17. Saling Menelisik

Suasana sempat membeku untuk sesaat ketika Tasya mengatakan jika adik angkatnya memiliki epilepsi. Mario sedikit mencium bau-bau ketidakjujuran yang mulai terasa, tetapi Mario tetap tenang. Dia berusaha tidak memiliki firasat buruk apapun dan mencoba mempercayai kekasihnya entah apa yang akan terjadi nantinya.

"Emang ada yang salah dengan epilepsi?"

"Ya, enggak gitu Mario, jadi kan ada kesamaan antara adikmu dan adikku. Mereka sama-sama menderita epilepsi."

"Kenapa sih harus ngomongin epilepsi? kita bisa kan bahas yang lain?" sanggah Randu dengan tiba-tiba, dia sedikit merasa tidak nyaman ketika sepasang kekasih itu membahas tentang penyakitnya yang mungkin akan segera membuat penyamaran menjadi terkuak.

"Ada apa Ga, maksud kita bukan menyudutkanmu tentang epilepsi itu, tapi cuma sharing aja, mungkin kita bisa sama-sama berbagi obat, misalnya." Tasya masih bersikeras untuk menyatakan pendapatnya.

Perbincangan mereka menjadi sedikit berbeda dan terasa ada yang ditutupi. Atmosfer menjadi lebih tegang. Mario tidak tahu dia harus bersikap seperti apa, lagi pula Tasya sendiri yang membuka percakapan tentang epilepsi itu. Namun, ternyata adik angkatnya tidak menyukai hal tersebut.

Sepanjangan perjalanan suasana menjadi tidak nyaman. Tidak ada perbincangan lagi antara Mario, Tasya, dan juga Randu yang menyamar menjadi Gaga. Semua menjadi kaku. Tiga puluh menit berlalu begitu saja, mereka sampai ke tempat tujuan.

Toko buku, benar, Tasya memang sengaja mengajak mereka ke toko buku untuk mencari referensi tentang beberapa kasus yang ditangani, juga tentang skripsinya. Awalnya memang mau ke gerai kue milik perusahaan keluarga Mario. Tetapi, Tasya ingin ke toko buku dulu sebelum mengisi perutnya.

"Aku mau nyari banyak buku, mungkin membutuhkan waktu yang lama. Kalian berdua bisa ngobrol bersama atau ikut denganku?" Tasya menawarkan diri untuk kedua pemuda yang diajaknya.

"Aku lebih nyaman nunggu di kafe depan toko buku karena aku pengen banyak ngobrol bareng Gaga."

"Boleh banget dong Mario, pasti nanti Gaga senang banget kamu ajak ngobrol. Iya kan, Ga?"

"Boleh."

Terlihat sangat jelas jika Randu yang menyamar menjadi Gaga menjadi resah. Hal apa yang harus dilakukan pastinya Mario akan segera mengetahui penyamaran itu, jika mereka berbicara lebih intens. Namun, bantuan masker dan topi yang dia kenakan membuat Randu sedikit tenang. Pasti semua bisa dihadapi dengan aktingnya senormal mungkin.

"Ya udah, kalau gitu aku masuk dulu, habis dari toko buku baru deh kita ke gerai kue milikmu."

"Terserah sayangku aja, yang penting kamu bahagia, aku juga bahagia," sahut Mario dengan penuh cinta.

Ketika Tasya memasuki toko buku dan asik dengan pencariannya akan referensi buku-buku yang cocok untuk tugas dan juga kasusnya, Randu mulai gelisah saat Mario terus menanyainya tentang banyak hal. Takut saja rahasianya akan segera terbongkar. Di dalam kafe, mereka mulai berbicara akan hal-hal yang ringan, tetapi bisa menjebak untuk Randu.

"Jadi, kamu yakin hanya pesan air mineral aja, Ga?"

"Iya, aku enggak bisa makan dan minum yang terlalu manis. Aku harus membiasakan diri dengan kondisiku."

"Ya udah, aku pesankan dulu, ya."

Mario berjalan menuju meja kasir lalu dia memesan kopi hitam dan sebotol air mineral. Sesekali menyelidiki tentang sosok Gaga yang bersamanya. Mario yakin dia tidak asing dengan pemuda dua puluh tahun itu. Tetapi, tidak lantas langsung menyergap dengan asumsinya, harus ada banyak bukti yang menguatkan.

Mario pun kembali dengan membawa pesanan untuknya dan untuk Gaga. Dia tersenyum kepada adik angkat kekasihnya itu lalu memberikan sebotol air mineral untuknya.

"Terima kasih." sebotol air mineral telah berpindah tangan.

"Sama-sama, waktu kali pertama kita bertemu aku merasa kita enggak asing. Ternyata kamu memiliki kesamaan dengan adikku," ucap Mario sambil duduk di depan Gaga.

"Oh, iya, dia juga memiliki epilepsi?"

"Iya, dia menggunakan minyak ganja untuk menenangkan penyakitnya itu, yang aku ketahui minyak ganja memang sangat bermanfaat untuk banyak penyakit."

"Aku tertarik untuk mencobanya."

"Tapi minyak ganja ada dua jenis, tidak semua bisa digunakan untuk obat. Aku kurang begitu paham, yang paham itu papa tiriku, tapi beliau sudah meninggal."

"Aku turut berduka cita, lalu bagaimana dengan kabar adikmu? Apakah sudah ketemu?"

"Belum, kepolisian masih mencarinya sampai sekarang. Dia kan sudah menjadi target operasi karena sebagai pemakai dan kurir barang haram itu."

"Siapa yang tega melaporkannya? bukankah tujuan awalnya menggunakan minyak ganja untuk kesembuhannya?"

"Benar, dia menggunakan minyak ganja untuk kesembuhannya, bahkan untuk membantu temannya yang juga senasib dengannya."

"Tega banget yang melaporkannya."

"Bodohnya diriku saat itu merekam kejadian demi kejadian dan melaporkannya kepada mama. Ternyata mama membawanya ke kantor polisi sebagai salah satu barang bukti untuk menjebloskan adik tiriku."

Mario mengakui semua kesalahannya di hadapan Randu yang menyamar sebagai Gaga. Terlihat raut sedih yang terpancar dari sorot mata Kakak tirinya itu. Namun, Randu sekuat tenaga menguatkan hati dan diri agar tidak emosi karena jika dia emosi penyamarannya akan terbongkar. Semuanya selesai dalam sekejap mata.

"Aku pikir kamu terlalu kejam untuk adik tirimu."

"Sebenarnya tidak seperti itu. Aku menyayanginya, tapi tidak banyak yang tahu. Demi mama, aku melakukan semuanya, seakan pemeikiran dengannya."

Randu menjadi rancu antara mempercayai ucapan Mario atau dia meyakini jika Mario benar-benar membenci dan menginginkan kepergiannya. Menenangkan diri, Randu meminum air mineralnya. Dia tidak mungkin bisa mempercayai Mario begitu cepat.

Setelah minum, tiba-tiba tangannya menjadi kaku membuat Randu melepaskan botol air mineralnya dengan brutal, kakinya pun juga mulai mengejang. Pandangannya sedikit kabur, tidak bisa awas melihat sekitar. Ini terasa sangat janggal dengan hanya beberapa waktu kehabisan minyak ganja, epilepsi Randu muncul kembali.

Melihat gelagat yang mencurigakan seperti tanda-tanda epilepsi akan kambuh. Mario segera mendekap Gaga yang ternyata adalah Randu, namun sejauh ini dia masih belum mengetahuinya, hingga kejang itu mulai hadir. Dua pemuda itu tersungkur di lantai lantaran tidak kuat menerima getaran seluruh tubuh Randu. Mario terus mendekap Randu yang mengerang dan sulit dikendalikan.

"Semuanya minggir! beri kami ruang! minggir!" teriak Mario ketika para pengunjung kafe mendekat untuk melihat apa yang terjadi terhadap mereka berdua.

"Wah, kenapa kejang gitu?" tanya salah seorang pengunjung sambil merekam setiap detail kejadian itu.

"Itu penyakit menular, jangan dekat-dekat! dia kena ayan," pengunjung yang lain memperingatkan untuk tidak terlalu dekat terhadap penderita epilepsi yang bisa menular melelui air liurnya.

Mario tidak peduli dengan semua ucapan itu. Mario melepaskan jaket yang dikenakan, memberikan sedikit ruang. Dia juga melepaskan topi yang menutupi kepala plontos adiknya itu. Mario terkejut bukan kepalang menyaksikan dengan dekat dan detail, jika seseorang yang ada di pelukannya adalah yang selama ini dia cari.

Tidak banyak bicara, Mario mengambil minyak ganja yang ada di dalam saku celana miliknya. Dengan gesit, sedikit mengoleskannya di bawah hidung Randu untuk memberikan efek relaksasi. Benar saja, kejangnya mulai berkurang. Mario dengan telaten mengoleskan minyak itu hingga benar-benar Randu tidak lagi merasa nyeri di sekujur tubuhnya. Walau demikian, matanya masih tertutup.

"Apa yang terjadi?" tanya Tasya yang baru saja tiba dari toko buku kaget menyaksikan sisa epilepsi itu.

"Dia kejang."

"Tapi dia enggak apa-apa, Mario?"

"Aku bisa menanganinya," sahut Mario seperti menyimpan amarah pada Tasya.

Raut wajah Tasya seketika berubah menjadi sendu. Dia takut jika Mario mengetahui rahasia Gaga, sekalipun Tasya juga tidak mengetahui tentang latar belakang kehidupan keluarga di masa lalu. Tetapi, dia meyakini antara Mario dan Gaga memiliki satu ikatan

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top