22. Pencarian Buntu

"Kita hari ini fokus cari Randu, apa pun yang terjadi, Randu harus ditemukan!"

"Sepertinya kamu mengetahui satu hal yang kamu enggak mau cerita ke aku?"

"Tentu, aku mengetahui dan merahasiakan suatu hal dan tidak untuk sekarang aku menceritakannya."

"Kenapa kamu masih marah dan benci kepadaku?" tanya Tasya dengan nada penuh emosi.

"Wajar, jika aku marah dan kecewa padamu. Apa yang kamu lakukan itu salah, merahasiakan keberadaan Randu."

"Mario, kamu harus ingat, aku udah minta maaf ribuan kali, tapi kamu seakan tidak pernah mendengarkannya dan selalu menyudutkanku."

"Tahu, yang terpenting sekarang apa yang harus kita lakukan?"

"Ya, kita harus cari Randu. Aku tahu gudang tua waktu itu, setelah pertemuan pertama dia lalu mengajakku ke sebuah gedung tua untuk menemui laki-laki asing yang aku tidak mengenalnya."

"Wajar kamu tidak mengenalnya karena kamu bukan bagian dari keluarga kami, tapi Randu mungkin mengenal laki-laki itu."

"Sudahlah, tidak perlu banyak bicara, kita harus segera ke gedung itu sekarang!"

Mario kembali menjalankan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin bisa segera bertemu dengan adik tirinya itu. Meminta semua penjelasan agar permasalahan mereka segera selesai.  Tidak jemu Tasya terus memantau perkembangan dari Randu yang juga dibantu pak Johan untuk mencarinya.

Mereka telah sampai di gedung tua, seketika Tasya melompat ke luar dari mobil diikuti Mario dengan was-was. Mereka masuk ke gedung itu dengan hati tidak karuan, antara tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini dan juga dengan kekasihnya yang ternyata sangat mempedulikan Randu.

"Randu! Randu!" teriak Mario tanpa putus asa.

Tasya segera membuka pintu demi pintu lalu masuk mencari di setiap sudut ruang. Dengan tergopoh, wajahnya cemas, tangannya gemetar, pandangannya menjelajah tiap sudut yang dapat ditempuh. Hatinya mulai tidak karuan, dia merasa bersalah, marah, kecewa, semua komplit menjadi satu.

"Randu, nggak ada Mario!"

"Maksudmu apa, Sya?"

"Randu tidak ada di sini. Aku sudah mencari di setiap sudut, tapi dia tidak ada."

"Waktu itu kamu ke sini dengan Randu tujuannya apa?" tanya Mario sambil berjalan ke arah Tasya.

"Waktu itu Randu membeli minyak, aku pikir itu ada minyak ganja yang pernah kamu berikan ketika dia sedang epilepsi di kafe beberapa hari lalu."

"Aku juga meyakini jika itu minyak ganja. Randu menggunakan minyak itu, pemberian dari ayah. Epilepsi Randu dulu sangat parah bahkan hampir setiap hari dia bisa kejang, tapi dengan bantuan minyak ganja, dia bisa lebih tenang dan bahkan berangsur lebih baik." Mario menjelaskan singkat perihal kenapa Randu menggunakan minyak ganja itu.

"Mario, kamu kan kakak tirinya, pasti kamu tahu kan sesuatu, misal hal kecil tentang Randu?"

"Kami tidak begitu dekat, tapi aku sangat menyayanginya, walau terkadang marah yang terlihat. Aku terlihat garang di depannya karena memiliki alasan."

Tasya tidak ingin bertanya lebih jauh lagi. Cukup untuknya mengetahui apa yang saat ini terjadi. Tasya memfokuskan untuk bertemu Randu, sekalipun rahasia itu tetap Mario pegang.

***

Sepanjang hari tujuan mereka hanya untuk mencari Randu. Namun, tidak ada jawaban yang pasti. Ke manapun langkah mereka pergi, Randu tak kunjung juga ditemukan. Mario menghubungi semua teman yang diketahui berhubungan dengan Randu, tetapi satu pun masih belum ada yang memberikan jawaban tepat akan keberadaan adik tirinya.

"Sudah seharian kita mencari dia, tapi belum ada jawaban yang pasti."

"Aku pikir juga seperti itu, apa yang harus kita lakukan, Mario? Aku tidak ingin terjadi sesuatu dengan Randu."

"Kok, kamu jadi aneh?"

"Aneh bagaimana? aku hanya khawatir akan kondisi Randu. Dia di luar sendirian. Dia sedang sakit, aku tidak mungkin serta-merta untuk tidak memikirkannya."

"Aku kira kamu terlalu berlebihan memikirkan tentang adik tiriku itu," ucap Mario dengan nada kesal, sepertinya pemuda itu sedang cemburu.

"Tolong, kamu jangan berpikir yang macam-macam, ya, Mario. Tujuan kita hanya ingin mencari Randu lalu diketemukan dan kita meminta Randu menjelaskan semua yang telah dilakukan, udah itu aja."

Tasya mulai tidak nyaman dengan perlakuan yang Mario berikan kepadanya. Mario terus-menerus menyudutkan dan menyalahkan dirinya. Tanpa Mario sadari, Tasya merasa tidak berguna sebagai seseorang yang membuat Randu menghilang.

"Cukup kamu tahu Mario, aku sangat kecewa dengan diriku sendiri. Kenapa tidak bisa menjaga Randu yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri?"

"Oke, aku bisa menerima semua alasan itu, semoga tepat dan benar," sahut Mario dengan nada kesal.

Sekilas pikiran Mario mulai menjelajah. Dia meyakini mamahnya memiliki sangkut paut di dalam permasalahan ini. Segera dia menghubungi Sofi untuk mencari tahu kebenaran dan keberadaan Randu. Ini adalah langkah terakhir yang dapat Mario lakukan. Pasalnya jika dia melapor ke polisi sama saja bunuh diri karena Randu adalah buronan, pasti Mario akan disalahkan dan dianggap selama ini memiliki akses ke Randu.

"Halo, sayang, ada yang bisa Mama bantu?"

"Ma, apa udah ketemu Randu?"

"Kok kamu tanya kayak gitu sih, ada apa?"

"Mama jawab saja, aku cuma ingin tahu selama ini kita sudah lama mencari Randu tapi belum ada jawaban yang pasti."

"Tidak seperti biasanya, kamu sangat bersemangat membahas tentang Randu."

Sofi tidak lantas menjawab apa yang ditanyakan oleh sang putra. Dia curiga mengapa Mario yang selama ini cuek kepada adik tirinya mendadak perhatian. Ada sesuatu yang tidak beres, Sofi terlalu senior untuk dapat Mario kelabui.

"Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Randu."

"Aneh sekali ya, biasanya kamu kan nggak mau tahu tentang adik dirimu itu, memang kenapa?"

"Kata Mama, Mama akan lakukan segalanya untukku, termasuk untuk mendapatkan semua harta dari papa Suryo. Kalau Randu tidak segera diketemukan, berarti kecil kemungkinan dong bisa mendapatkan semua harta itu."

"Dulu kamu bilang tidak begitu menginginkan warisan dari papa tirimu, tapi kenapa sekarang kamu bersemangat banget?"

"Ma, please, aku juga ingin menjadi seperti Mama yang bisa melakukan segalanya, jadi apa Mama sudah menemukan Randu?"

"Tentu, sudah," sahut Sofi dengan santai seakan semua yang terjadi telah Sofi ketahui sebelum semua orang memahaminya.

Tasya yang mendengarkan percakapan itu seketika membelalakan mata. Dia tidak menyangka jika Mario bukanlah orang sebaik yang dia pikirkan. Terlebih tante Sofi yang dia rasa begitu arogan dan ingin menguasai semuanya.

"Aku tidak pernah menyangka kamu seperti itu Mario," ucap Tasya dengan tatapan tidak percaya.

Mario tidak mampu berucap. Tatapannya bingung ingin menjalankan dari mana, niatnya tulus. Hanya waktu yang mampu menjawab kesalahpahaman itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top