DI TENGAH FESTIVAL
KOSAKATA
Buin = panggilan kepada istri oleh suami dari kelas Yangban (bangsawan dan terpelajar)
Songbangnim = panggilan kepada suami oleh istri dari kelas Yangban
🌷🌷🌷
Kota Hanyang sangat ramai di hari pembukaan Festival Musim Dingin. Orang-orang bahkan kesulitan melewati badan jalan karena keramaiannya. Bukan jumlah pengunjung saja yang banyak, tetapi juga jumlah pedagang yang berjualan pun banyak. Mereka berlomba-lomba menawarkan dagangan mereka dengan cara berteriak.
Yoon Bo-kyung yang berdiri di salah satu sudut Kota menatap keramaian itu dengan mimik antusias. Sudah lama sekali rasanya, dia tidak melihat keramaian serupa. Apalagi dalam rangka merayakan Festival Musim Dingin. Yoon Bo-kyung ingat, Festival Musim Dingin terakhir yang dia datangi mempertemukannya dengan Jan Shil dan Heo Yeon Woo. Saat itu, Heo Yeon Woo sibuk membagikan uang dan pakaian kepada pengemis di akhir Festival.
"Festival Musim Dingin selalu mengingatkanku kepada Yeon Woo," ucap Lee Hwon, memulai percakapan untuk mengusir kebosanan. Mereka belum memasuki kerumunan orang karena dilarang oleh Kim Jae-Won yang merupakan Kepala Pengawal Istana. Kepala Pengawal Kim menyuruh mereka berdua berdiri disana sampai anak buahnya selesai memeriksa kondisi keamanan tempat Festival berlangsung. Kepala Pengawal Kim sendiri menyamar sebagai pelayan bangsawan yang membawa barang di punggung. Namun, perkataan Lee Hwon itu menghanncurkan hati Yoon Bo-kyung lagi. Suasana hatinya yang senang karena bisa berjalan-jalan dengan Lee Hwon tanpa atribut Raja-Ratu, seketika rusak.
"Aku jatuh hati kepadanya karena kebaikannya di Musim Dingin. Membagikan pakaian dan uang kepada pengemis tanpa pamrih. Dia tidak jijik menggenggam tangan mereka. Seketika aku melihat sosok Ibu bagi negeri yang kudambakan. Di sisi lain aku malah melihat seorang perempuan yang jijik disentuh oleh pengemis bahkan menghunuskan pedang kepada perempuan muda yang memohon bantuannya," ucap Lee Hwon, membuat Yoon Bo-kyung merasa dadanya sesak. Lagi-lagi Lee Hwon membandingkan dirinya dengan Heo Yeon Woo. Yoon Bo-kyung tahu kalau perempuan bangsawan kejam dimaksud Lee Hwon adalah dirinya.
"Saat itu aku merasa kalau aku dan Yeon Woo memiliki kesamaan. Perasaanku itu terbukti benar. Aku dan Yeon Woo memiliki pemikiran yang sama, termasuk dalam memandang acara besar seperti Festival ini. Hanya saat Festival, sesuatu yang kami inginkan terwujud sesaat," ucap Lee Hwon lagi dan Yoon Bo-kyung tahu arah pembicaraan ini. Entah sadar atau tidak, Lee Hwon makin menggarami luka di hati Yoon Bo-kyung.
"Anda benar," ucap Yoon Bo-kyung, menimpali perkataan suaminya. Kali ini dia sulit menahan diri untuk tidak menimpali topik Yeon Woo. Lee Hwon mengernyitkan dahinya dan menoleh kepada Yoon Bo-kyung. Dia bahkan tersenyum sinis dan meremehkan Yoon Bo-kyung.
"Kamu tahu apa yang kumaksud?" tanya Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung menatap mata Lee Hwon erat. Mata suaminya itu jelas menyiratkan ketidak percayaan bahkan meremehkannya. Yoon Bo-kyung mengagukkan kepalanya.
"Iya. Saya tahu. Saat ini, bangsawan dan rakyat jelata dapat berjalan berdampingan. Para bangsawan tidak terlalu mempermasalahkan sikap rakyat jelata yang mungkin kurang menaruh hormat kepada mereka. Sesaat, seolah-olah kesetaraan sosial terwujud," ucap Yoon Bo-kyung sambil menatap erat mata Lee Hwon. Kemudian, setelah berkata-kata dia langsung mengalihkan pandangannya.
"Anda dan Nona Heo memiliki cita-cita agar seluruh rakyat Joseon bisa merasakan hal yang sama. Baik pendidikan dan kesehatan," lanjut Yoon Bo-kyung dengan suara yang tenang.
"Aku terkejut kamu tahu, Buin. Kupikir kamu hanya sibuk mencari cara menarik perhatianku demi mempertahankan tahta bulan," ucap Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung tahu kalau Lee Hwon sedang berusaha menyindirnya. Yoon Bo-kyung memegang dadanya sendiri dengan tangan kanannya sebagai upaya meredakan gemuruh di batinnya.
"Saya tahu karena Anda pernah mengatakannya saat pemilihan Sejabin dulu, Songbanim. Anda dan Nona Heo, begitu akrab dan antusias menceritakan konsep kesetaraan. Saling melempar gagasan dan kritik tanpa memperhatikan kalau saya ada diantara kalian," ucap Yoon Bo-kyung, kemudian segera dia menyesali kalimat demi kalimat yang meluncur dari mulutnya. Dia tidak mengerti mengapa dia berterus terang seperti ini di situasi yang tidak tepat. Yoon Bo-kyung melirik suaminya yang terdiam.
"Kamu mendengar percakapan kami dengan seksama? Kupikir saat itu kamu sedang sibuk melamun," ucap Lee Hwon datar.
"Bagaimana saya tidak terlihat melamun, Songbangnim? Saya tidak mengerti kesetaraan yang kalian katakan. Sebagai seorang perempuan, saya dididik dalam aturan ketat yang mengatakan seorang perempuan berada di bawah laki-laki. Sebagai seorang perempuan bangsawan, saya dididik dengan konsep perbedaan kelas. Pembicaraan kalian terlalu asing bagi saya, sehingga saya hanya bisa menjadi pendengar yang baik saja," ucap Yoon Bo-kyung dan tidak menoleh untuk melihat ekspresi suaminya lagi.
"Sebenarnya saya kagum dengan pemikiran Anda dan Nona Heo. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Jika hal itu terwujud, pasti sangat menyenangkan. Perempuan dapat mengutarakan pendapat sebebas hatinya. Lalu bekerja di Pemerintahan bahkan menjadi bagian Dewan Istana. Itu sebuah imajinasi yang luar biasa bagi orang sekonservatif saya," ucap Yoon Bo-kyung lagi.
"Mengapa sulit bagiku percaya perkataanmu barusan jujur dan tidak dibuat-buat untuk menarik perhatianku?" tanya Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung menatap Lee Hwon dengan tatapan yang tegas.
"Karena Anda tetap menganggap saya adalah anggota kelompok musuh Anda, Songbangnim " ucap Yoon Bo-kyung dan Lee Hwon menatapnya dengan tatapan yang dingin. Biasanya Yoon Bo-kyung akan diam saja jika sikap Lee Hwon sedingin itu. Namun, kali ini mulutnya tidak bisa diam.
"Anda harus menetapkan hati. Memilih memandang saya sebagai apa? Anggota kelompok Anda atau anggota kelompok musuh Anda?" ucap Yoon Bo-kyung dan rasanya air matanya hendak jatuh. Namun, dia terus menahannya. Suaranya pun bergetar saat berucap.
"Apakah itu penting?" tanya Lee Hwon balik dan Yoon Bo-kyung menghela nafas kemudian memandang ke arah kerumunan.
"Penting. Sangat penting. Jika Anda tidak percaya kepada saya, maka kita akan mudah bertengkar lalu saling menghancurkan. Musuh Anda dengan mudah membuat kita saling membenci kelak," ucap Yoon Bo-kyung dengan suara bergetar.
"Lagipula Anda tidak bisa begitu saja menghakimi gadis bangsawan yang kejam itu. Anda harus tahu kehidupannya dan bagaimana dia dididik, untuk menilainya. Pepatah berkata 'Jangan percaya dengan pandangan mata yang sesaat saja', bukan?" ucap Yoon Bo-kyung sambil menatap wajah Lee Hwon dengan tatapn kecewa dan sakit hati kemudian berjalan meninggalkan Lee Hwon yang masih berdiri terpaku. Sedangkan Mirae yang mengikuti Yoon Bo-kyung berlari mengejarnya.
"Jungje...Nyonya, tunggu!" ucap Mirae diikuti seorang pengawal yang telah diberi aba-aba oleh Kepala Pengawal untuk mengikutinya.
🌷🌷🌷
"Mengapa dia semarah itu?" tanya Lee Hwon kepada Kepala Pengawal Kim yang juga sahabatnya. Kepala Pengawal Kim menatap Lee Hwon balik dengan ekspresi bingung. Mulutnya ternganga sesaat, seakan bingung hendak menjawab apa.
"Jusa...Tuan," ucap Kepala Pengawal Kim yang nyaris salah dalam memanggil Lee Hwon. Kepala Pengawal Kim pun menarik nafas dan membuangnya sebelum melanjutkan perkataannya.
"Saya rasa perempuan manapun di dunia ini akan marah jika nama perempuan lain disebut dalam percakapan mereka bahkan dipuji-puji sedemikian rupa. Bukan karena perempuan itu cemburu, tetapi dia merasa direndahkan ketika dibandingkan," ucap Kepala Pengawal dan Lee Hwon menunduk sesaat kemudian mengangkat dagunya ke atas. Menatap langit yang mulai gelap.
"Aku tidak bisa tidak menyebut nama Yeon Woo. Setiap melihat sesuatu hal yang berkaitan dengan Yeon Woo, aku tidak bisa mengontrol diriku untuk tidak membicarakannya," ucap Lee Hwon dan Kepala Pengawal Kim menghela nafas.
"Bukankah Anda ingin memakai kekuatan yang dimiliki Nyonya? Mengalah sedikit tidak masalah, bukan?" tanya Kepala Pengawal balik kepada Lee Hwon. Lee Hwon menghela nafas. Berat baginya membenarkan perkataan Kepala Pengawalnya.
"Setelah Anda memiliki kekuatan itu dan menang dalam melawan musuh Anda, Anda bisa bertindak sesuka hati," ucap Kepala Pengawal dan Lee Hwon menganggukkan kepalanya.
"Kamu benar. Saat ini, aku memang membutuhkan bantuannya. Sekalipun di dalam hatiku menolak, aku harus menahannya. Aku harus belajar bersikap baik kepadanya," ucap Lee Hwon. Dia tidak marah dengan ucapan Kim Jae-woon yang telah bersahabat dengannya sejak kematian Heo Yeom. Kim Jae-woon adalah kerabat jauh dari Keluarga Heo yang cukup akrab dengan Yeom. Dia pun sangat berduka ketika kejadian buruk menimpa rombongan keluarga Heo dalam perjalanan mereka ke Tamra. Mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menghancurkan Yoon Dae-hyung.
"Lalu mengapa Anda tetap diam disini, Tuan?" tanya Kim Jae-woon lagi dan Lee Hwon menghela nafas kemudian berjalan memasuki kerumunan manusia diikuti oleh Kepala Pengawalnya itu di belakang. Lee Hwon mendengar suara orang-orang berteriak menawarkan barang dari kiri sebelah kiri dan kanannya. Mereka begitu antusias mengerumuninya, membuatnya agak kesulitan berjalan.
Setelah lama berjalan di dalam kerumunan yang padat itu, dia akhirnya bisa menemukan sosok Yoon Bo-kyung. Perempuan itu tampaknya sedang memperhatikan hiasan rambut yang ditunjuk oleh Mirae. Mereka berdua tampak antusias bertanya mengenai harga dan menawarnya kepada pedagang yang menjualnya. Lee Hwon menghela nafas lalu berjalan mendekati keduanya. Namun, sesuatu yang menarik terjadi ketika dia berjalan mendekat.
Dia melihat seorang anak perempuan yang berusia sekitar tiga tahun, menangis di tengah kerumunan manusia, tidak jauh dari posisi Yoon Bo-kyung menawar barang. Dari pakaiannya yang sangat sederhana dan tanpa warna cerah, Lee Hwon tahu kalau anak perempuan itu berasal dari kelas masyarakat biasa. Bukan anak perempuan kelas yangban. Lee Hwon yang mendengar tangisan itu merasa iba dan berjalan mendekati anak perempuan itu. Namun langkahnya terhenti karena terkejut melihat istrinya telah mendekati anak perempuan yang menangis itu. Lee Hwon, entah mengapa tidak ingin mendekat. Dia tertarik untuk mengawasi tindakan Yoon Bo-kyung selanjutnya. Oleh karena itu, dia berusaha menyembunyikan dirinya sambil mengawasi Yoon Bo-kyung.
Yoon Bo-kyung berjongkok di hadapan anak perempuan yang menangis di depannya. Dia melihat kue yang terjatuh di dekat anak yang menangis itu. Yoon Bo-kyung menatap anak perempuan itu dengan pandangan iba. Dihapusnya air mata anak kecil yang menangis itu. Istrinya itu lalu mengeluarkan sesuatu dari sapu tangan kecil yang dibawanya. Lee Hwon bisa menebak kalau Yoon Bo-kyung mengeluarkan manisan buatan Istana dari sapu tangan itu. Yoon Bo-kyung menyuapkan satu butir manisan ke mulut anak perempuan itu. Anak perempuan itu tersenyum dan Yoon Bo-kyung juga tersenyum. Yoon Bo-kyung berdiri lalu dengan isyarat tangan memanggil pengawal yang mengikutinya dengan menyamar sebagai pembantu. Dia berbicara dengan serius kepada pengawal itu. Dari gerak bibir dan gerak tubuh Yoon Bo-kyung, Lee Hwon tahu kalau istrinya itu menyuruh pengawal mencari orang tua anak perempuan yang menangis itu.
Sebuah adegan paling tidak masuk akal baginya terjadi lagi di hadapannya. Yoon Bo-kyung mengangkat anak kecil yang menangis itu dan menggendongnya. Mirae tampak cemas dan berbicara kelada Yoon Bo-kyung untuk menyerahkan anak perempuan itu ke dalam gendongannya. Namun, Yoon Bo-kyung menolak. Dia bahkan menepuk-nepuk punggung anak perempuan tadi dan berjalan keluar dari kerumunan. Lee Hwon kembali mengikuti dari belakang dengan menjaga jarak mereka agar Yoon Bo-kyung tidak menyadari keberadaannya.
Lee Hwon tidak mengerti mengapa istrinya itu tidak bersikap buruk kepada anak perempuan itu. Yoon Bo-kyung bahkan terlihat tenang dan senang menggendong anak perempuan itu. Tidak ada raut jijik. Dia pun duduk di atas sebuah batu di tempat yang tidak terlalu padat. Dia tetap menggendong anak perempuan itu dan membuatnya terlelap. Tidak ada yang memperhatikan situasi yang tidak biasa itu, selain Lee Hwon.
Tidak lama setelah anak perempuan itu tertidur, pengawal yang disuruh oleh Yoon Bo-kyung datang diikuti dua orang dewasa. Tampaknya keduanya adalah orang tua dari anak perempuan tadi. Mereka terlihat cemas bahkan si Ibu terlihat menangis. Mereka segera sujud di atas tanah ketika melihat Yoon Bo-kyung memeluk anak perempuan mereka. Terlihat merasa sangat bersalah dan ketakutan.
Memang bukan hal biasa jika seorang perempuan bangsawan sampai menggendong anak kelas masyarakat biasa. Bahkan norma masyarakat akan segera menghakimi masyarakat biasa itu karena membiarkan. Mereka selalu merasa kalau mereka sepantasnya di bawah. Sekalipun mereka dihina dan dilukai, mereka kerap menganggapnya sebagai hal wajar yang patut mereka terima. Pemikiran yang membuat Lee Hwon iba. Terutama kepada kelas budak dan tahanan di Tamra yang tidak diizinkan keluar dari pulau.
Lee Hwon pun kembali memperhatikan situasi yang ada di hadapannya. Yoon Bo-kyung tampak mengeluarkan beberapa keping uang. Dia juga mengeluarkan sebuah tanda pengenal yang terbuat dari kayu terukir. Yoon Bo-kyung berbicara banyak saat menyerahkan tanda pengenal itu. Yoon Bo-kyung pun melepas orang tua dan anak itu pergi. Orang tua si anak perempuan beberapa kali berbalik lagi menghadap Yoon Bo-kyung dan menundukkan separuh badan tanda menghormati.
Lee Hwon berbalik mengikuti orang tua si anak perempuan. Anak perempuan itu terlihat lelap dalam gendongan ayahnya. Lee Hwon pun berjalan cepat mendahului mereka kemudian mencegah mereka berjalan lagi. Keduanya tampak terkejut melihat laki-laki kelas Yangban mencegat mereka. Keduanya terlihat cemas.
"Tuan, adakah salah kami sehingga Anda mencegat kami?" tanya si laki-laki dengan suara gemetar.
"Tidak. Aku hanya ingin tahu apa yang diberikan perempuan Yangban tadi kepada kalian. Aku melihatnya dari jauh tadi," ucap Lee Hwon dan laki-laki dihadapannya dengan gemetar mengeluarkan sebuah papan nama dan kepingan uang yang diterimanya dari Yoon Bo-kyung.
"Kami baru saja datang dari desa, Tuan. Mencari pekerjaan yang baru disini. Tadi kami kehilangan anak kami dan Nyonya tadi menolongnya. Dia iba dengan situasi kami sehingga memberi kami uang dan papan nama. Nyonya tadi menyuruh saya pergi ke Toko Petualang Ulung dan menunjukkan papan tersebut sehingga toko tersebut bisa memberi pekerjaan," ucap laki-laki di hadapan Lee Hwon panjang lebar. Lee Hwon mengambil papan tersebut dan memperhatikan kaligrafi 'petualang ulung' yang terukir diatasnya.
"Turuti saja perkataan perempuan tadi," ucap Lee Hwon sambil menyerahkan papan itu kembali ke tangan laki-laki di hadapannya. Laki-laki itu menganggukkan kepalanya.
"Baik, Tuan,"
"Pergilah!" perintah Lee Hwon dan kedua orang dihadapannya terlihat lega. Mereka membungkukkan badan mereka lalu pergi. Lee Hwon menghela nafas dan berjalan menuju arah dimana Yoon Bo-kyung terakhir dilihatnya. rempuan itu masih disana dan Mirae sedang membersihkan pakaian Nyonya-nya dengan sapu tangan.
"Manisan ini sangat menempel di baju Anda, Nyonya. Anak kecil tadi mengeluarkannya saat tertidur dalam gendongan Anda. Dia mengeluarkannya bersama air liurnya," ucap Mirae. Suaranya terdengar jelas oleh Lee Hwon saat dia mendekati mereka. Wajah Mirae terlihat kesal, sedangkan Yoon Bo-kyung tertawa kecil.
"Anak kecil memang seperti itu, Mirae. Kamu terlalu mudah bersungut-sungut," ucap Yoon Bo-kyung dan senyumnya seketika hilang ketika dia menyadari kehadiran Lee Hwon. Mirae menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat.
"Ternyata kamu bisa berjalan cepat juga, Buin," ucap Lee Hwon tetapi Yoon Bo-kyung tidak menanggapinya. Dia hanya diam dan sibuk memainkan hiasan pakaian yang disematkan di pinggangnya.
"Kemana kita harus berjalan?" tanya Lee Hwon sambil mengulurkan tangan untuk membantu Yoon Bo-kyung berdiri, tetapi Yoon Bo-kyung tetap tidak menjawab dan mengabaikan uluran tangan itu. Yoon Bo-kyung pun berdiri dan berbicara kepada Mirae.
"Mirae, kalau tidak salah tempat pertemuan itu harus melewati kerumunan orang itu, bukan? Ada sebuah kedai teh tua dan letaknya tersembunyi di belakang bangunan di sebelah Barat," ucap Yoon Bo-kyung kepada Mirae yang balik menatap Yoon Bo-kyung dengan mimik kebingungan. Ditatapnya Lee Hwon dan wajahnya terlihat tidak enak hati.
"Ayo! Sebelum malam semakin larut dan kita terlambat," ucap Yoon Bo-kyung dan berjalan mendahului Mirae. Mirae menunduk dan mengikuti dari belakang. Lee Hwon tahu kalau Yoon Bo-kyung masih marah kepadanya, memilih diam. Dia pun berjalan dan mensejajarkan langkahnya dengan Yoon Bo-kyung. Mereka berjalan bersebelahan. Melewati kerumunan yang semakin banyak.
Rasa dingin terasa menyentuh kulit Lee Hwon. Lee Hwon menatap tangannya dan melihat butiran putih halus mencair di atas lengan pakaiannya. Meninggalkan noda basah. Lee Hwon mengadahkan kepalanya ke atas. Menyaksikan salju perlahan turun. Lee Hwon tersenyum kecut. Lagi-lagi Langit ikut campur dengan urusannya.
Lee Hwon menghela nafas. Dia pun menoleh ke kiri dan ke kanan. Akhirnya dia menemukan seorang pedagang yang menjual payung kertas. Pedagang itu berteriak kalau payung yang dijualnya berasal dari Manchuria. Lee Hwon mendekatinya. Tanpa menawar dia membelinya. Sebuah payung berwarna biru muda dengan hiasan bunga berwarna merah tua di atasnya. Lee Hwon membawa payung dan berlari mendekati Yoon Bo-kyung yang telah berjalan jauh di depan.
"Buin," ucap Lee Hwon setelah berada tepat di belakang Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung berhenti dan berbalik lalu menatapnya. Lee Hwon tersenyum dan membuka payung yang baru saja dibelinya. Dia berjalan selangkah sehingga payung itu bisa menutupi kepala mereka berdua. Jarak mereka semakin dekat.
"Buin, aku percaya kamu di pihakku," ucap Lee Hwon kepada Yoon Bo-kyung. Mereka berdua saling menatap di bawah payung.
🌷🌷🌷
Pembaca yang kusayang,
Aku gak tahu mau bilang apa lagi. Kalau membaca wallku, pasti tahu penyebab tertundanya part baru rilis. Nggak habis-habisnya aku berterimakasih untuk kesabaran dan dukungan kalian. Ayo bersama-sama kita melewati part demi part. Tanpa dukungan kalian, aku nol.
Terimakasih banyak dan maafkan aku.
Sumatera Utara, 1 Februari 2018
=======
Side story (tambahan gak penting, tidak mempengaruhi cerita). Bayangkan aja cuplikan film setelah film berlangsung
Perlahan salju turun membahasahi bumi. Lee Hwon menaungi Yoon Bo-kyung dengan payung.
Tak jauh dari situ, para pengawal sibuk mengawal dengan siaga sambil menahan dingin. Mereka pun menatap adegan semi romantis dihadapan mereka dengan tatapan haru.
Sebuah percakapan pun terjadi.
Pengawal A = "Tuan Kim, kenapa Jusang Jeonha hanya membeli payung untuknya dan Jungjeon Mama saja?"
Pengawal B= "Betul, bagaimana dengan kita, Kepala Pengawal Kim?"
Kepala Pengawal Kim = "...??!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top