10. Mencari dan Bersembunyi

"Hari ini kamu jadi nyari kakakmu?"

"Iya, memangnya kamu menemaniku? emang nggak kerja?"

"Bisa diatur, nggak tahu kenapa ya, kali pertama aku ketemu sama kamu, aku nggak bisa jauh-jauh, tapi kamu jangan GR dulu. Mungkin rasa ini hadir karena aku pernah kehilangan adikku dua tahun yang lalu waktu kecelakaan."

"Aku enggak maksud, ya aku minta maaf kalau bicaraku menyinggungmu."

"Enggak ada yang menyinggung Gaga, aku malah berpikir kalau aku sering tanya dan aku ikut campur masalah mu malah bikin kamu risih."

"Aku bersyukur bisa mengenalmu, Tasya, udah baik sabar dan mau banget bantu aku."

Tasya melempar senyum. Benar, dia berbuat seperti itu kepada Randu lantaran dua tahun yang lalu dirinya kehilangan adik laki-laki yang memiliki wajah mirip seperti Randu. Hal inilah yang menjadi alasan dan dasar kuat untuk Tasya terus mendekati Randu dan mencoba memberikan bantuan semampu yang dia bisa.

Suasana pagi tetap sama seperti pagi-pagi yang lalu. Tidak ada yang berubah kecuali Randu yang selalu takut jika keluar rumah lantaran dan dirinya sebagai target dari polisi. Namun, sejauh ini tidak ada yang tahu tentang hal itu, karena memang benar adanya dia menyembunyikan jati diri demi wasiat sang ayah.

"Sebelum kita pergi aku mau ke kamar mandi bentar. Oh, iya, kamu punya cukur rambut di rumah ini?'

"Ada sih, emang buat apa?"

"Aku mau merapikan rambutku yang sedikit berantakan."

"Kamu ambil aja di almari dekat kamar mandi. Di situ ada rak nomor dua, kamu bisa ambil di sana." Tasya memberikan arahan di mana tempat alat cukur itu berada.

Segera Randu berjalan ke tempat yang sudah diberitahukan oleh Tasya. Dia memiliki rencana untuk mengubah gambar dirinya sesaat. Berharap tidak ada yang mengetahui dan tidak ada yang curiga tentang keberadaannya di rumah itu sebagai sosok manusia ilegal.

Randu masuk ke kamar mandi, menyalakan shower lalu dia menatap cermin, melihat wajahnya yang tirus. Tidak ada senyum tersaji di sana. Randu mengambil alat cukurnya lalu mulai melancarkan rencana membabat habis rambut hitam miliknya. Dia ingin terlihat berbeda dari dirinya lantaran sekarang dia adalah Gaga bukan Randu.

"Apa masih lama?" tanya Tasya dari balik pintu setelah menunggu pemuda dua puluha tahunan itu karena lebih dari seperempat jam dia ada di dalam sana.

Pintu kamar mandi pun terbuka. Mengenakan jaket putih, Randu keluar dari sana. Terlihat penampilannya berubah seratus delapan puluh derajat. Tasya yang melihatnya hanya bisa terpaku tidak berdaya. Tampilannya sangat berbeda, tidak ada sehelai rambut pun di kepala pemuda berpipi tirus itu.

"Gaga, kamu nggak apa-apa?" Tasya mendekati pemuda itu lalu mengelus kepalanya. "Katanya dirapikan, kok dihabiskan?"

"Emang kenapa, ada yang salah?"

"Enggak ada yang salah, Gaga, tapi aku melihatnya aneh, kamu seperti tuyul."

"Memangnya pernah lihat tuyul?" sahut Gaga sambil berjalan ke arah ruang tamu.

Tasya mengikuti ke mana arah Gaga melangkah. Dia masih bingung dengan penampilan baru yang ditampilkan olehnya. "Aku jadi takut deh lihat kamu gundul gitu. Ga, kalau enggak bisa nyukur rambut, kita kan bisa ke tukang cukur biar dirapikan bukan dibabat habis."

"Udah ya, Sya komentarnya, aku tuh pengen punya penampilan baru."

"Ini benar-benar baru, bahkan aku tidak mengenalmu sebagai Gaga yang kali pertama tergeletak di trotoar."

"Udah ya, jangan komentar mulu, jadi mau ikut aku nyari kakakku atau enggak?"

Tasya langsung mengambil tas miliknya yang tergeletak di sofa ruang tamu. "Memang kamu tahu di mana kakakmu berada?"

"Di panti asuhan Kasih Bunda, almarhum ayahku pernah cerita kalau kakak tinggal di sana."

"Ya udah, aku antar ya, agak jauh sih dari sini. Enggak apa-apa, 'kan?"

"Kamu mau ngantar aja, aku udah senang banget, makasih, ya."

"It's okay no problem, tapi sebagai tanda terima kasih, kamu harus kenalin aku ke kakakmu mungkin saja kami jodoh."

"Udah deh lihat aja nanti, intinya kamu antar aku dulu."

Tasya hanya tersenyum lalu berjalan ke arah mobilnya diikuti oleh Randu yang bergegas mengunci pintu rumah. Randu dengan wajah cemas berharap dapat menemukan kakaknya dengan cepat sebelum waktunya habis. Jika hidup orang lain terlalu bebas, berbeda dengan Randu yang memiliki jalan hidup yang sulit dan pastinya waktu yang terbatas.

***

Sofi datang ke kantor polisi untuk menanyakan perihal kasus yang menjerat putra tirinya. Dia berharap akan menemukan titik terang keberadaan Randu. Besar harapan jika nanti Randu tertangkap akan dihukum berat dan harta warisan itu bisa jatuh ke tangannya.

"Pak, bagaimana dengan kasus Randu?"

"Mohon maaf, kami belum bisa menemukan putra Anda."

"Pak, bagaimana jika saya mencabut kasus anak saya?" Sofi mengatur siasat agar dia bisa leluasa menguasai harta almarhum suaminya.

"Tidak bisa, Bu. Kasus putra Anda termasuk kasus berat. Kami harus menemukannya dulu lalu kami proses, jika tidak bersalah akan kami bebaskan."

"Saya kira bisa dicabut, saya kasihan dengannya. Saya kira sikap saya terlalu kegabah, mungkin saja hanya salah paham."

"Kami paham, Bu. Tetapi, aturan harus tetap ditegakkan. Kami tidak bisa begitu saja melepaskan kasus berat narkoba ini."

Sofi hanya tersenyum tipis. Harapannya sirna untuk bisa mencabut laporannya. Mario mencoba memberikan argumennya.

"Pak, bagaimana jika kalian tetap mencari adik saya, tetapi jangan memasang famlet untuk mencarinya sebagai target operasi."

"Tidak bisa, kami akan tetap memasang fotonya untuk mencari keberadaannya."

Harapan tinggal harapan. Semua yang direncanakan tidak bisa berjalan sesuai ekspektasi. Sofi hanya bisa menunggu untuk bisa menemukan Randu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top