chap 16



Siang berganti malam, setelah kejadian bertemu Bujang Buta kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Bujang Buta pun memilih melakukan perjalanannya sendiri mencari jati dirinya. Sedangkan aku dan Kipli masih berusaha mencari kain milik ibu yang hilang entah ke mana.

Angin malam meniup dedaunan di hutan ini. Suara binatang dan serangga hutan seakan menghiasi malam ini. Aku dan Kipli memutuskan untuk bermalam di sebuah rumah milik penduduk pinggir hutan. Pemilik rumah ini sangat ramah dan baik, hingga bersedia kami menginap semalam di rumah ini.

"Di luar dingin, kau tidak masuk?" tanya Kipli melihatku yang tengah terdiam di halaman rumah.

"Pli? Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang kain milik ibuku?" tanyaku pada Kipli.

Kipli mendekat dan duduk di sampingku. Dia menghela napas  pelan, dia kemudian menggelengkan kepalnya. "Aku sudah bertanya pada beberapa pedagang kain di sana, tapi mereka sama sekali tak melihat kain itu."

Aku menundukkan kepala, harus mencari ke mana lagi? Aku sudah sangat jauh pergi dari rumah.

"Menurut penuturan ibu, bukanya dia bilang kainmu terbawa seseorang ke tanah Siak, mungkin saja orang itu benar berada di tanah Siak."

"Tanah Siak itu di mana?" Aku menatap sendu ke arah Kipli
Jika benar kainku berada di tanah betua itu. Lalu, bagaimana aku dapat pergi ke sana. Hal yang selalu aku pikirkan semenjak aku memutuskan untuk pergi semakin jauh.

"Setelah tanah Kampar, Indragilir lalu Kuanta barulah kita akan sampai di aliran sungai Siak di sanalah mungkin  kita akan menemukan kainmu itu."

"Apakah itu jauh?"

"Menurutmu?"

"Kau kan mahluk gaib, bisa kau menggunakan kekuatanmu? Misal seperti lampu ajaib yang bisa mengabulkan permintaan."

"Bisa, gosok kepalaku maka aku akan bisa mengabulkan permintaanmu," ucapnya sembari menyodorkan kepal ke arahku.

Aku sangat penasaran, jika lampu ajaib di gosok akan keluar jin yang dapat mengabulkan sebuah permintaan, apa jika aku menggosok kepala Kipli akan muncul jin tampan tanpa celana dalam yang dapat mengabulkan permintaan.

Dengan cepat aku menggosok kepala Kipli sekencang-kencangnya menggunakan sandalku yang baru saja aku bersihkan dengan daun karena tak sengaja tadi aku menginjak tai ayam.

"Ad-da, dohh! Apa kau sudah gila?"
Kipli meringis kesakitan, sembari menarik kepalanya dari gosokkanku. Dia mengusap-usap kepalanya karena kesakitan

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mengapa tidak muncul jin?

"Mana jinnya?" tanyaku pada Kipli, yang masih meringis kesakitan.

"Aku jinnya, ku beri satu permintaan, monggo," ucapnya sembari menirukan seseorang.

"Pingin melihat keperjakaan pemuda tampan." Dengan sigap aku menjawab pertanyaan Kipli. Walau ternyata bukan jin yang ku harapkan itu . Tapi, tak apalah yang penting aku dapat melihat korma onta asli di hadapanku, Setali Tiga Uang.

"Ngimpi," jawab Kipli yang di ikuti tawa lepasnya.

Aku hanya menatap datar dia yang masih tertawa terguling-guling di tanah. Dasar, manusia terkutuk. Berani-beraninya dia membodohiku, aku melangkah pergi meninggalkannya yang masih tertawa terbahak-bahak.

Semoga saja datang Wewe gombel menculiknya mengempit di tetek besar Wewe gombel. Dan semoga saja keputihan melandanya hingga membuatnya gatal-gatal. Ini adalah kutukan dari Bawang Putih! Barang siapa yang menghina, membodohi, menistakan dan menertawakan bahkan membaca ceritaku ini, dia akan mengalami keputihan! Camkan itu wahai pembaca yang budiman!


***


Wewe gombel: mahluk penunggu Peso. Yang gugur sebelum beranak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top