DIAM BUKAN TANDA MEMIHAK
"Jusang Jeonha, bolehkan saya masuk?" suara Park Sanggung terdengar dari luar pintu. Lee Hwon yang sedang memeluk Yoon Bo-kyung segera duduk dan keluar dari futon. Dia duduk disebelah kanan istrinya itu.
"Masuklah!" Lee Hwon memberi perintah. Pintu ruangan itu pun terbuka perlahan. Park Sanggung dan Hwan Nari masuk ke dalam ruangan itu. Wajah keduanya sama pucatnya. Lee Hwon yakin kalau kedua dayang itu tidak tidur semalaman. Sama seperti dirinya.
Saat melihat Hwan Nari memeriksa denyut nadi Yoon Bo-kyung dengan hati-hati, Lee Hwon sangat berharap kalau keadaan istrinya itu semakin membaik. Seperti keyakinannya saat ini.
Lee Hwon melihat Yoon Bo-kyung yang masih berbaring. Wajahnya tidak sepucat tadi malam. Bibirnya yang semula berwarna biru sudah kembali ke warnanya yang sebenarnya. Selama memeluknya, Lee Hwon bisa merasakan kalau nafas istrinya semakin teratur. Demikian juga degup jantungnya.
"Bagaimana?" Lee Hwon bertanya dengan suara yang agak serak. Dia tidak tidur sepanjang malam. Hal itu mempengaruhi kesehatannya juga. Suaranya yang serak adalah gejala kalau kesehatannya menurun.
"Keadaannya Jungjeon Mama semakin baik," Hwan Nari menatap Lee Hwon dengan senyum yang lebar. Park Sanggung memegang bahu Hwan Nari.
"Benarkah?" Park Sanggung bertanya dengan penuh antusias. Ketika Naeul itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, Park Sanggung tersenyum lebar. Lee Hwon menghela nafas. Akhirnya dia bisa bernafas lega.
Lee Hwon memegang tangan kanan istrinya. Dia tidak tahu harus berkata apa untuk menunjukkan rasa senangnya. Dia hanya bisa menggenggam tangannya dengan erat.
"Lalu kapan Jungjeon akan sadar?" Lee Hwon menatap Hwan Nari dengan seksama. Hwan Nari menghela nafas. Dia melihat ke sela-sela ruangan itu. Cahaya matahari mulai masuk. Menyatakan kalau hari telah berganti.
"Saya tidak yakin, Jusang Jeonha. Saat ini kondisi Jungjeon Mama jauh lebih baik dari kali terakhir saya memeriksanya," Hwan Nari menjawab dengan suara yang gugup. Lee Hwon menghela nafas. Dia menatap Park Sanggung.
"Jungjeon harus memberi salam pagi kepada Halma Mama dan Eomma Mama. Jika dia tidak memberi salam pagi, orang-orang akan curiga,"
"Saya akan meminta Nain untuk memberi kabar ke Istana Jagyeonjeon kalau Jungjeon Mama terkena flu berat sehingga tidak bisa datang untuk memberi salam," Park Sanggung memberi usul. Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Dia menatap Yoon Bo-kyung dan menyentuh pipi istrinya itu perlahan. Suhu tubuh istrinya itu sudah terasa normal.
"Aku juga harus pergi ke Jagyeonjeon untuk memberi salam,"
"Saya akan membantu Anda bersiap-siap, Jusang Jeonha," Park Sanggung segera bergerak. Dia keluar dari ruangan dan memanggil beberapa Nain untuk mempersiapakan kebutuhan Rajanya.
"Saya akan membuat ramuan untuk menambah kekuatan Jungjeon Mama," Hwan Nari memohon diri.
"Kamu harus menjaga Jungjeon dengan baik selama aku tidak ada disini," Lee Hwon memberi titah. Hwan Nari menganggukkan kepalanya.
"Saya akan menjaga Jungjeon Mama dengan baik, Jusang Jeonha!" Hwan Nari menjawab dengan sungguh-sungguh lalu dia keluar dari ruangan itu.
Tidak lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Park Sanggung masuk kedalam dan membungkukkan badannya sedikit.
"Kami sudah mempersiapkan pakaian Anda, Jusang Jeonha," Park Sanggung berkata dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya. Dia menatap wajah Yoon Bo-kyung kemudian menghela nafas.
'Kamu harus berjuang, Jungjeon!' Lee Hwon berkata di dalam hatinya. Dia sebenarnya tidak rela meninggalkan Yoon Bo-kyung dalam keadaan seperti saat ini. Dia cemas kalau terjadi hal buruk pada saat dia tidak berada di Gyeotejeon. Namun, dia juga tidak bisa terus berada di Istana Gyeotaejeon. Hal itu akan membuat orang-orang menjadi curiga.
***
Lee Hwon berjalan keluar dari pintu utama Gyeotaejeon. Kasim Go dan beberapa dayang dan kasim yang melayani Lee Hwon di Istana Gangyeonjeon sudah menunggu. Kasim Go menatapnya dengan tatapan yang menunjukkan kalau dia ingin bertanya. Lee Hwon ingat kalau dia kemarin pergi dari kediaman Selir tanpa sepengetahuan siapapun. Bahkan Kasim Go pun tidak tahu kalau dia pergi ke Istana Gyeotaejeon.
"Kami pergi ke Istana Selir untuk menjemput Anda dan menemani Anda menuju Istana Jagyeonjeon. Namun, Istana Selir mengatakan kalau Anda tidak berada disana tadi malam. Park Sanggung baru memberi tahu kalau Anda berada disini. Maafkan saya karena terlambat menjemput Anda," Kasim Go berkata dengan hati-hati. Lee Hwon menghela nafas dan berjalan mendekati rombongan itu.
"Itu bukan salahmu," Lee Hwon berkata dengan singkat. Dia pun melangkahkan kakinya dengan perlahan menuju Istana Jagyeonjeon. Kasim Go mengikutinya dengan berjalan satu langkah di belakanganya.
Pikiran Lee Hwon dipenuhi banyak pertanyaan dan pertimbangan mengenai masalah yang menimpa Yoon Bo-kyung. Dia ingin mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Kasim Go, tetapi dia mengurungkan niatnya itu. Dia khawatir kalau ada yang akan mencuri dengar percakapan mereka. Lee Hwon berhenti sejenak dan menatap rombongannya yang juga berhenti. Dia menghela nafasnya lagi.
Lee Hwon menatap kedepan dan melihat atap Istana Jagyeonjeon yang terlihat dari tempatnya berdiri. Kedua tetua Istana yang sangat dia hormati pasti sudah menunggunya disana. Mereka tentu sudah mendengar kalau dia tidak menghabiskan malamnya dengan Selir yang baru diangkat.
Apa yang harus dia katakan?
"Jusang Jeonha, adakah yang ada perlukan? Kasim Go menegur Lee Hwon. Lee Hwon menatap pelayan setianya itu sejenak. Namun, dia menggelengkan kepalanya. Dia tidak mungkin membicarakan masalahnya disini. Di pun melanjutkan langkahnya menuju Istana Jagyeonjeon sambil terus memikirkan perkataan yang akan dia keluarkan.
Setelah Lee Hwon sampai di Istana Jagyeonjeon, dia segera masuk menuju ruangan utama. Kedua perempuan yang sangat dia hormati itu sudah menunggu di sana. Dia memberi salam kepada Nenek dan Ibunya itu lalu duduk berhadapan dengan mereka berdua.
"Seharusnya kamu dan Selir baru itu datang juga untuk menemui kami berdua. Hari ini adalah adalah hari pertamanya menjadi anggota Kerajaan ini secara resmi. Seharusnya dia memberi salam," Ibu Suri Istana Jung Hui menegur. Lee Hwon menundukkan wajahnya sejenak. Dia lalu menatap ibunya dengan sedikit gugup. Jawabannya kali ini tentu tidak akan membuat ibunya senang.
"Maafkan saya, Wang Daebi Mama. Saya tidak menginap di Istana Selir sehingga tidak memberi salam kesini bersama dengannya. Mungkin dia akan menyusul kesini nanti," Lee Hwon berkata dengan pelan dan formil sambil melirik ke arah ibunya. Dia ingin melihat reaksi ibunya setelah dia berkata seperti itu. Seperti dugaannya, Ibunya itu terlihat tidak senang. Wajahnya berubah menjadi sinis.
"Kamu tidak menginap disana? Kamu tidur di Istana Gangyeonjeon?" Ibu Suri Istana Jung Hui menatapnya dengan kening berkerut.
"Tidak, Wang Daebi Mama. Saya tidur di Istana Gyeotaejeon," Lee Hwon berkata pelan dan Ibunya terlihat terkejut.
"Mengapa kamu tidur disana?" Ibu Suri So-hye bicara tanpa sadar. Dia terlihat sangat tidak senang. Ibu Suri Jung Hui meliriknya sejenak karena menantunya itu berkata dengan suara keras. Ibu Suri So-hye menundukkan kepalanya karena merasa bersalah kepada mertuanya.
'Apakah aku harus menjelaskannya?' Lee Hwon berkata di dalam hati. Dia lalu menatap ibu dan neneknya dengan gugup. Dia belum bisa memutuskan apakah dia akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada kedua perempuan itu.
"Jungjeon dia sakit, jadi aku kesana," Lee Hwon berkata pelan. Ibu Suri Jung Hui menghela nafas.
"Aku tahu. Istana Gyeotaejeon sudah memberi kabar kalau Jungjeon sakit flu berat. Namun, kamu tidak bisa bersikap seperti itu. Selir itu baru diangkat, tetapi kamu tetap pergi ke Istana Ratu?" Ibu Suri So-hye menegur.
"Apakah dia memaksamu kesana?" Ibu Suri So-hye bertanya lagi, tetapi perkataannya itu membuat Ibu Suri Jung Hui kesal. Dia memukul meja dengan keras. Membuat menantu dan cucunya itu terkejut.
"Apakah Jungjeon hanya sakit flu?" Ibu Suri Jung Hui bertanya dan menatap Lee Hwon dengan tajam. Lee Hwon menatap neneknya. Dia merasa kalau dia tidak bisa menutupi keadaannya yang sebenarnya. Dia percaya kepada nenek dan ibunya. Namun, apakah seisi Istana Jagyeonjeon bisa dipercaya?
Lee Hwon yakin kalau mertuanya sudah menyusupkan orang kepercayaannya di setiap kediaman keluarga kerajaan. Dia dan Yoon Bo-kyung sudah membersihkan Istana mereka masing-masing dengan cara menarik para mata-mata itu ke pihak mereka. Para mata-mata itu mereka suruh memberikan hasil pengamatan sesuai perintah Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung.
Akan tetapi, mereka tidak bisa melakukan hal yang sama di Istana Jagyeonjeon. Mereka tidak bisa merubah susunan pelayan di Istana Jagyeonjeon karena itu adalah wewenang yang dimiliki oleh Ibu Suri. Ibu Suri So-hye sendiri pernah berkata kalau dia mencurigai beberapa dayang senior dan junior di Istana Jagyeonjeon, tetapi tidak bisa membuktikannya. Jika begitu, Paerdana Menteri Yoon mungkin sudah menempatkan mata-matanya di Istana Jagyeoenjeon ini.
"Sebenarnya," Lee Hwon memutuskan untuk bicara, tetapi Ibu Suri Jung Hui langsung mengangkat tangannya dan memberi tanda supaya Lee Hwon berhenti berkata-kata. Lee Hwon terkejut dengan sikap neneknya itu.
"Aku sendiri yang akan melihat keadaannya bersama Daebi," Ibu Suri Jung Hui berkata dengan tegas. Dia menyela perkataan Lee Hwon dengan sengaja. Dia kemudian menoleh kepada Choi Sanggung yang berada di ruangan itu.
"Sanggung, aku dengar Jungjeon sangat menyukai kue beras yang dijual di ibukota. Aku memintamu dengan dayang junior yang baru masuk itu untuk membelinya. Kamu mengerti maksudku, bukan?" Ibu Suri Jung Hui berkata dengan tegas. Choi Sanggung menganggukkan kepalanya.
"Saya mengerti maksud Anda, Wang Daebi Mama,"
"Daebi, apakah kamu tidak memiliki pesanan yang lain? Aku dengar ada dayang senior yang melayanimu suka membeli makanan di Ibu Kota. Dia sering keluar Istana, bukan?" Ibu Suri Jung Hui bertanya kepada Ibu Suri So-hye.
"Iya. Dayang itu, maksud Anda? " Ibu Suri So-hye menatap dengan bingung. Namun, dia menganggukkan kepalanya.
"Wang Daebi Mama, saya mendengar ada herbal bagus di Ibu Kota, mungkin bisa memulihkan kondisi Jungjeon secepatnya," Ibu Suri So-hye menjawab dengan antusias. Ibu Suri Jung Hui menatap Choi Sanggung lagi.
"Sanggung, kamu kenal dayang yang aku maksudkan? Berikan juga tugas yang lain kepada mereka yang suka keluar dari Istana tanpa sepengetahuanku," Ibu Suri Jung Hui dengan tegas. Choi Sanggung menganggukkan kepalanya.
"Saya akan melaksanakan perintah Anda dengan baik, Wang Daebi Mama," Choi Sanggung berkata lalu keluar dari ruangan itu. Ibu Suri Jung Hui menatap Lee Hwon dengan tajam.
Lee Hwon terkejut melihat tindakan neneknya kali ini. Namun, dengan cepat dia mengerti maksud dari perkataan neneknya. Ibu Suri Jung Hui menyuruh Choi Sanggung memberikan tugas yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh petugas di Istana.
Kue beras? Han Sansik dapat memasaknya lebih enak daripada restoran di Ibu Kota. Herbal? Istana memiliki persediaan yang lebih lengkap. Wang Daebi Mama dengan sengaja memberikan tugas itu untuk menjauhkan mereka dari Istana pada hari ini.
"Selama ini aku selalu diam untuk menjaga ketenangan Istana ini," Ibu Suri Jung Hui berkata dengan suara yang lirih. Lee Hwon terdiam mendengarnya. Dia merasa kesal kepada dirinya sendiri. Selama ini dia berusaha supaya tidak melibatkan kedua tetua Istana ini dalam upayanya mencapai tujuannya. Namun, kali ini dia membuat keduanya turun tangan.
Dia sekarang merasa kalau dia itu terlalu lemah dan tidak waspada.
Bukankah berulang kali istrinya itu berkata kalau dia berada dalam bahaya? Saat mereka bertengkar karena masalah Selir, Yoon Bo-kyung pernah berkata kepadanya kalau tindakan Lee Hwon membuat posisi Yoon Bo-kyung menjadi tidak berguna di hadapan ayahnya.
Dia tidak percaya dengan perkataan Yoon Bo-kyung pada saat itu karena menurutnya seorang ayah tidak akan membahayakan putrinya. Apalagi Yoon Bo-kyung adalah salah satu pion milik Perdana Menteri Yoon. Namun, kali ini dia sadar kalau dia memiliki pemikiran yang salah. Lee Hwon menyesal sekarang.
"Jusang, saya rasa kamu harus tetap menghadiri pertemuan Dewan Istana," Ibu Suri Jung Hui berkata dengan suara yang tenang.
"Namun, Jungjeon saat ini," Lee Hwon ingat kepada istrinya. Sebenarnya, dia hendak memberi pesan kalau dia juga sakit sehingga tidak bisa menghadiri pertemuan Dewan Istana. Dia ingin menjaga Yoon Bo-kyung sampai perempuan itu sadar.
"Tidak. Kamu harus hadir dan memimpin pertemuan Dewan Istana itu dengan baik," Ibu Suri Jung Hui menegaskan perkataannya. Lee Hwon menganggukkan kepalanya.
"Kami akan menjaga Jungjeon. Kamu jangan cemas," Ibu Suri Jung Hui dengan tegas. Lee Hwon terpaksa menurut. Meskipun hatinya enggan dan cemas.
***
Park Sanggung menyambut Ibu Suri Jung Hui dan Ibu Suri So-hye yang datang ke Istana Gyeotaejeon. Dayang senior itu merasa gugup. Dia tidak tahu harus berkata apa kepada kedua orang yang baru datang itu. Raja-nya telah memberi pesan kepadanya melalui Kasim Go kalau dia tidak usah menutupi keadaan Ratu-nya ketika kedua Ibu Suri ini datang ke Gyeotaejeon.
"Dimana Jungjeon?" Ibu Suri Jung Hui bertanya.
"Dia berada di ruang belakang. Keadaannya," Park Sanggung ingin memberi penjelasan, tetapi Ibu Suri Jung Hui memberi tanda dengan mengangkat tangannya kepada Park Sanggung sehingga dayang senior itu tidak meneruskan perkataannya.
"Antar aku kesana," Ibu Suri Jung Hui memberi perintah. Park Sanggung menganggukkan kepalanya dan langsung mengantar kedua tetua istana itu menuju ruangan yang menjadi tempat Yoon Bo-kyung berbaring. Ketika pintu ruangan itu dibuka dan Ibu Suri Jung Hui masuk, wajahnya langsung pucat. Park Sanggung segera mendekati tubuh Ibu Suri Jung Hui dan membantunya untuk duduk. Ibu Suri So-hye juga terlihat kaget setelah melihat situasi yang berada di hadapannya.
"Keadaannya sampai seperti ini?" Ibu Suri So-hye berkata tanpa sadar karena terkejut. Dia duduk di sisi kanan Yoon Bo-kyung. Bersebelahan dengan Ibu Suri Jung Hui. Ibu Suri Jung Hui menatap tajam ke arah Hwan Nari yang berada di ruangan itu. Naeui itu berada dalam posisi bersujud. Mukanya mencium tanah.
"Bagaimana keadaan Jungjeon sekarang?"
"Berkat bantuan Jusang Jeonha, keadaan Jungjeon Mama pada saat ini jauh lebih baik daripada tadi malam, Wang Daebi Mama," Hwan Nari menjawab dengan suara yang bergetar. Ibu Suri Jung Hui memegang kepalanya sendiri dan memijtnya. Dia melihat Yoon Bo-kyung dan Naeui muda yang merawatnya.
"Kamu hanya seorang Naeui. Mengapa Jusang Jeonha menyuruhmu merawatnya?" Ibu Suri Jung Hui bertanya tanpa bisa menyembunyikan rasa kesalnya. Seorang Naeul muda disuruh mengatasi masalah berbahaya seperti saat ini.
"Maafkan saya, Wang Daebi Mama. Ini adalah pesan dari Jungjeon Mama. Dia berpesan kalau sesuatu yang buruk terjadi kepadanya,kami tidak boleh memanggil Tabib Istana karena akan menimbulkan kehebohan dan membuat Kim Suk-won berada dalam bahaya," Park Sanggung menjawab dengan hati-hati.
"Bodoh! Mengapa kalian lebih memikirkan Selir itu dibandingkan dengan Jungjeon?" Ibu Suri Jung Hui murka. Dia menatap Park Sanggung dengan tajam. Park Sanggung berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tubuhnya gemetar karena mendengar amarah dari orang yang paling dihormati di Istana itu.
"Maafkan saya, Wang Daebi Mama. Saya melaksanakan perintah Jungjeon Mama dengan naif. Jika saya tahu keadaannya akan seperti ini, saya tidak akan berjanji melakukan perintah Jungjeon Mama,"
"Sekarang jelaskan kepadaku, apa yang sebenarnya terjadi?" Ibu Suri Jung Hui bertanya . Park Sanggung ingat kepada pesan Raja-nya untuk menceritakan situasi yang dialami Ratu-nya kemarin dengan jelas. Park Sanggung pun menceritakan surat yang didapat oleh Yoon Bo-kyung. Surat tersebut menyatakan kalau Bunwongun Mama merencakanan pemberian racun itu dengan tujuan menghancurkan Kim Sukwon.
"Jika dia sudah tahu kalau minuman itu bisa saja merenggut nyawanya, mengapa Jungjeon meminumnya?" Ibu Suri Jung Hui berkata dengan sedih.
"Jika Jungjeon Mama menolak minuman yang diberikan oleh Kim Suk Won maka orang-orang akan menganggap Jungjeon Mama arogan. Lagipula hal itu akan membuat Bunwogun Mama curiga kalau Jungjeon Mama telah memata-matai kegiatan Bunwongun Mama sehingga Jungjeon Mama menolak minuman itu karena tahu kalau minuman itu beracun," Park Sanggung mencoba memberi penjelasan pertama.
"Dan meminumnya membuat dia menjadi seperti saat ini," Ibu Suri Jung Hui menatap dengan tajam kepada Park Sanggung. Terlihat tidak puas dengan alasan pertama yang diberikan olehnya.
"Namun, aku tidak bisa menerima alasannya meminta kalian untuk tidak memanggil Tabib Istana. Bagaimana jika Naeul ini tidak bisa mengatasi keadaan Jungjeon? Kim Sukwon tetap berada dalam bahaya. Jauh lebih baik membiarkan Istana ini heboh dan membiarkan Kim Suk-won masuk ke penjara lalu lakukan investigasi untuk membuktikan kalau dia tidak bersalah," Ibu Suri So-hye ikut menanggapi. Ibu Suri Istana Jung Hui menatap Ibu Suri So-hye tajam.
"Sekarang kamu menyalahkan Jungjeon?" Ibu Suri Jung Hui bertanya dengan suara yang tajam. Menantunya itu segera menundukkan kepalanya.
"Maafkan saya, Wang Daebi Mama. Saya tidak bermaksud seperti itu,"
"Jungjeon Mama takut kalau investigasi itu dipimpin oleh Perdana Menteri Yoon sehingga hasilnya bisa dimanipulasi olehnya," Park Sanggung berkata dengan suara yang pelan. Ibu Suri Jung Hui menghela nafas.
"Aku tidak menyangka kalau laki-laki itu akan bertindak sejauh ini kepada putrinya sendiri. Aku diam selama ini bukan karena aku memihaknya. Aku hanya ingin Istana tenang sampai Jusang bisa mengatasi rubah licik itu dengan tangannya sendiri," Ibu Suri Jung Hui menghela nafas lalu menatap Yoon Bo-kyung.
"Anak ini menahan semuanya sendirian? Berusaha terlihat ceria di hadapanku. Padahal aku tahu kalau ada api yang terus membakar dirinya setiap waktu," Ibu Suri Jung Hui menghela nafas. Dia menatap Ibu Suri So-hye dengan tajam.
"Bahkan dia harus menelan semua kebencian orang-orang kepadanya," Ibu Suri Jung Hui berkata dengan suara yang lirih. Menantunya menatap dengan wajah yang kaget lalu menundukkan kepalanya lagi. Park Sanggung mengerti maksud perkataan Ibu Suri Jung Hui. Sekarang dia tahu kalau Ibu Suri Istana Jung Hui sebenarnya memperhatikan segala sesuatunya. Mungkin perempuan itu belum tahu segalanya, tetapi setidaknya dia tahu kalau Yoon Bo-kyung tidak menjalani hidup yang mudah di Istana.
"Jungjeon Mama mempersiapkan sebuah surat. Dia berpesan kalau saya harus memberikannya kepada Jusang Jeonha jika dia tidak selamat. Saya masih menyimpannya. Jika Anda mau melihatnya," Park Sanggung berkata dengan hati-hati. Ibu Suri Jung Hui menggelengkan kepalanya.
"Aku tahu surat apa itu. Dia pasti mengatakan kalau dia sengaja bunuh diri. Dia mebuat surat itu untuk mencegah investigasi terhadap Kim Suk-won karena yakin kalau Kim Suk-won akan dituduh dan dibuat menjadi terdakwa dalam kasus ini. Aku mengenali karakter anak ini. Dia akan melakukan apa saja untuk Jusang dan tidak akan membiarkan suaminya itu menderita. Sekalipun harus membahayakan nyawanya, dia akan melakukannya," Ibu Suri Jung Hui berkata sambil memegang tangan Yoon Bo-kyung erat.
"Oleh karena itu, aku memilihnya menjadi pendamping Jusang Jeonha. Sekalipun dia terlihat arogan pada saat pemilihan sejabin, aku tahu kalau hatinya tulus kepada Jusang," Ibu Suri Jung Hui melanjutkan perkataannya.
"Jadi apa yang harus kita lakukan pada saat ini, Wang Daebi Mama?" Park Sanggung bertanya dengan cemas.
"Keadaan sudah seperti ini. Sebenarnya aku tidak setuju dengan tindakan Jungjeon, tetapi sekarang aku bisa mengerti alasannya. Jauh lebih baik menuruti pesannya. Sekarang, panggil Tabib yang menjadi mentormu, Naeui. Dia pasti orang kepercayaan Jungjeon. Dia pasti akan menjaga rahasia keadaan Jungjeon," Ibu Suri Jung Hui berkata kepada Hwan Nari yang terus menunduk.
"Baik, Wang Daebi Mama," Hwan Nari menjawab lalu dengan badan menunduk, dia berdiri dan berjalan mundur lalu keluar dari ruangan itu.
"Park Sanggung, pastikan semua orang disini menjaga mulutnya dengan baik. Jika ada yang menanyakan keadaan Jungjeon, katakan dia terkena flu berat yang mudah menulari orang sehingga dia tidak bisa membiarkan orang-orang menemuinya," Ibu Suri Jung Hui memberi perintah dengan tegas.
"Baik, Wang Daebi Mama," Park Sanggung menjawab dengan tegas.
Dear Pembaca yang aku sayang,
Terimakasih untuk dukungan kalian semua. Maafkan untuk keterlambatan luar biasa dari penulis ini. Pekerjaanku, kabar buruknya bukannya berkurang tetapi bertambah. Namun, aku senang karena mendapat pekerjaan lebih banyak berarti diberi kepercayaan. Aku akan berusaha membagi waktuku dengan baik sehingga tidak selama ini mengupdate bab baru. Maaf sudah membuat kalian menunggu.
Terimakasih untuk dukungan kalian.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top