Dayang di Istana Gyetaejeon terkejut dengan kedatangan Lee Hwon. Kasim Go berteriak untuk mengumumkan kedatangan Lee Hwon. Tidak lama, Yoon Bo-kyung muncul di depan Istananya dan memberi salam hormat.

"Silahkan, Jusang Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung dan terlihat tidak nyaman dengan kedatangan Lee Hwon. Lee Hwon tersenyum sinis melihatnya. Jelas sekali kalau Yoon Bo-kyung tidak sakit. Wajahnya todak pucat bahkan terlihat segar dengan pipi yang sedikit bersemu merah.

"Apakah Anda sudah makan malam?" tanya Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menggelengkan kepalanya. Yoon Bo-kyung segera memberi aba-aba kepada Park Sanggung. Park Sanggung pun menganggukkan kepalanya. Dia keluar dan tidak lama, Han Sansik dan beberapa dayang muda dibawah pengawasannya menyajikan makan malam. Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung makan tanpa saling berbicara.

Setelah merasa kenyang, Lee Hwon menghentikan makannya dan meletakkan sumpit di samping mangkuk nasinya. Yoon Bo-kyung mengikuti. Tanpa aba-aba, para dayang di ruangan itu segera mengangkat meja makan mereka dan meletakkan meja dengan perangkat minum teh dan buah-buahan yang di potong di antara mereka berdua. Park Sanggung menepuk bahu Hwan Nari yang berada di dalam ruangan itu. Mereka berdua pun keluar dan meninggalkan Lee Hwon berdua saja dengan Yoon Bo-kyung.

"Hari ini pertemuan Dewan Istana benar-benar heboh. Aku heran dengan para politikus itu. Mereka sering bersikap seperti anak-anak yang berebut makanan kecil. Sekalipun tahu telah salah berbicara, tidak mau minta maaf. Jika merasa benar maka akan terus menyerang lawan mereka dengan membabi buta. Anak-anak bahkan lebih sopan dari mereka," Lee Hwon memulai pembicaraan.

"Mereka memang seperti itu," ucap Yoon Bo-kyung. Dia diam sejenak kemudain bicara lagi.

"Hal apakah yang membuat Jusang Jeonha ke sini? Apakah ada hal yang mengganggu pikiran Anda di pertemuan dewan Istana?" tanya Yoon Bo-kyung dengan santai seakan tidak ada  yang terjadi apa-apa diantara mereka.

"Di Pertemuan Dewan Istana pagi tadi Perdana Menteri Yoon berkata kalau kamu akan mengangkat Wol menjadi Selir. Apa itu benar, Jungjeon?" Lee Hwon menjawab dan balik bertanya.

"Iya, Jusang Jeonha," jawan Yoon Bo-kyung singkat.

"Ayahmu protes dan merasa kamu ditekan oleh Eomma Mama untuk mengangkat Selir. Namun, aku menjawab kalau kamu punya otoritas penuh di Istana Dalam," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung meminum teh yang disajikan.

"Itu jawaban yang tepat, Jusang Jeonha. Abeoji sengaja mengungkapkan hal itu di pertemuan Dewan Istana untuk melihat reaksi Anda. Sekarang dia yakin kalau aku sendiri yang memutuskan pengangkatan itu dan bukan atas tekanan Anda atau Daebi Mama," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon tersenyum. Dia mengangukkan kepalanya beberapa kali karena merasa bangga kepada dirinya sendiri.

"Jungjeon, mengapa kamu mengambil keputusan itu tanpa membicarakannya terlebih dahulu denganku?" tanya Lee Hwon.

"Anda bermalam dengannya tanpa membicarakannya dengan saya terlebih dahulu," balas Yoon Bo-kyung membuat senyum Lee Hwon hilang. Dia tidak menyangka kalau Yoon Bo-kyung akan terus mengungkit masalah yang sama. Setiap topik ini keluar, mereka berdua pasti bertengkar dan Lee Hwon disuruh pergi secara halus oleh istrinya itu. Namun, kali ini Lee Hwon mengeraskan hatinya dan bertekad untuk sabar menerima perlakuan istrinya itu.

"Bagaimana pun, aku berterimakasih kepadamu karena mengangkatnya menjadi Selir," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung mengambil sepotong buah dan memakannya. Setelah buah yang dimakannya habis dikunyah, istrinya itu menatap Lee Hwon tajam.

"Saya sudah menemui Sanggung Istimewa itu," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon merasa jantungnya sekejap seakan berhenti berdetak. Dia tidak menyangka istrinya akan menemui Yeon Woo secepat ini. Bukannya meminta Yeon Woo menemuinya, tetapi menemuinya secara langsung.

"Saya akhirnya tahu apa sihir yang dia pakai untuk memikat Anda," ucap Yoon Bo-kyung dan kata sihir membuat Lee Hwon marah.

"Jungjeon, jaga perkataanmu. Bukankah sudah aku peringatkan kalau kamu tidak boleh mengakatakan kata sihir. Itu tuduhan yang serius," ucap Lee Hwon tetapi Yoon Bo-kyung tersenyum sinis kemudian tertawa kecil sejenak. Membuat Lee Hwon sedikit salah tingkah.

"Aku bercanda. Dia mirip sekali dengan Sejabin Mama. Itulah sihirnya," ucap Yoon Bo-kyung dan ucapan istrinya itu membuat Lee Hwon panik di dalam hati. Namun, dia berusaha terlihat tenang. Hatinya cemas kalau Yoon Bo-kyung akan menemukan fakta yang sebenarnya kalau Wol adalah Yeon Woo.

"Memangnya kenapa kalau dia mirip dengan Yeon Woo?" tanya Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung tersenyum sinis.

"Wajah Anda pucat. Anda khawatir kalau saya akan melakukan hal buruk kepadanya?" ucap Yoon Bo-kyung.

"Kamu tidak akan melakukan hal yang buruk kepadanya, bukan? Aku tahu kalau kamu tidak menyukai Yeon Woo karena dia yang lolos dalam seleksi Sejabin dulu. Namun, kamu tidak boleh menyamakan Wol dengan Yeon Woo. Mereka berdua adalah orang yang berbeda," ucap Lee Hwon dan suaranya sedikit meninggi karena marah. Namun, Yoon Bo-kyung malah tertawa kecil.

"Saya tidak menyukai Almarhum Sejabin Mama? Saya tahu Anda pasti akan berkata begitu. Namun, menyakiti Sanggung Istimewa adalah pekerjaan yang akan membuang waktuku secara sia-sia," ucap Yoon Bo-kyung. Lee Hwon menghela nafas dan malu karena tidak bisa menguasai emosinya. Yoon Bo-kyung lagi-lagi berhasil mempermainkan emosinya.

"Saya tidak akan melawan Abeoji untuk mengangkatnya menjadi Selir jika saya ingin menyakitinya. Dengan menjadi Selir, banyak yang akan mendukung dan menjaganya. Terutama kubu yang membenci saya. Sebenarnya keputusan ini bisa merugikan saya, tetapi saya tetap melakukannya. Setelah mendengar ini, apakah Anda tetap menganggap saya akan menyakiti orang yang Anda sukai itu?" ucap Yoon Bo-kyung datar dan Lee Hwon tahu kalau kubu yang dikatakan Yoon Bo-kyung adalah kubu yang mendukung ibunya. Dalam hati dia merutuk dan memarahi dirinya sendiri karena lagi-lagi bicara dengan nada menuduh Yoon Bo-kyung.

"Kami satu aliansi sekarang. Seharusnya aku mengatur kata-kataku supaya tidak terdengar mencurigainya," keluh Lee Hwon didalam hati.

"Perdana Menteri Yoon melarangmu? Dia menemuimu secara langsung? Kapan?"

"Dia tidak menemuiku. Dia hanya mengirimkan surat melalui Orabeoni," ucap Yoon Bo-kyung datar. Lee Hwon menundukkan kepalanya sejenak.

"Mengapa dia tidak menemuimu secara langsung?" tanya Lee Hwon.

"Karena Abeoji menganggap itu bukan masalah yang besar untuknya," ucap Yoon Bo-kyung dan meminum tehnya. Jawaban Yoon Bo-kyung membuat Lee Hwon bingung. Apakah mertuanya itu tidak takut kalau Lee Hwon akan menyingkirkan putrinya setelah Wol ada.

"Namun, bukan berarti dia tidak mengawasi. Aku bahkan merasa dia akan melakukan hal yang tidak kita duga. Kita harus bersiap dan menjaga keselamatan Sanggung Istimewa itu juga," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Hatinya kini tenang karena Yoon Bo-kyung secara tidak langsung berkata kalau dia memperhatikan keselamatan Yeon Woo.

"Terimaksih karena kamu memperhatikan keselamatannya," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung tersenyum sinis, tetapi sorot matanya terlihat muram. Membuat Lee Hwon merasa telah salah bicara.

"Ini hanya kewajiban seorang Ratu dan seorang rekan," ucap Yoon Bo-kyung datar. Lee Hwon menghela nafas dan mengambil cawan. Meminum isinya dengan sekali teguk seakan minum soju. Namun, Yoon Bo-kyung tidak menuangkan teh lagi ke cawannya yang kosong. Seakan memberi tanda kalau istrinya itu ingin mengakhiri pertemuan mereka malam ini.

"Belakangan kita sering tidak bertemu. Bahkan saat mengucap salam pagi dan salam sore kepada Eomma Mama dan Halma Mama, kita tidak bertemu," ucap Lee Hwon sambil menuang tehnya sendiri lalu meminumnya setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Saya belakangan lama bangun sehingga terlambat mengucap salam pagi dan pekerjaan saya terlalu banyak sehingga terlambat mengucap salam sore," ucap Yoon Bo-kyung datar.

"Kamu tidak sedang menghindariku, bukan?" tanya Lee Hwon tajam.

"Anda dulu seperti itu kepada saya. Apakah saat itu Anda sengaja menghindari saya?" tanya Yoon Bo-kyung membuat Lee Hwon tersedak dan batuk.

"Jaga bicaramu, Jungjeon," tegur Lee Hwon setelah minum untuk meredakan batuknya.

"Jika Anda saat itu tidak sengaja maka saya pun tidak sengaja," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon mengeluhkan sindiran Yoon Bo-kyung didalam hati.

"Malam sudah semakin larut, Jusang Jeonha. Anda tidak berisitirahat?" ucap Yoon Bo-kyung dan berdiri membuka pintu ruangan mereka duduk.

"Kamu benar, Jungjeon. Aku juga sudah lelah dan mau berisitirahat," ucap Lee Hwon dan berjalan keluar ruangan mereka duduk.

"Sanggung Istimewa pasti sudah menunggu Anda," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya.

"Kamu benar," ucap Lee Hwon dan menatap Yoon Bo-kyung yang berjalan menuju pintu depan Gyetaejeon.

"Hati-hati dalam perjalanan, Jusang Jeonha," ucap Yoon Bo-kyung dan ucapan yang berisi usiran secara halus itu telah diprediksi oleh Lee Hwon. Lee Hwon tertawa kecil. Kali ini dia menolak diusir oleh Yoon Bo-kyung.

"Park Sanggung, persiapkan ruang tidur Jungjeon," ucap Lee Hwon.

"Baik Jusang Jeonha," ucap Park Sanggung, tetapi sekejap kemudian dayang senior itu menatap Lee Hwon dengan kening berkerut.

"Apakah maksud Anda adalah Anda akan menginap disini, Jusang Jeonha?" tanya Park Sanggung.

"Iya. Apa salah?" tanya Lee Hwon dan Park Sanggung menggelengkan kepalanya, sedangkan Yoon Bo-kyung menatapnya dengan mata terbelalak.

"Jusang Jeonha, saya sedang tidak enak badan," protes Yoon Bo-kyung.

"Memangnya aku mau apa? Aku hanya mau tidur, Jungjeon. Apa kamu tidak melihat salju di luar turun dengan deras? Kamu mau menyuruhku keluar dari Gyetaejeon dalam cuaca begitu?" tanya Lee Hwon balik sambil menunjuk keluar. Seperti yang dikatakan Lee Hwon, salju turun dengan deras. Yoon Bo-kyung menatapnya dengan tatapan kesal dan berbalik menuju ruang tidurnya.

"Park Sanggung. Kamu masih diam?" tanya Lee Hwon dan Park Sanggung dengan terburu-buru mengatur para dayang untuk merapikan ruang tidur Yoon Bo-kyung.

***

Lee Hwon menatap Yoon Bo-kyung yang melepas satu demi satu hiasan rambutnya dari belakang. Istrinya itu mengabaikannya sejak mereka berada di ruangan itu. Terlihat sangat kesal dan beberapa kali memberinya tatapan yang tajam.

"Apakah Anda tidak takut kalau Sanggung Istimewa itu akan cemburu kepada Anda?" tanya Yoon Bo-kyung setelah melepas semua hiasan rambutnya dan berbalik menatap Lee Hwon. Lee Hwon segera pura-pura membaca buku etika yang ditemukannya di ruang tidur Yoon Bo-kyung.

"Kenapa aku harus takut?" ucap Lee Hwon dengan santai.

"Seharusnya Anda bersama orang yang Anda cintai itu," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menatapnya sekilas kemudian kembali berpura-pura menekuni bukunya.

"Kamu tidak lihat salju turun dengan deras di luar?" ucap Lee Hwon balik membuat Yoon Bo-kyung menghela nafas.

"Seharusnya Anda kesana saja langsung tadi. Apa astrolog Istana tidak memberi informasi kalau salju akan turun dengan deras malam ini?" tanya Yoon Bo-kyung tajam. Lee Hwon menutup buku yang seolah sedang dibacanya lalu menatap Yoon Bo-kyung.

"Jungjeon, apa kamu tidak sadar kalau aku melakukan ini untukmu juga? Kalau aku terus mengunjungi Sanggung Istimewa itu, semua akan menganggap kalau aku tidak menyukaimu lagi," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung menundukkan kepalanya.

"Lagipula kamu sendiri yang bilang tadi kalau Perdana Menteri Yoon sedang mengawasi dan mungkin saja dia akan membahayakan nyawa Wol jika aku terlalu sering mengunjunginya," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung menatapnya sejenak. Matanya berubah sendu lagi.

"Anda benar. Abeoji akan menargetkan Sanggung Istimewa itu jika Anda terlalu memperlihatkan rasa suka Anda kepadanya," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon kembali membuka bukunya. Namun, suara keras benda digeser membuat Lee Hwon menatap kemarah istrinya.

"Kamu menggeser guci lagi? Membuat batasan lagi?" tanya Lee Hwon saat melihat Yoon Bo-kyung menyeret guci besar di ruangan itu untuk menjadi pembatas diantara futon mereka berdua.

"Aku tidak bisa tidur kalau ada orang lain di kamar," ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon mengernyitkan keningnya. Entah mengapa dia merasa kesal mendengar perkataan Yoon Bo-kyung.

"Orang lain? Aku suamimu," ucap Lee Hwon tanpa sadar dan setelah kalimat itu terucap, ingin rasanya dia menampar mulutnya sendiri.

"Iya, Jusang Jeonha. Anda suami saya di depan orang-orang. Disini, saya dan Anda adalah orang yang diikat oleh perjanjian kerjasama. Kita berdua tidak ada bedanya dengan orang asing disini," ucap Yoon Bo-kyung dan terlihat terkejut setelah mengucapkannya.

"Terserah kamu mau bicara apa, Jungjeon. Aku akan bersabar mendengar semua omong kosongmu," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung berbaring di atas futonnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Bukankah saat aku jatuh ke dalam sungai, kamu tidur memelukku untuk menghangatkan tubuhku?" ucap Lee Hwon karena kesal dengan sikap Yoon Bo-kyung. Lagi-lagi Lee Hwon merasa menyesal setelah berkata-kata. Mengapa dia jadi ingat hal yang sudah lama berlalu itu.

"Itu karena saya terpaksa," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara lirih dari dalam selimut.

"Kamu tidak merasa sesak menutupi seluruh tubuhmu dengan selimut?" ucap Lee Hwon tetapi Yoon Bo-kyung tidak menjawabnya. Lama-lama Lee Hwon merasa mengantuk dan berbaring di atas futon. Namun dua guci yang menjadi batasan itu membuat perasaannya tidak nyaman. Dia pun bangun dan menghela nafasnya. Dengan perlahan dia menggeser guci itu kembali ke posisinya.  Kemudian kembali membaringkan dirinya diatas futon lalu menatap langit-langit sampai tertidur.

***

Yoon Bo-kyung membuka matanya perlahan. Berada di dalam selimut beberapa lama memang membuatnya sesak nafas. Sejak tadi dia tidak tidur tetapi pura-pura tidur. Dia pun membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Melihat guci yang sudah tidak ada di antara mereka. Yoon Bo-kyung menghela nafas dan duduk. Menatap suaminya yang sudah tidur dengan perasaan kacau balau.

Yoon Bo-kyung mengingat semua perkataan Lee Hwon tadi. Sekejap tadi dia merasa senang karena Lee Hwon memikirkan posisinya dan dengan alasan itu dia memaksakan diri menginap di Gyetaejeon. Namun, perkataannya selanjutnya membuat kesal. Karena yang paling dikhawatirkan suaminya itu adalah keselamatan Wol.

"Jeonha, apakah Anda tahu kalau nyawaku pun mungkin sedang terancam," gumam Yoon Bo-kyung dan air matanya menetes. Dia ingat perkataan ayahnya dalam surat yang dititipkannya melalui Yoon Seung Jae. Mereke berdua sama-sama membacanya.

"Buatlah dirimu berguna. Jika tidak, kamu tahu apa yang akan aku lakukan kepadamu, bukan?" adalah deretan kalimat akhir di surat ayahnya itu. Yoon Seung Jae terlihat marah setelah mengetahui isi surat itu.

"Jungjeon Mama, bukankah hal ini harus Anda katakan kepada Jusang Jeonha?"ucap Yoon Seung Jae saat itu.

Yoon Bo-kyung memperhatikan wajah Lee Hwon lagi. Perlahan dia mendekat.

"Sebenarnya yang paling aku takutkan adalah tidak bisa bertemu dengan Anda lagi, Jusang Jeonha. Aku takut jika Abeoji menyingkirkanku lebih cepat sehingga kita tidak bisa bertemu lagi," ucap Yoon Bo-kyung lirih.

"Sekalipun sakit rasanya mengetahui Anda menyukai orang lain, tetapi lebih menyakitkan bagiku jika memikirkan kemungkinan dimana kita akan berpisah di masa yang akan datang," gumam Yoon Bo-kyung lagi. Hatinya terasa sangat sakit. Perlahan tubuhnya bergerak semakin mendekati Lee Hwon yang menggigil kedinginan karena selimut yang tidak rapi.

Yoon Bo-kyung merapatkan selimut yang dikenakan Lee Hwon supaya suaminya itu merasa hangat. Saat merapatkan selimut yang menutupi bagian dada suaminya, wajah mereka berdua menjadi berdekatan. Tanpa bisa menahan dirinya lagi, Yoon Bo-kyung mencium bibir suaminya. Mata Lee Hwon terbuka dan Yoon Bo-kyung segera mundur karena terkejut.

"Jungjeon?" ucap Lee Hwon sambil menyentuh bibirnya sendiri dengan tangannya. Wajahnya jelas menyiratkan rasa kaget.

"Saya tidak sengaja. Saya hanya merapatkan selimut Anda tadi," ucap Yoon Bo-kyung dan kembali ke futon miliknya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dengan terburu-buru.

***

Sumatera Utara, 3 Oktober 2018

Lama gak update, jadi kasih dua part sekaligus. Besar harapanku kalau tidak ada yang melompati bab sebelumnya. Hal yang sering membuatku enggan meposting dua part sekaligus adalah rasa cemas kalau part yang pertama kali dipublish akan diabaikan dan pembaca malah langsung membaca part kedua yang dipublish.

Maaf karena aku sedikit maksa. Aku takut cerita ini jadi membingungkan kalau dibaca dengan cara lompat-lompat.

Terimakasih untuk dukungannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top