14. KILAS BALIK
Kota damai Santiloka dua tahun lalu tergambar luas dan tenang. Seorang gadis tampak duduk diam di kursi sebuah taman. Kelihatannya sedang penuhi suatu janji. Duduk sabar menanti datangnya seseorang, namun sesekali juga terlihat cemas sambil menoleh ke kanan dan kiri. Tak lama kemudian datanglah seorang pria sambil membawa serumpun bunga mawar. Pria itu menghampiri dan berhenti di depan gadis tadi.
"Apa yang membuatmu begitu lama, Bayu? Sabarku hampir hilang menantimu." Sang gadis terlihat sedikit kecewa.
"Maafkan aku, Ran. Aku harus melakukan satu tugas penting sebelum menuju ke sini." Bayu menjelaskan, sambil menyerahkan bunga mawar yang dari tadi dipegangnya.
"Ini, untukmu," lanjutnya.
"Kamu selalu mementingkan pekerjaanmu. Apa kamu tahu? Aku selalu cemas akan betapa bahayanya pilihan hidupmu. Aku tak bisa membayangkan jika suatu saat kamu pergi dan tak pernah kembali," ucap Rana sambil menerima bunga yang disodorkan padanya.
"Kamu jangan berpikiran macam-macam. Kupastikan aku takkan pergi kemana-mana. Aku akan tetap menemanimu."
Bayu berusaha meyakinkan Rana sambil mengambil tempat duduk di sebelahnya. Baju seragamnya bergradasi cokelat akibat pantulan sinar jingga mentari. Bayu adalah seorang anggota polisi yang selalu terlihat gagah dengan seragam dinasnya. Postur tubuhnya masih bagus dan atletis, belum terserang kegemukan. Rambutnya selalu rapi belah samping di sebelah kiri kepalanya. Dua alis tebal menaungi kedua matanya yang bersorot tajam dan selalu terlihat waspada walau dalam situasi santai, berwarna bening dengan bulat hitam yang mengilap. Hidungnya pesek, bibirnya tebal berwarna cokelat kemerahan, berpadu sempurna melengkapi wajah dengan rahang berbentuk persegi, semakin menyiratkan bahwa dia adalah pria yang keras, ambisius dan tegas.
Tangan Bayu bergerak memeluk pundak kekasihnya.
"Aku tidak pernah tahu. Aku selalu dihantui rasa takutku saat aku melihat sosokmu dalam seragam itu." Rana berucap sambil menunduk memandang bunga mawar dalam genggaman dua tangannya.
Bayu terdiam dan mencium kening kekasihnya itu.
"Aku berjanji... Jika Hyang Widhi memberiku napas yang panjang. Wanita yang akan kupersunting adalah dirimu. Takkan pernah ada hati yang lain. Aku sangat menyayangimu, Ran."
Rana tersenyum dan merebahkan kepalanya di pundak Bayu.
"Aku juga. Yang kuinginkan hanya dirimu, yang setiap pagi terlihat mataku yang baru terbuka. Setiap siang membawakanku tanda ungkapan cinta, dan seluruh malam menemaniku dalam tempat peraduan kasih kita."
Mereka berdua saling mengugkapkan perasaannya dan mereka pun terlihat sangat bahagia.
"Oh iya, ada titipan dari Ayah." Rana berucap sambil bangun dari pundak Bayu.
Bayu pun melepaskan pelukannya. Rana meronggoh tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat lalu menyodorkannya kepada Bayu.
"Apa ini?" tanya Bayu penasaran
"Entahlah."
Bayu memasukkan amplop cokelat tersebut ke dalam tas pinggangnya.
"Kau tak ingin langsung membukanya?"
"Nanti saja," jawab Bayu seraya memeluk tubuh Rana dari samping lagi.
Rana pun kembali merebahkan kepalanya di bahu Bayu. Di kejauhan, di sebelah barat Kota Santiloka nampak warna jingga menghiasi agungnya langit. Angin pelan bertiup membawa aroma senja yang datang tepat di lajur sang waktu. Bayu dan Rana beranjak dari kursi taman. Siluet tubuh mereka yang saling berpegangan tangan semakin mengecil lenyap di ujung jalan.
卍
Malam semakin melarut membuai jiwa-jiwa yang telah terlelap beristirahat. Bayu masih terjaga. Dia terlihat membuka tas pinggang yang telah dilepaskannya dari pinggang, serta mengeluarkan sebuah amplop cokelat, menyobeknya kemudian mengeluarkan sebuah surat dari dalamnya. Surat tersebut langsung dibuka dan ternyata ada sebuah kartu juga. Bayu memerhatikan sebentar kartu tersebut kemudian memasukkannya ke kantong seragamnya. Sejenak dia membaca surat tersebut, kemudian langsung membakar dan membuangnya ke tong sampah beserta amplopnya.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top