6. Untuk Apa?
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya.
~~~
Hujan deras mengguyur Jakarta Selatan. Seorang gadis yang mengenakan seragam putih biru dengan menggendong tas berdiri sambil memeluk diri sendiri di halaman depan Polsek Kebayoran Lama. Tubuhnya menggigil akibat terkena hujan beberapa saat lalu. Sesekali dia menggosok-nggosokkan kedua tangan lalu meniupnya.
Gadis itu mendongak saat satu tangan yang memegang sebuah gelas plastik terulur di depannya. Tatapannya terpaku oleh wajah tampan yang tersenyum ramah kepadanya. Dia sempat terbengong beberapa saat tanpa memedulikan gelas plastik dengan kepulan asap yang masih terulur di hadapannya.
Suara dehaman menyadarkan gadis yang mengenakan bando warna merah muda itu.
"Kamu pasti kedinginan. Nih, minum dulu biar anget." Pria muda itu mundur dua langkah setelah melihat keraguan di mata gadis yang langsung menundukkan kepala. "Tenang, aku bukan orang jahat, kok. Aku kerja di sini."
"Makasih." Gadis itu tersenyum setelah mengambil gelas lalu menyeruput isinya hingga setengah.
Pria yang mengenakan kaus hitam dengan jaket kulit itu berpindah berdiri di samping gadis tadi. Mereka hanya terdiam sambil memandangi halaman depan polsek yang basah dan beberapa orang berseliweran.
"Ngapain anak SMP di kantor polisi?"
Gadis itu mengerutkan kening mendengar pertanyaan dari pria di sampingnya.
"Emang anak SMP nggak boleh ke kantor polisi?"
"Ya bukan gitu juga. Lagi nunggu seseorang?"
Gadis itu mengangguk. "Nunggu Ayah."
"Ayah kamu di dalem? Masalah apa?"
"Tadi Ayah bilang cuma jadi saksi. Tadinya aku disuruh nunggu di mobil aja. Tapi, karena bosen akhirnya aku turun buat liat-liat. Eh, tiba-tiba ujan deres. Ya udah aku lari ke sini."
Pria itu mengangguk-angguk. Kemudian, mereka terdiam kembali. Sesekali gadis itu mencuri pandang kepada pria tampan di sampingnya. Dia memperhatikan wajah dengan alis tebal, rahang tegas, dan hidung mancung itu sambil senyum-senyum sendiri.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara sirene mendekat. Sebuah mobil van berhenti di depan pintu masuk polsek dan beberapa orang berjaket kulit turun dengan menggiring seorang pria yang tangannya ditutupi handuk kecil.
"Ah, udah dateng." Pria itu menoleh kepada gadis di sampingnya. "Mending kamu balik ke mobil lagi. Aku ada kerjaan."
Gadis itu hendak membuka mulut, tetapi pria yang bersamanya tadi sudah berlari ke arah beberapa orang yang baru datang. Gadis bersepatu putih itu melihat ayahnya keluar dari kantor polisi. Dia tersenyum lalu berlari menghampiri sang ayah. Tanpa terduga, seorang tersangka yang baru saja dibawa itu menyerang polisi lalu berlari menerjang ke arah gadis tadi dengan membawa pisau kecil.
"No! Berengsek!"
Pria yang tadi menemani gadis itu segera menghadang sang tersangka. Sayangnya, pria yang membawa pisau kecil itu sudah mengayunkan senjatanya dan mengenai wajah pria berjaket kulit.
Gadis yang masih memegang gelas plastik itu langsung meremas gelas tersebut dan membuangnya. Setelah itu dia melepas tas ransel dan melemparkannya kepada tersangka yang mencoba kabur. Tepat sasaran, pria dengan tangan diborgol itu tersungkur dan langsung diamankan oleh petugas lainnya.
"Glen, lo nggak apa-apa? Luka lo harus diobati dulu." Seorang teman kerja dari pria bernama Glen itu mendekat dan memeriksa lukanya.
"Mas, kamu nggak apa-apa?" Gadis itu mendekat dan ikut berlutut di hadapan Glen.
Glen menutup mata kirinya yang terus mengeluarkan darah. "Kamu sendiri nggak apa-apa? Tadi itu tindakan yang berani banget, loh. Makasih, ya."
"Makasih juga karena udah ngelindungi aku sampek kamu terluka gitu." Gadis itu mengusap air mata yang membasahi pipi.
"Sayang, kamu nggak apa-apa?" Seorang pria paruh baya menghampiri lalu menggandeng gadis itu dan membawanya menjauh. "Kita pulang sekarang."
Gadis itu masih sempat menoleh ke arah Glen. "Mas Glen, makasih, ya. Sampek ketemu lagi," ucapnya sambil melambai.
Glen terbangun saat dering ponsel berbunyi. Pria itu berkedip beberapa kali sebelum akhirnya duduk di tepi kasur. Dia mengambil ponsel dan menggeser tombil hijau.
"Kenapa, Ven?" tanyanya malas.
"Mas Glen di mana? Kok belum ke kafe? Ini aku bawa Raka. Katanya mau ngobrol."
Glen melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul satu siang.
"Iya, bentar lagi aku ke sana."
"Oke. Ditunggu, Mas Glen. Sampek ketemu di kafe."
Pria yang hanya mengenakan kaus dalam dengan celana training panjang itu meletakkan kembali ponsel di nakas. Kemudian, dia beranjak dan masuk ke kamar mandi.
Glen berdiri di depan cermin sambil memandangi pantulan dirinya. Tangan kirinya terangkat menyentuh pelipis di atas alis kiri. Luka akibat sayatan pisau itu meninggalkan bekas yang cukup panjang. Pria itu teringat mimpinya tadi.
Kenapa gue mimpiin kejadian itu? Padahal udah lama gue nggak mikirin masa lalu. Gadis itu ... kenapa dia ngingetin gue sama Veni? Glen menggeleng untuk mengusir pikirannya barusan.
Pria itu berdiri di bawah shower dan membiarkan air mengguyur tubuhnya. Tiga puluh menit kemudian, Glen siap pergi ke kafe.
Tiba di kafe, Glen disambut dengan lagu Hujan dari Utopia. Pria itu melirik ke balik meja kasir dan melihat Veni berdiri di sana. Setiap kali wanita itu yang bertugas sebagai kasir, tidak ketinggalan lagu Hujan pasti diputar.
"Selamat datang, Mas Glen!" sapa Veni saat Glen melewati meja kasir.
"Mana temenmu itu?"
"Aku suruh tunggu di ruangan Mas Glen."
"Lain kali kalo ada orang mau perlu sama aku, suruh tunggu di sini aja kalo aku belum dateng."
Veni menggigit bibir bawah. "Sori, Mas. Bakal aku inget. Lain kali nggak sembarangan nyuruh orang masuk ruangan Mas Glen."
"Ya udah. Kali ini nggak apa-apa. Aku temui Raka dulu."
"Siap, Mas."
Glen berjalan menuju ruangannya. Siang ini kafe tidak begitu ramai. Hanya terlihat beberapa orang menempati meja di dalam ruangan. Sementara itu, meja di luar ruangan masih kosong.
Pria itu membuka pintu ruangannya dan melihat Raka duduk di kursi depan meja kerja.
"Sori, nunggu lama."
"Santai, Mas."
Glen berjalan memutari meja kerja lalu duduk di kursinya.
"Gimana-gimana? Udah dikabari sama Veni, kan?"
"Udah, Mas. Gue juga udah bawa persyaratannya."
"Bagus. Gue minta berkasnya. Lo bisa mulai hari ini. Lo boleh posting apa aja yang berhubungan sama kafe. Tapi, tugas lo selain bikin konten juga bantu-bantu yang lain. Nggak apa-apa?"
"Siap, Mas. Nggak apa-apa."
"Oke. Selamat bergabung di Er Cafe."
Glen menjabat tangan Raka sebelum mempersilakan pegawai barunya itu meninggalkan ruangan. Pria itu membuka ponsel setelah Raka keluar dari ruangannya. Dia mengecek rekaman CCTV yang sengaja dipasangnya di tempat tersembunyi.
Udah gue duga. Dia mau gabung di kafe ini pasti ada tujuan lain. Gue kira buat deketin Veni. Tapi untuk apa dia meriksa ruangan gue? Apa yang dia cari? Glen menutup video rekaman CCTV tersebut lalu keluar dari ruangan.
Pria itu memperhatikan Raka yang bergurau dengan Veni sambil memotret beberapa sudut kafe. Dia terus menatap tajam pegawai barunya yang terlihat biasa saja itu.
"Oke. Gue bakal tetep ngawasi dia selama kerja di sini. Gimanapun juga lebih aman kalo orang mencurigakan itu tetep gue jaga sedeket mungkin."
Glen masuk kembali ke ruangannya untuk memeriksa data-data tentang Raka.
Jumlah kata: 1089
Bersambung
~~~
Jangan gitu, Mas Glen. Kata Veni, kan jangan curigaan sama orang. Entar salah malu, loh.😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top