chap 23



"Sabar, Bawang Putih jangan tergesa-gesa. Kita harus memastikan dulu dan tidak berbuat ceroboh jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Hanya karena kesalahan kecil yang tampak tiada artinya seluruh persoalan menjadi kacau dan berantakan."

"Tapi Kipli, bagaimana jika nenek itu menjual kain ibu, itu akan membuatku semakin sulit." Entah mengapa aku merasa harus segera menemui nenek itu dan mengambil kembali kain ibu.

"Huh, kau tak akan mendapatkan kain itu dengan mudah, nenek tua itu bukanlah nenek-nenek sembarangan," ucap Laila, dengan wajah seakan tidak menyukaiku, entah perasaanku saja atau dia memang tidak menyukaiku.

"Apa maksudmu?" tanyaku sembari menatap tajam ke arah Laila.

"Lihatlah penampilanmu, seperti seorang gembel. Lagi pula Nenek itu tak akan membiarkan siapa pun mendekatinya dengan penampilan yang kucel seperti itu. Dia sangat suka kebersihan dan kerapian bukan pemandangan sampah seperti itu."

Wanita jalang ini benar-benar semakin membuatku kesal. Aku yakin kini ada api yang menyala di kepalaku, ingin sekali aku menjambak rambut dan jembutnya yang di bawah dan di atas agar dia merasakan kesakitan yang luar biasa.

"Kau tidak mengerti, betapa sulit dan jauhnya aku mencari kain itu. Kau tak akan mengerti penderitaanku selama ini, aku harus segera mendapatkan kain itu, apa pun yang terjadi." Aku melangkah meninggalkan rumah itu dengan kesalnya. Siapa dia berani-beraninya mengatakan hal itu padaku, dia bahkan tidak tahu perjuanganku untuk mencari kain itu.

"Bawang Putih!"

Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang. Ku lihat Kipli dengan tergesa-gesa berlari mengejarku.

"Apa?" tanyaku kesal.

"Tunggulah sebentar," ucap Kipli terengah-engah mengatur napas.

Aku menghela napas pelan dan melipat kedua tanganku, sembari menunggu dia mengatakan sesuatu. Kita lihat saja apa yang mau di katakan makhluk lengkuas ini, benar-benar membuatku kesal.

"Sebaiknya kita mendengarkan kata Laila, untuk menunggu."

Mataku membulat sempurna ketika aku mendengar temanku sendiri malah membela wanita jalang itu.

"Aku tidak mau, kau orang, maksudku makhluk satu-satunya yang mengerti betapa sulitnya aku bisa sampai ke tempat ini, dan sekarang kau malah membela wanita itu."

"Bukan seperti itu, Bawang." Kipli terus saja membujukku untuk mendengarkan perkataan Laila yang membuatku semakin kesal.

"Baiklah, Bawang Putih." Kipli terdiam sesaat, matanya menatap tajam ke arahku. Dia mengela napas pelan dan kemudian satu langkah, melangkah mundur. Raut wajahnya pun berubah datar, membuatku merasa aneh.

"Sepertinya saatnya sudah tiba, aku tidak bisa lagi membantumu?" ucap Kipli membuatku sedikit terkejut. Bukanya dia yang mengatakan akan membantuku dan kini dia bilang tidak dapat membantuku lagi. Apa sampai seperti itu dia membela wanita itu.

"A-apa maksudmu?"

"Saat di mana kau harus menemukan takdirmu sendiri, tanpa aku dam aku yakin kau akan dapat menemukan kain itu sendiri."

"Kau benar-benar akan meninggalkanku sendiri? Bukanya kau yang mengatakan kau akan membantuku, kau sendiri yang bilang itu dan kini kau mau meninggalkan ku sendirian?" Aku menatap sendu ke arah Kipli, tak ku sangka dia akan mengatakan hal itu padaku.

Jika pada akhirnya dia meninggalkan ku sendiri, untuk apa dari awal dia mengatakan akan membantuku.

"Bukan seperti itu, Bawang putih, aku tak akan meninggalkanmu sendiri aku akan tetap berada di sisimu sampai kapan pun. Tapi, ada hal yang seharusnya kau tidak boleh tahu, dan tidak boleh aku campuri. Karena itulah, aku akan menunggumu di sini. Maafkan aku."



"Jadi seperti itu? Hanya karena orang lain kau mau meninggalkan ku? Aku pikir kita bisa menjadi sahabat baik, tapi ternyata aku salah."

Aku melangkah pergi, tanganku mengepal kuat. Kini hanya aku sendiri, tanpa siapa pun di sisiku.

"Aku akan menunggumu di sini Bawang Putih!" teriaknya.

Entah perasaanku saja atau memang aku sangat ingin menangis saat ini. Hatiku terasa sesak, mengapa semua orang yang berada di sisiku pergi meninggalkanku sendiri. Ibu, Ayah bahkan sekarang Kipli. Walau aku baru mengenalnya, tapi dia satu-satunya teman yang sangat berharga.

Aku melangkah menuju hutan tanpa menoleh ke arah Kipli. Percuma saja dia tetap tak akan membantuku lagi, jadi lebih baik aku menganggapnya tak pernah ada. Mungkin dengan itu, aku dapat melupakannya








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top