🥝 Bab 5: Bianglala, Sungai dan Rentenir

"Wyn, berdiri. Ayo, serang lagi jangan tiduran mulu di sana!"

Faye berteriak sambil menatap seorang pemuda bermata amesthys terang, yang tengah tiduran di atas rerumputan.

"Tidak, aku tidak ingin latihan lagi! Aku mau kembali ke akademi," ucap Wyn sambil merubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Ayolah, Wyn teruskan latihannya. Kalau kamu teruskan aku akan mengajakmu pergi ke luar akademi untuk bermain bianglala, kamu dari dulu ingin naik itu, kan?" bujuk Faye sambil tersenyum manis.

"Okeh! Janji, ya!" kata Wyn sambil kembali mengayunkan pedangnya dengan penuh semangat ke arah Faye.

"Iyah, aku janji," balas gadis tersebut sambil menangkis serangan Wyn.

"Huh, dasar kekanak-kanakan," sindir pemuda berambut ungu pekat, Euge, sarkastis.

"Mr. Wulfgar, lebih baik kau fokus saja pada latihanmu. Jangan pedulikan aku," balas Wyn dengan nada mengejek.

Euge hanya menatap datar ke arah pemuda tersebut dan terus melanjutkan latihannya, ia harus kuat agar bisa menjadi tameng bagi Faye di kemudian hari.

"Bagus, Euge! Kamu semakin hari semakin berkembang tidak seperti seseorang, yang harus dibujuk dulu," ucap Faye melihat ke arah Wyn.

Pemuda yang disindir hanya menunjukkan cengiran lebar dan tersenyum konyol sebagai balasan, sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal kepada gadis tersebut.

"Benar-benar, sudah tidak tertolong lagi!" komentar Euge pedas.

Wyn hanya menjulurkan lidahnya ke arah Euge sebagai balasan. Tak lama kemudian pemuda tersebut menyerah untuk meneruskan latihan karena sudah benar-benar kelelahan.

Hari ini, mereka bertiga sepakat untuk latihan pedang di hutan Mystic Fores, hutan yang dipenuhi oleh kabut misterius, kalau tidak hati-hati mereka bisa tersesat di sana.

Walaupun begitu mereka tidak khawatir sedikit pun kalau tersesat karena Mystic Fores masih termasuk wilayah akademi yang dijaga dengan ketat. Lagian hutan ini sering dipakai untuk arena berburu dan latihan oleh murid-murid asrma lain juga. Faye mengajak keduanya untuk latihan di hutan ini karena mereka sudah terbiasa latihan di sana.

"Okeh, sepertinya cukup sampai di sini latihan kita hari ini," ucap gadis tersebut sambil menyarungkan pedangnya.

Setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Faye, Euge juga ikut menyarungkan pedangnya kemudian ia duduk sambil mengatur kembali nafasnya yang ngos-ngosan.

Sedangkan, Wyn pergi ke sungai untuk mencari air minum, sekaligus membasuh wajahnya yang terkena debu dan tanah saat latihan.

Setelah, selesai pemuda tersebut kembali kepada temannya dan menyerahkan dua kantong berisi air kepada Euge dan Faye.

Selesai beristirahat mereka memutuskan untuk kembali ke asrama karena sebentar lagi langit sudah hampir gelap dan jam makan di akademi akan segera di mulai.

Saat diperjalanan pulang, Wyn melihat seseorang yang ia kenal dan terlihat cemas.

"Fay, bisa kita pulang lewat jalan lain?" tanya pemuda tersebut celingak-celinguk takut orang ia lihat tiba-tiba ada di dekatnya.

Faye yang kebingungan melihat tingkah temannya ini mengerutkan keningnya sambil bertanya, "Ada apa, Wyn? Kenapa wajahmu pucat sekali?"

"Gak papa!" ucap Wyn sambil memaksakan diri untuk tersenyum. Akan tetapi, senyum tersebut sirna saat sebuah suara yang ia kenal menyapanya.

"Wyn, sudah lama kita tidak bertemu sejak dirimu masuk ke akademi," ucap orang tersebut yang tak lain adalah pamannya Wyn.

Pemuda tersebut sudah tahu bahwa paman dari pihak ayah, mencari dirinya adalah meminta uang untuk membayar hutang kepada rentenir.

Keluarga paman dari pihak ayahnya mempunyai hutang yang sangat banyak kepada rentenir, karena tidak berani meminta kepada orang tuanya. Sang paman lebih memilih untuk memeras keponakannya yang kaya raya.

"Bagaimana kabarmu, nak?" tanya pamannya sambil tersenyum, yang terlihat menyebalkan di mata Wyn.

"Cukup basa basinya, paman. Kali ini aku sedang tidak punya uang untuk diberikan kepada paman," ucap Wyn sambil memperlihatkan kantongnya yang kosong.

"Bohong! Pasti kamu menyimpannya di suatu tempat," teriak sang paman, ingin mendekati Wyn. Namun, segera dihadang oleh Faye dan Euge.

Faye dan Wyn tidak ingin ikut campur urusan keluarganya Wyn, tapi melihat pamannya terlalu memaksa meminta uang dan wajah Wyn terlihat cemberut.

"Om, jangan teriak di sini! Kalau mau minjam duit sana pinjam ke bank! Jangan di sini ngemis-ngemisnya," ucap Faye jengkel.

"Lagian Wyn sudah bilang bahwa ia tidak punya uang," timpal Euge.

Paman Wyn yang mendengar itu pun marah, sehingga wajahnya memerah. Ia mengeluarkan pedang yang ada di tangannya bersiap menyerang Faye.

Faye lebih dulu mengacungkan pedangnya ke leher paman Wyn. Yang membuat sang paman tertegun dan sedikit takut.

"Paman, keluargamu yang berhutang kepada rentenir. Kenapa Wyn yang harus membantu menyicil hutangmu itu?" tanya Faye semakin mendekatkan pedangnya ke leher sang paman.

"Maaf," ucap sang paman setelah itu ia dengan secepa kilat menghilang dari pandangan mereka bertiga.

"Huft, akhirnya tuh orang pergi juga," kata Wyn bernafas lega.

Setelah itu, mereka kembali melanjutkan  perjalanan untuk kembali ke asrama.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top