7. MISI PENTING

Tak terasa lima bulan terlewati. Rah dan rekan-rekan barunya telah melalui beberapa misi dengan tingkat keberhasilan yang mengagumkan. Itu semua membuat Tuan Baratha semakin bangga terhadap Rah. Rah pun mendapat imbalan yang cukup besar dari pekerjaannya itu, membuat dia lupa akan tujuan semula datang ke Kota Santiloka.

Tiba hari di mana Rah dilibatkan dengan misi yang maha penting. Dengan mengenakan Jas hitam dan celana kain hitam dia melangkah penuh semangat. Rambut dipotong agak pendek, klimis tersisir rapi ke belakang. Wireless Spy Earpiece—sebagai alat komunikasi—menempel di telinga kanan dan matanya ditutupi kaca mata hitam. Sepatu kulit hitamnya sesekali berdecit saat dia melangkah.

"Wow... Rah. Kau kelihatan sangat gagah!" puji Rajas yang telah menunggunya di depan Biro.

"Terima kasih, Raj." Rah gembira mendapat pujian seperti itu. Senyumnya terlihat mengembang. Sejak bergabung sampai saat ini, Rah tinggal di Biro RSS bersama Rajas.

"Ayo kita pergi menjemput klien kita. Dan ingat. Klien kita kali ini sangat penting. Jadi tidak boleh ada kata gagal." Rajas langsung berlari kecil ke dalam mobil sedan hitam yang telah dipersiapkan, diikuti Rah dan sepuluh anggota lainnya. Mereka meluncur mengendarai tiga mobil meninggalkan Biro.

Di perjalanan, Rah diam seribu bahasa.

"Kau gugup Rah?" tanya Rajas.

"Ah... Tidak."

"Itu wajar. Aku juga mengalami hal yang sama saat pertama menerima tugas yang sangat penting. Karena sedikit pun kita tidak boleh lengah dan melakukan kesalahan." Rajas menenangkan Rah sambil memacu mobilnya semakin kencang menuju tempat tujuan.

"Sebenarnya siapa klien kita kali ini?"

"Sebentar lagi kau akan tahu."

Tak lama ketiga mobil hitam itu berhenti di depan sebuah bangunan semacam perkantoran.

"Kau tunggu di sini," perintah Rajas kepada Rah sambil membuka pintu mobil dan berlari menuju pintu masuk kantor diikuti 7 anggota lainnya. Rah tanpa sengaja melihat ke arah papan nama kantor tersebut. Rah sangat terkejut dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Di sana tertulis NATHA CORP. Logo dan style typografi yang sama dengan yang pernah dilihatnya di kartu petunjuk yang dimilikinya. Rah ingin masuk ke dalam kantor, tapi buru-buru mengurungkan niatnya setelah dia melihat Rajas dan yang lainnya keluar dengan cepat membawa tiga orang dengan perawakan dan pakaian yang sama serta muka mereka ditutupi cadar. Ketiga orang tersebut dimasukkan ke masing-masing mobil secara terpisah.

"Berangkat!" teriak Rajas sambil memacu mobilnya lagi. Sekarang masing-masing mobil diisi lima orang, dengan Klien duduk di tengah kursi belakang. Rah memandang orang yang duduk dibelakangnya melalui kaca spion mobil. Benaknya bertanya, siapa orang ini? Apa orang ini adalah orang yang sangat penting atau cuma pengalih perhatian? Mobil melaju kencang tanpa halangan yang berarti, hingga sampailah mereka di depan rumah yang sangat mewah. Rah, Rajas dan anggota biro lainnya dengan sigap mengeluarkan ketiga orang bercadar—yang salah satunya adalah klien mereka—dari dalam mobil dan bergegas masuk rumah. Di dalam rumah—setelah Rajas merasa keadaan sudah aman—dia meminta ketiga orang tadi untuk membuka cadar yang menutupi muka mereka. Rah pun tidak mengetahui yang mana sebenarnya klien yang harus dia lindungi. Sampai akhirnya datang seorang gadis berlari mendekati salah satu dari ketiga orang tadi.

"Ayah!" Sang gadis berteriak sambil langsung memeluk orang tersebut. Rah baru menyadari bahwa klien yang sebenarnya adalah orang yang menumpang di mobil dia dan Rajas.

"Ayah tidak apa?"

Pria tua itu terlihat menenangkan putrinya.

"Aku langsung minta ijin dari klinik untuk pulang lebih awal setelah ayah meneleponku dan bilang keluarga kita terancam." Rana berucap sambil meneteskan air mata.

Rah diam-diam dari tadi mengamati Rana. Dia merasakan jantungnya berdetak kencang dan darahnya serasa bergejolak bagai pasang samudera.

Kecantikan gadis ini sungguh memancar. Bidadari pun setara cantik dengan makhluk ciptaan Tuhan yang maha indah ini. Ucapan Rah dalam jiwanya yang sangat tertakjub. Tapi dia buru-buru menekan perasaannya itu karena teringat akan salah satu peraturan anggota Biro yaitu sangat dilarang terlibat perasaan dengan klien. Rana pun demikian, dia merasa ada getaran yang tak asing lagi di hatinya, getaran yang selalu dia rasakan saat berada di depan sorot mata Bayu—kekasihnya dua tahun yang lalu. Seketika dia menoleh ke arah Rah. Namun dia memalingkan mukanya lagi ke arah ayahnya. Nampak kecewa melanda ruang hatinya karena semula dia menyangka Rah adalah Bayu. Tak lama muncul seorang wanita tua yang tak lain adalah ibunya Rana, Nyonya Adinatha.

"Siapa orang-orang ini, Pa?" Tersirat ketakutan di wajah Nyonya Adinatha.

"Ini orang-orang dari Biro RSS yang sengaja kusewa untuk melindungiku. Aku menerima telepon ancaman dari seorang pria tak dikenal. Aku curiga ini perbuatan terror dari anggota Gerombolan Khala."

"Telepon ancaman?"

"Iya, ancaman pembunuhan kita sekeluarga."

"Astaga! Kenapa tidak lapor polisi saja, Pa?" tanya Nyonya Adinatha memasang muka sangat terkejut.

"Tidak! tidak akan pernah aku meminta bantuan dari Polisi. Aku masih belum bisa memercayai mereka. Apa kau tidak ingat kejadian dua tahun lalu? Kita kehilangan anak laki-laki satu-satunya di keluarga kita." Tuan Adinatha sedikit emosi. Kekecewaan terlukis jelas tergambar di kerutan wajahnya.

"Mama sebaiknya masuk ke kamar bersama Rana."

Nyonya Adinatha terdiam dan melangkah masuk ke kamarnya dituntun oleh Rana.

"Jangan khawatir, Tuan Adinatha. Kami dengan sekuat tenaga akan menjaga keamanan serta keselamatan Tuan dan keluarga," tegas Rajas meyakinkan Ayahnya Rana.

"Sebaiknya kalian pastikan begitu. Jangan membuat uangku sia-sia untuk membayar kalian!" Nada suara Tuan Adinatha terdengar sedikit angkuh sambil berjalan memasuki kamarnya.

"Sombong sekali pria tua itu. Siapa sebenarnya dia, Raj?" Rah terlihat sedikit tersinggung.

"Ssst... Jaga bicaramu. Beliau adalah klien kita yang paling berharga. Seorang Presiden Direktur di perusahaan di mana kita jemput beliau tadi. Dan dia juga punya hubungan yang sangat baik dengan Bos kita." Rajas berbisik kepada Rah, memintanya untuk menahan diri.

"Sebaiknya kita berjaga di luar. Rah ikut aku. Yang lainnya bentuk tiga kelompok, menyebar di sekeliling rumah dan tetap waspada. Jika ada sesuatu atau orang yang mencurigakan segera laporkan."

Ada perasaan yang mengganggu Rah setelah bertemu dengan keluarga Adinatha. Dia merasa pernah bertemu dengan keluarga tersebut tetapi dia tidak tahu kapan dan di mana. Dia melanjutkan tugasnya sambil terus berusaha mengingat-ingat.

Mereka pun mulai berjaga dan mengawasi setiap sudut rumah mewah dengan taman yang luas tersebut. Nampak Rajas dan Rah sibuk memasang kamera di luar dan di dalam rumah yang terkoneksi ke banyak monitor bertempat di suatu ruangan bagian rumah yang dijadikan pusat pengawasan.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top