Chap 1

Mataku menatap lurus hamparan hutan yang sangat luas dari atas bukit.  Hari ini, hari di mana tepat dua bulan meninggalnya ayah. Kini, aku tinggal bersama Ibu dan Bawang Merah. Mereka satu-satunya keluargaku sekarang, bagaimanapun bentuk mereka mau mereka lonjong seperti penis atau bulat seperti telur, mereka tetaplah keluargaku.

Aku menghela napas pelan, hidupku tidak seperti di negeri dongeng sebelah, yang penuh dengan kebahagiaan dan kesenangan. Tapi, aku tinggal di sebuah desa di mana kau akan menemukan segala kesialan dalam hidupku. Aku seperti  Pungguk Merindukan Bulan, mengharapkan sesuatu yang mungkin mustahil.

Ada yang bilang jika ayah sebenarnya masih hidup, dia ada di luar sana. Mengapa ayah tak kunjung pulang, jika benar dia masih hidup.

Aku hidup bersama ibu dan saudara tiriku. Ya, aku si Bawang Putih gadis baik hati dan tidak sombong. Aku tinggal di rumah yang lumayan megah dari seorang pedagang yang lumayan sukses.

Ayah, yang sangat aku rindukan kehadirannya, saat ini tentunya. Walau aku ditemani oleh Bawang Merah yang selalu saja mengisi keseharianku dengan teriakannya yang melengking membelah langit, menyobek cakrawala itu, yang selalu membuatku selalu kesal. Jika dipikir-pikir, setidaknya aku masih beruntung memiliki mereka saat ini.

Aku mengangkat bokongku dan mengintip ke bawah, sepertinya aku sudah selesai. Buang kotoran di atas bukit jika terlalu lama akan mendatangkan binatang buas pemakan kotoran. Dan jika terlalu lama aku jongkok dengan posisi sepeti ini di atas bukit aku akan masuk angin. Segera aku memberisihkan sisa-sisa kotoranku yang menempel dengan air yang ku bawa dari sungai dan beranjak pergi.

Aku ingin pergi meninggalkan tempat ini dan hidup di luar hutan. Namun, bagaimana nasib Ibu dan Bawang Merah jika aku kabur. Walau aku sangat jenuh dengan kehidupanku, tapi aku tidak tega jika aku harus pergi meninggalkan mereka.

Siapa yang akan membereskan rumah, mencuci baju dan memasak, jika aku pergi. Ibu selalu marah walau aku sudah melakukan semua pekerjaan rumah. Bawang Merah juga sering berteriak meminta hal-hal yang aneh-aneh.

Seperti minggu lalu, dia memintaku untuk membawakan seekor kerbau dan meminta untuk mengawinkan dengan sapi. Dia berpikir jika sapi dan kerbau dikawinkan maka akan menghasilkan lembu bule, itu yang dikatakan penyihir.

Angin berembus pelan, meniup helai demi helai rambut panjangku. Aku sangat suka desa ini, desa di mana aku dilahirkan dan pernah hidup bahagia bersama keluargaku.

***

"Bawang Merah?? Aku datang!!" Aku berteriak memanggil bawang merah yang berada di dalam rumah.

"Kau harus mengucapkan mantra yang tepat, Bawang Putih. Jika tidak aku tak akan membukakan pintu, untukmu." Suara lantang Bawang Merah membuatku memutar dua bola mataku ke atas.

"Cepat!!" teriaknya.

"Eh, iya, cepat! Apanya cepat!"

Sekali lagi aku mendengar tawa kencang dari dalam rumah. Bawang merah selalu saja mengagetkanku sehingga membuat latahku kumat.

Aku sangat benci sekali dengan penyakit latahku ini yang tidak kunjung hilang entah ini penyakit atau sebuah kutukan dan entah sampai kapan kutukan latah ini melekat pada diriku. Dan satu hal yang sangat menyebalkan jika aku pulang dari sungai yaitu, bertemu Bawang Merah saat di rumah.

Ya, Bawang Merah pasti akan memintaku berteriak mengucapkan mantra yang dia inginkan. Apa dia pikir, rumah ini adalah rumah penyihir yang harus mengucapkan mantra. Tapi, jika aku tidak melakukan apa yang dia inginkan, dia tidak akan membukakan pintu untukku.

"Bawang Merah!! Yuhuuu, kau adalah gadis tercantik di Negeri ini, bukalah pintunya!" Perut mual seketika setiap aku mengatakan hal itu.

Bukannya aku sudah mengatakan, sebelumnya bahwa gadis cantik dan baik hati itu adalah diriku. Tiba-tiba saja ada makhluk lainya yang mengaku dia cantik.

PseuCom #akulturasiapril

Bukos jealoucy  dan Andriani_Vee.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top