Chap 28
Aku melangkah menembus sebuah cermin. Anehnya setelah aku menembus cermin itu aku bukan berada di hutan melainkan sudah berada pinggir sungai. Aku menoleh ke arah cermin namun, tiba-tiba saja cermin itu hilang.
Aku menghela napas pelan, akhirnya aku pulang. Mataku menatap sebuah sungai yang tenang, sungai tempatku mencuci. Aku mengalihkan mataku ke arah tanganku yang tengah membawa kain dan sebuah labu.
"Putih? Benarkah kau putih?" Aku menoleh saat suara yang sangat aku kenali memanggilku.
"Ikan mas," ucapku saat aku melihat ikan mas tengah muncul di pinggir sungai.
"Akhirnya kau kembali, aku sangatlah kawatir padamu."
Aku melangkah mendekati ikan itu. "Lihatlah, aku menemukan kain ibu," ucapku memperlihatkan kain berbenang sutra.
"Bakulmu ku letakan di sana, setelah kau melepaskanku aku kembali ke sungai ini. Aku sangat khawatir padamu," ucap ikan mas.
Aku melangkah mengambil bakulku yang berada di sekat batu lalu memasukkan buah labu dan kain.
"Kau akan segera pulang?" tanya ikan mas yang aku jawab dengan anggukan kepalaku.
Aku sudah pergi terlalu lama, ibu pasti akan sangat marah padaku jika aku tak kunjung pulang. Hatiku bercampur aduk sekarang antara aku bahagia bisa kembali dan sangat takut jika aku bertemu ibu nantinya.
"Aku harus segera pulang, aku akan menjumpaimu besok pagi."
Ikan mas mengangguk dan membiarkan aku pergi. Aku segera melangkah meninggalkan sungai menuju rumah. Semakin aku melangkah semakin jantungku berdetak sangat kencang. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan ibu dan Bawang Merah saat melihatku.
Kini aku tepat berada di depan rumahku, aku menarik napas pelan menenangkan diri. Apa pun yang mereka lakukan aku harus menerimanya. Aku mengetuk rumah tiga kali dan pintu perlahan terbuka. Aku lihat Bawang Merah yang tengah menatapku tajam.
"Ba-bawang Merah,"
"Kau berani pulang?" tanya bawang merah menatap tajam diriku.
"A-aku."
"Masuk!" Bawang merah menarik kencang rambutku dan membawaku menghadap ibu.
"Sa-sakit dasar eek banci," ucapku sembari memberontak melepaskan tarikan rambutku dari bawang merah.
"Ah, kau masih bisa mengataiku Bawang Putih? Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan kayang juga." Semakin keras dia menarik rambutku semakin sakit jika aku terus memberontak. Tubuh Bawang Merah yang lebih besar dan berotot membuat tubuhku kalah telak darinya.
Aku tersungkur tepat di kaki ibuku, dengan perlahan aku mengangkat kepalaku dan mendongak ke arahnya.
Aku melihat dia menatapku datar tanpa ekspresi dan tanpa kata. Entah apa yang tengah ia pikirkan saat ini, yang pasti dia tak akan membiarkanku begitu saja.
Bawang merah mengambil bakulku yang tergeletak lalu mengambil kain ibu dan membanting bakulku. Aku sangat terkejut ketika labu di dalam bakulku terbanting dan pecah.
Berlian, emas dan mutiara jatuh berserakan di tanah. Semua itu berasal dari dalam labu itu.
"Berlian pengalihan?" gumam ibu saat melihat sebuah berlian berbentuk buah zakar tergeletak di tanah.
Ibu melangkah mendekati berlian itu dan mengambilnya dan tersenyum gembira, entah apa maksudnya dia seakan mengenal berlian itu.
"Da-dari mana kau mendapatkan berlian zakar ini, Putih?" tanya ibu yang masih menatap berlian itu. Bahkan Bawang Merah pun membantu mengumpulkan mutiara dan emas yang berserakan di lantai.
Aku pun menceritakan kejadian yang sebenarnya bahwa aku mendapatkan itu dari nenek yang menemukan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top