ALASAN YANG SULIT DITERIMA

Yoon Bo-kyung menatap cermin kuningan yang berada di hadapannya. Dia memperhatikan raut wajahnya yang terpantul di cermin. Hatinya lega karena raut wajahnya menjadi lebih baik dibandingkan hari sebelumnya.

Kemarin dia harus memoleskan mukanya dengan riasan yang lebih tebal dari biasanya untuk menutupi kepucatannya. Hari ini dia hanya menggunakan riasan sederhana. Sedikit bedak, perona pipi dan perona bibir berwarna peach.

“Apakah Jungjeon Mama menyukai riasan yang kami buat?” Yeo Sanbok, Dayang Senior yang bertugas dibagian riasan dan pakaian itu bertanya. Yoon Bo-kyung berbalik dan melihat dayang yang meriasnya itu. Dia tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

“Aku puas dengan riasan yang kamu buat. Terimakasih,” Yoon Bo-kyung menjawab dengan ceria.

“Jungjeon Mama, saya ingin memberitahukan kalau Wang Daebi Mama dan Daebi Mama telah tiba di gerbang Istana Gyeotaejeon,” Park Sanggung berkata dari luar ruang tidur Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung menganggukkan kepalanya.

“Terimakasih telah memberitahuku,” Yoon Bo-kyung berkata. Dia segera berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu utama Istana Gyeotaejeon. Hatinya senang karena akan bertemu dengan Nenek Raja yang dia sayangi dan hormati itu. Rasa senangnya itu membuat dia berjalan dengan langkah yang lebar.

“Hormat kepada Wang Daebi Mama dan Daebi Mama,” Yoon Bo-kyung segera membungkukkan badannya setelah bertemu dengan kedua tetua Istana yang datang itu. Setelah memberi hormat, mereka masuk ke dalam Istana Gyeotaejeon. Ibu Suri Istana Jung Hui duduk di depan berdampingan dengan Ibu Suri So-hye. Yoon Bo-kyung pun memberi salam resmi dengan membungkuk secara keseluruhan.

“Sepertinya keadaanmu sekarang jauh lebih baik dibandingkan saat kami datang terakhir dulu,” Ibu Suri So-hye berkata dengan suara yang terdengar sinis setelah Yoon Bo-kyung memberi salam hormat. Yoon Bo-kyung memaksakan diri untuk tersenyum setelah mendengar perkataan mertuanya itu.

“Berkat doa dan dukungan dari Wang Daebi Mama dan Daebi Mama, kondisi saya sekarang menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Saya sungguh berterimakasih kepada Wang Daebi Mama dan Daebi Mama. Saya juga berdoa semoga Wang Daebi Mama dan Daebi Mama diberikan selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan,” Yoon Bo-kyung berusaha menjawab dengan sesopan mungkin. Ibu Suri So-hye mendengus.

“Tindakanmu yang gegabah membuat kami kesulitan. Apa kamu tidak mempertimbangkan hal yang akan terjadi dengan keputusanmu memimum teh beracun itu?” Ibu Suri So-hye langsung menyudutkan Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung terkejut sesaat mendengar perkataan mertuanya itu.

“Saya tidak punya pilihan lain saat itu, Daebi Mama,” Yoon Bo-kyung mencoba membela dirinya sendiri. Ibu Suri So-hye menatap tajam kepadanya. 

“Kamu bisa membuang teh itu, Jungjeon,” Ibu Suri So-hye memberikan jawaban yang mengejutkan Yoon Bo-kyung. Membuang teh jelas akan membuat orang-orang yang menyaksikan acara itu berpikiran buruk. Mereka akan menganggap kalau dirinya adalah Ratu yang arogan. Lee Hwon juga akan membencinya dan membuat hubungan mereka berdua menjadi semakin buruk. Yoon Bo-kyung tidak mau hal itu terjadi.

Selain itu, dia takut kalau orang-orang Ayahnya akan mengambil kesempatan dalam kejadian itu. Ayahnya akan maju kedepan dan berpura-pura membela tindakannya membuang teh dengan alasan keselamatan. Ayahnya akan membuat tuduhan kepada Selir malang itu kalau Selir itu mencoba meracuni Yoon Bo-kyung. Ayahnya mungkin sudah menyiapkan saksi untuk membenarkan tuduhannya.

Akan tetapi, bagaimana caranya dia menjelaskan posisinya itu kepada mertuanya ini. Mertuanya ini sangat tidak menyukainya. Ibu Suri So-hye juga sering mencari-cari kesalahannya. Hal itu membuat Yoon Bo-kyung yakin kalau penjelasan yang akan dia berikan tidak akan diterima mertuanya itu.

“Daebi, kamu harus mengerti posisi Jungjeon saat itu. Jika dia membuang teh yang diberikan oleh Kim Suk-won maka posisi Jungjeon akan terancam karena dituduh sebagai Ratu arogan. Hubungannya dengan Jusang juga akan menjadi buruk,” Ibu Suri Jung Hui membela Yoon Bo-kyung. Yoon Bo-kyung menatap nenek suaminya itu dengan tatapan berterimakasih.

“Wang Daebi Mama, maafkan saya. Saya mohon jangan membela Jungjeon kali ini. Keputusannya itu sangat berbahaya. Memang benar kalau orang akan menuduh Jungjeon seperti itu. Namun, itu adalah pengorbanan kecil. Bagaimana jika Jungjeon mati karena meminum teh itu? Kim Suk-won juga yang akan menderita dan mendapat tuduhan kalau dia telah meracuni Jungjeon,” Ibu Suri So-hye berkata dengan suara yang sedikit gemetar seakan sedang menahan amarahnya.

Yoon Bo-kyung menundukkan kepalanya sejenak. Hatinya merasa sakit. Kali ini semakin jelas baginya kalau ibu suaminya itu sangat menyukai Kim Suk-won, perempuan yang baru saja bisa menarik perhatian suaminya. Bagi mertuanya itu, kehidupan Yoon Bo-kyung tidaklah penting.

“Daebi, perkataanmu sangat keterlaluan. Apa kamu tidak tahu kalau Bunwogun sudah menyiapkan segala sesuatunya? Tidak penting baginya jika Jungjeon membuang teh beracun itu atau tidak. Jika Jungjeon mati atau sakit karena racun maka itu adalah kesempatan besarnya menuduh Kim Suk-won sebagai pelakunya. Demikian juga jika Jungjeon membuangnya, Bunwongun bisa saja mengatakan kalau dia telah memberitahu Jungjeon mengenai racun didalam teh. Bunwogun pasti sudah menyiapkan saksi yang akan menguatkan tuduhannya itu, “ Ibu Suri Jung Hui berkata lagi. Perkataan Ibu Suri Istana Jung Hui membuat Yoon Bo-kyung ingin memeluk perempuan yang membelanya itu. Ibu Suri Istana Jung Hui sangat memahami dilema yang dia alami saat itu.

“Saya juga khawatir kalau Kim Suk Won akan dihina para bangsawan jika saya tidak menghargainya. Ayahnya lahir dari selir sehingga statusnya hanya sedikit diatas rakyat biasa. Jika saya membuang cawan itu, tidak akan ada orang dari kelas yanban yang akan mendukungnya. Saya khawatir jika itu terjadi maka ayahku akan leluasa menyakitinya kelak, “ Yoon Bo-kyung memberanikan diri untuk menambah penjelasan mengenai alasan tindakan nekatnya itu.

“Sebenarnya jika saya mati saat itu, hal itu tidak akan merugikan Kim Suk Won karena saya sudah menyiapkan sebuah surat yang akan menyelamatkannya,” Yoon Bo-kyung berkata lirih. Dia mengingat surat yang dia tulis dan serahkan kepada Park Sanggung.

Surat itu sengaja Yoon Bo-kyung tulis setelah menyadari kalau ayahnya mungkin akan mengincar nyawanya setelah Lee Hwon mengambil Wol sebagai wanitanya. Karena ayahnya berkata kalau dia tidak berguna lagi maka ayahnya akan membunuhnya.

“Surat?” Ibu Suri So-hye mengangkat salah satu alisnya. Dia terlihat penasaran dengan perkataan yang Yoon Bo-kyung katakan itu.

“Park Sanggung dimana surat itu?” Ibu Suri So-hye berteriak. Park Sanggung masuk ke dalam ruangan dengan tenang. Dia membungkukkan separuh badannya.

“Maafkan saya, Daebi Mama. Setelah Jungjeon Mama sadar dari koma, saya langsung membakar surat itu, “ Park Sanggung memberi jawaban yang mengejutkan. Yoon Bo-kyung sendiri kaget mendengarnya. Dia ingat kalau dia memerintahkan dayang seniornya itu untuk menyimpan surat itu dengan baik. Surat itu hanya bisa diberikan kepada suaminya jika dia meninggal.

“Apa? Beraninya kamu!” Ibu Suri So-hye menunjuk muka Park Sanggung.

“Maafkan kelancangan saya itu, Daebi Mama. Saya pikir Jungjeon Mama bisa menulisnya lagi jika Jungjeon Mama merasa surat itu penting, “ Park Sanggung berkata dengan sangat tenang seakan surat yang dia bakar itu hanyalah daun kering tanpa arti.

“Kamu!” Ibu Suri So-hye ingin melanjutkan perkataannya, tetapi suara meja dipukul dengan keras membuat seisi ruangan senyap seketika. Orang-orang yang berada di ruangan itu langsung menoleh ke asal suara itu yaitu posisi dimana Ibu Suri Istana Jung Hui berada. Orang yang paling dituakan di Istana itu menatap dengan tatapan tajam. Tangannya yang memukul meja masih berada di atas meja yang dipukulnya.

“Daebi, apa kamu lupa kalau ada aku disini?” Ibu Suri Jung Hui yang telah memukul meja dengan keras itu berkata dengan suara yang tinggi.

“Wang Daebi Mama, saya tidak punya maksud buruk. Saya hanya marah karena Jungjeon telah membuat Istana Dalam terancam. Anda bahkan sampai harus turun lagi ke dalam politik yang Anda benci, “ Ibu Suri So-hye berkata. Dia memasang raut wajah khawatir, tetapi Yoon Bo-kyung yakin kalau mertuanya itu kesal karena Yoon Bo-kyung mendapat pembelaan.

“Jungjeon sekarang sudah sadar dari komanya. Alasannya mengambil tindakan itu rasional dan dapat aku terima, “ Ibu Suri Istana Jung Hui berkata dengan suara yang tegas.

“Jika aku menjadi dia, aku akan memilih melenyapkan Selir itu daripada aku menjadi korban. Aku akan mengikuti alur cerita yang disiapkan oleh Bunwogun dan menyerang Bunwogun balik saat dia benar-benar lemah, “ Ibu Suri Istana Jung Hui melanjutkan perkataanya dengan suara yang lebih lembut dibandingkan sebelumnya.

“Jungjeon terlalu baik kepada perempuan yang merebut hati suaminya itu. Dia memilih menyelamatkan orang asing demi perasaan suaminya. Tidak peduli kalau Bunwogun menjadi tahu rahasianya kalau putrinya ini adalah tangan kanan Jusang,” Ibu Suri Istana Jung Hui berkata dengan suara yang lirih. Tatapan matanya menunjukkan rasa simpati. Yoon Bo-kyung menunduk sejenak untuk menutupi raut wajah sedihnya. Matanya terasa panas dan dia berusaha mati-matian untuk mencegah air matanya tumpah.

“Seharusnya aku menghukummu Daebi karena kamu asal menuduh Jungjeon. Seakan-akan dia merencanakan semua ini, “ Ibu Suri Istana Jung Hui berkata dengan tegas.

“Maafkan saya, Wang Daebi Mama. Saya bersalah,” Ibu Suri So-hye berkata dengan suara yang lirih. Dia pun mendekati Yoon Bo-kyung dan memegang tangannya.

“Maaf karena aku telah salah memahami niat tulusmu itu, Jungjeon. Aku tidak tahu kalau selama ini kamu mendukung Jusang dengan segenap hatimu, ” Ibu Suri So-hye berkata dengan lembut. Yoon Bo-kyung yang semula menundukkan kepalanya, menegakkan kepalanya lalu menatap wajah mertuanya itu. Dia tidak bisa menebak apakah raut wajah mertuanya itu menunjukkan kalau dia berkata dengan tulus atau terpaksa berkata seperti itu karena kemarahan Ibu Suri Istana Jung Hui.

“Saya tetap salah, Daebi Mama. Saya telah membuat Anda cemas. Seharusnya sejak awal saya menceritakan kepada Anda kalau saya berada di pihak Jusang, “ Yoon Bo-kyung berkata dengan setengah hati.

Benar dia merasa sedikit bersalah karena tidak menceritakan dukungannya ini. Namun, dia memang tidak bisa menceritakan itu kepada kedua tetua Istana itu selama mata-mata ayahnya ada di Istana Jagyeonjeon. Saat ini kedua tetua Istana ini berada di Istana Gyeotaejeon yang relatif lebih aman. Lagipula sikap Ibu Suri So-hye sangat dingin kepadanya.

“Sudahlah. Sebaiknya kita membicarakan hal lain. Aku kasihan kepada Jungjeon karena kita langsung  membanjirinya dengan perkara berat ketika dia baru sembuh seperti saat ini. Seharusnya kita disini hadir untuk mengucapkan selamat dan bergembira atas nyawa kedua yang diberikan Langit untuknya, “ Ibu Suri Istana Jung Hui berkata dengan suara yang tenang. Menantunya pun sadar dan langsung mundur.

“Maafkan saya, Wang Daebi Mama,” Ibu Suri So-hye berkata lagi. Ibu Suri Istana Jung Hui menatap menantunya sejenak. Dia menghela nafas dan tidak membalas permohonan maaf menantunya itu
 
“Aku mengajak dua orang dayang. Salah satunya pandai menyanyi dan yang lain pandai menari. Park Sanggung bawa kedua dayang itu kemari. Kita lupakan sejenak semua masalah,” Ibu Suri Istana Jung Hui langsung memberi perintah kepada Park Sanggung. Dayang senior itu segera keluar dan membawa kedua dayang yang diceritakan Ibu Suri Istana Jung Hui itu masuk.

Dua dayang yang berdandan mewah masuk ke dalam ruangan dengan berjalan di belakang Park Sanggung. Seorang membawa gendang dan yang lain membawa kipas. Mereka langsung memberi hormat kepada tiga perempuan dengan kekuasaan tertinggi di Istana itu.

Dayang yang membawa gendang duduk lalu mulai menabuh. Sedangkan, yang satu lagi menari dengan memegang kipas di tangannya. Perlahan suasana di ruangan itu menjadi lebih baik karena semuanya memusatkan pandangan mereka ke arah pertunjukkan yang ditampilkan dua dayang itu. Namun, sebenarnya  tidak seorang pun yang benar-benar tertarik dengan pertunjukkan itu. Mereka bertindak seakan sedang memperhatikan pertunjukkan dengan serius, tetapi pikiran mereka mengembara. Termasuk Yoon Bo-kyung sendiri.

🌸🌸🌸

Ibu Suri So-hye menatap pertunjukkan yang berlangsung di hadapannya itu dengan hati yang gundah. Sekalipun suara dayang penabuh gendang itu merdua dan penari itu meliuk dengan indah, Ibu Suri So-hye tidak bisa menikmatinya. Pikirannya mengembara jauh.

Beberapa waktu yang lalu dia meminta Tabib kepercayaannya memeriksa kondisi kesehatannya secara diam-diam. Hasilnya tidaklah bagus. Tabib mengatakan kalau kondisi jantungnya semakin tidak baik. Tabib juga menyuruhnya untuk lebih banyak beristirahat dan mengurangi stress.

Dua hal yang disarankan oleh Tabib itu tidak bisa dituruti oleh Ibu Suri So-hye. Dia tidak bisa beristirahat karena dia harus menemui banyak bangsawan untuk meminta mereka supaya memberi dukungan mereka kepada Kim Suk Won.

Pertemuan demi pertemuan yang dia hadiri juga melelahkan pikirannya. Hal itu dikarenakan dia harus menyembunyikan indetitas asli Kim Suk Won dari para bangsawan yang dia temui. Para bangsawan memiliki pikiran yang tajam dan mudah curiga. Merekaputranya juga sangat meragukan posisi Kim Sukwon di hati putranya.

‘Benarkah Selir baru itu sangat disukai oleh Jusang Jeonha? Namun, aku dengar hubungan Jusang Jeonha dengan Jungjeon Mama sangatlah kuat. Jusang Jeonha lebih sering menghabiskan waktunya di tempat Jungjeon Mama sekalipun Jungjeon Mama sakit dan bisa saja menularinya dengan flu beratnya itu,’ seorang bangsawan memberikan alasan yang sulit dibantah Ibu Suri So-hye. Dia sampai harus berpikir dengan sangat hati-hati untuk menjawabnya. Akhirnya dia terpaksa berdusta kalau menantunya itu kesulitan memiliki keturunan. Para bangsawan itu percaya karena Lee Hwon dan Yoon Bo-kyung sudah menikah bertahun-tahun lamanya tetapi belum memiliki keturunan.

Walaupun sebenarnya dia tahu alasan yang sebenarnya mengapa menantunya itu belum memberi keturunan. Lee Hwon belum pernah sekalipun menyentuh Yoon Bo-kyung sebagai istrinya. Lee Hwon sendiri yang mengatakan rahasia itu kepada Ibu Suri So-hye setelah dia mempertemukan Lee Hwon dengan Heo Yeon Woo. 

Disitu juga akhirnya dia tahu kalau menantu yang dia benci itu ternyata bekerja sama dengan putranya melawan Perdana Menteri Yoon secara diam-diam. Sekalipun dia telah mendengar cerita putranya itu, dia tidak bisa percaya kepada Yoon Bo-kyung. Sulit baginya mempercayai keturunan orang jahat itu. Bukankah pepatah mengatakan kalau buah jatuh tidak hauh dari pohonnya? Keturunan ular tetaplah ular.

Ibu Suri So-hye juga sulit untuk percaya kalau ada seorang perempuan yang berani melawan ayahnya sendiri. Bukankah darah lebih kental daripada air? Bagaimana bisa seorang putri menghianati ayah yang membuatnya hadir di dunia ini?

Lalu pikirannya menjadi liar. Dia berpikir kalau seorang perempuan bisa menghianati ayahnya sendiri, berarti perempuan itu dengan mudahnya bisa menghianati  suaminya sendiri.

Dia juga tidak percaya kalau Yoon Bo-kyung melakukan semuanya karena cinta. Jika Lee Hwon juga mencintai Yoon Bo-kyung, alasan cinta menantunya bisa dia terima. Namun, menantunya itu tidak mendapat cinta dari suaminya. Tidak mungkin Yoon Bo-kyung mau berkorban sebegitu jauhnya tanpa imbalan apa pun.

‘Apakah tahta yang diinginkan perempuan itu? Apakah dia tahu kalau suatu saat nanti dia akan kehilangan tahta itu sehingga dia berusaha mengajak putraku bekerja sama dengannya. Pikirnya dengan hal itu, putraku akan memberi imbalan berupa tahta setelah mereka berhasil?’

Ibu Suri So-hye berkata di dalam hati. Matanya melirik ke arah Yoon Bo-kyung sejenak.

‘Perempuan itu menulis surat untuk menyelamatkan Kim Suk Won? Apakah itu kebohongan yang sengaja dia buat saja membuat putraku bersimpati kepadanya? Jika benar surat itu ada, apa isinya?’ Ibu Suri So-hye bertanya lagi. Tangannya mengepal dengan kuat.

Dia ingat dengan semua laporan yang dia dapat. Putranya setiap hari mengunjungi Yoon Bo-kyung saat perempuan itu tidak sadar. Putranya itu terlalu lembut. Sekalipun dia sudah memperingatkan dengan keras untuk menghindari perempuan itu, Lee Hwon tetap mengunjungi Yoon Bo-kyung.

Ibu Suri So-hye tahu kalau Lee Hwon masih sangat mencintai Heo Yeon Woo. Buktinya adalah putranya itu tidak pernah menyentuh Yoon Bo-kyung. Namun, pertemuan yang terjadi terus menerus. Percakapan yang terus berlangsung. Semuanya itu tentu bisa mengubah perasaan seorang laki-laki.

Ibu Suri So-hye takut kalau Lee Hwon akan terbiasa dengan pertemuan dan percakapannya dengan Yoon Bo-kyung. Kemudian putranya itu hanya akan fokus kepada Yoon Bo-kyung saja. Lalu pada akhirnya benar-benar jatuh cinta kepada Yoon Bo-kyung.

‘Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Perempuan yang telah melawan mandat Langit dengan mencuri tahta bulan hanya akan menciptakan kehancuran di masa depan. Perempuan itu telah menghianati Heo Yeon Woo dan membuat keluarga Heo hancur berkeping-keping. Dia bukan Ratu yang baik. Dia hanyalah badut yang meniru seorang Ratu,’ Ibu Suri So-hye berkata di dalam hatinya. Perasaannya campur aduk. Kebencian dan kemarahan bercampur aduk.

Dia ingat kalau dia terpaksa meminta maaf kepada menantunya itu untuk meredam kemarahan Ibu Suri Istana Jung Hui. Sekalipun dia telah mendengar penjelasan Ibu Suri Istana Jung Hui, Ibu Suri So-hye tidak bisa merubah pendapatnya tentang Yoon Bo-kyung. Sekarang, setelah pristiwa yang dianggap Lee Hwon sebagai pengorbanan besar, posisi Yoon Bo-kyung semakin kuat di hati Lee Hwon.

Sebelum semuanya terlambat. Sebelum rasa kasihan Lee Hwon menjadi cinta, dia harus memikirkan cara paling tepat membuat Lee Hwon tetap pada tujuannya semula. Yaitu menghancurkan Perdana Menteri Yoon dan menghukum semua yang terlibat dalam pristiwa boneka sihir.

Jika bisa, dia berharap Lee Hwon juga akan menghancurkan Klan Yoon. Dia sudah terlanjur menganggap kalau klan Yoon memiliki darah yang kotor karena Perdana Menteri Yoon sehingga harus dilenyapkan. Dari semua anggota klan Yoon, dia hanya akan membebaskan Yoon Seung Jae. Hanya laki-laki itu yang dianggapnya berbeda dari semua anggota klan Yoon. Apalagi laki-laki itu telah berkorban banyak untuk putranya sejak dahulu.

‘Akan tetapi, apa yang harus aku lakukan?’ Ibu Suri So-hye bertanya di dalam hati. Pikirannya menjadi kalut. Tiba-tiba dayang kepercayaannya mendekat dan menyentuh tangannya. Menyerahkan sebuah cincin berwarna hijau kecil. Cincin itu hanya muat untuk kelingkingnya.

Ibu Suri mengerutkan keningnya sejenak. Dia paham maksud dari cincin itu. Langit langsung memberi sebuah jawaban. Ibu Suri So-hye pun tersenyum penuh kemenangan. Dia tidak merubah raut mukanya saat pandangan mata Yoon Bo-kyung mengarah kepadanya. Dia bisa melihat raut kebingungan di wajah menantunya itu. Hatinya merasa puas.

🌸🌸🌸

Hallo pembaca yang kusayangi,

Maaf saya publish lama-lama. Maaf belum bisa balas komentar. Terimakasih untuk dukungannya karena dukungan kalian sangat berarti.

BERIKUT VIDEO TENTANG SALAM KOREA YA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top