Chap 20.




Kami memutuskan untuk menginap beberapa hari di desa ini. Karena Kipli mengatakan akan pergi ke suatu tempat dulu. Akhirnya dia memintaku untuk menunggunya kembali di desa ini. Tak selang beberapa hari Kipli kembali dia berkata jika benar saja kain ibu berada di tanah Siak. Kipli berkata jika dia mengetahui itu dari temannya yang dia temui saat dia pergi.

Menurut penuturan temanya jika Kain berbenang sutra hanyut dan terbawa arus menuju aliran sungai Siak. Dia juga berkata jika temannya beberapa hari yang lalu barulah dari tanah Siak dan dia pernah melihat Kain itu di bawa seorang Nenek tua. Aku bertanya pada Kipli siapa temannya yang dia temui itu. Tapi, Kipli tak menjawabnya dia hanya berkata jika itu teman lamanya.

Kami pun memutuskan dengan mantap jika tujuan terakhir kami adalah tanah Siak. Semoga saja benar jika kain itu berada di sana. Aku dan Kipli melangkah menuju keluar desa. Namun, saat kami akan keluar beberapa orang berbondong-bondong pergi ke suatu tempat.

Aku dan Kipli mengikuti beberapa orang yang berkumpul untuk menyaksikan sabung ayam. Karena aku yang sangat penasaran siapa gerangan yang tengah mengikuti sabung ayam yang membuat seluruh orang datang berbondong-bondong. Lagi pula tempat sabung ayam itu berada di tempat yang akan kita lewati. Tak salah jika menonton sejenak bukan.

Di sana kami melihat tiga orang yang kami kenali. Benar saja, mereka tiga bersaudara dan sepertinya bersama dengan pemimpin daerah ini. Ternyata benar, saat aku bertanya pada salah satu penduduk jika yang menantang tiga bersaudara itu adalah Datok Dobalang.

"Apakah ada peraturan atau larangan selama pertandingan ini, Datok?" tanya salah satu pemuda itu.

"Ada empat peraturan, pertama dilarang bersorak dan bertepuk tangan. Kedua, dilarang memekik dan mengentak tanah. Ketiga, dilarang menyingsingkan lengan baju. Keempat, dilarang memutar keris ke depan. Dan siapa yang melanggar semua itu maka akan dianggap kalah," tegas Datok Dobolang.

Aku dan Kipli berdiri menonton di antara kerumunan warga yang tak sabar ingin melihat pertandingan.

"Lalu taruhannya? Apa yang ingin Datok pertaruhkan?" tanyanya kembali.

"Tanah Inuman di kiri sungai Indragiri, yang lebar dan panjangnya sejauh mata memandang dari gelanggang Sibuah Tinggi," jawab Datok dengan sombong dan angkuhnya.

Aku menoleh ke arah Kipli, dan Kipli pun menoleh ke arahku. Aku yakin dia memikirkan hal yang sama denganku. Jika di dengar begitu banyaknya taruhan yang di berikan oleh Datok Dobolang lalu, bagaimana bisa mereka mengimbanginya. Aku melihat mereka diam sejenak dan tiba-tiba saja mereka mengatakan hal yang membuatku terkejut setengah mati.

"Kami akan memberikan taruhan Tanah Koto Siambul di kiri sungai Indragiri, lebar dan panjangnya sehabis mata memandang dari gelanggang Sibuah Tinggi," ucap mereka serentak.

Aku menoleh lagi ke arah Kipli saat aku mendengar kekehan dari bibir kecil Kipli itu.

"Apa yang kau tertawakan?" tanyaku pada Kipli yang masih terkekeh geli.

"Tak ada, sebaiknya kita pergi dan lanjutkan perjalanan."

Aku mengerutkan dahiku, memikirkan apa yang sedang di pikirkan Kipli sehingga dia malah terkekeh mendengar taruhan yang di berikan oleh tiga bersaudara itu.

"Is, tunggulah sampai pertandingan selesai. Aku sangat penasaran siapa yang akan menang nanti."

"Seperti abu di atas tanggul Orang yang sedang berada pada kedudukan yang sulit dan mudah jatuh. Itulah orang yang lemah," ucap Kipli sembari membuang muka.

"Apa maksudmu?" tanyaku pada Kipli tapi dia hanya diam tak menjawab lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top